Cewek itu melotot. Dia tak terima dengan perkataan Zega barusan, baru saja dia akan membalas ucapan Zega dengan seribu macam makian plus umpatan, Zega sudah berlalu dan memilih menghampiri Zena.

Cewek itu menatap sinis Zega yang kini sedang membelah kerumunan untuk memberi akses untuk dia berjalan.

"Halah, Zega mah cowok kardus buktinya dia sama Zena aja modus," ucap cewek itu ketika melihat Zega yang menggenggam tangan Zena. "Masih mending cowok gue lah, biarpun dia mukanya kayak tempe mendoan, tapi dia tetep setia sama gue sekalipun udah pernah gue selingkuhin sih."

Sedangkan disisi lain, Zena mengernyit heran saat merasakan tangannya seperti digenggam seseorang, lalu dia menoleh dan mendapati Zega yang kini sedang tersenyum lebar.

"Gak baik cewek cantik kayak lo marah-marah, nanti ada kerutan di dahi, sekitar mata dan pipi. Gue gak mau lo tua sebelum waktunya." Zega mengacak rambut Zena dengan gemas.

Belum sempat Zena ingin membalas perkataan Zega, tangannya sudah terlebih dahulu ditarik oleh Zega.

Zena menggeram kesal.

Bisakah Zena melenyapkan cowok yang bernama Zega itu dengan cara menenggelamkan nya di Segitiga Bermuda? Atau memutilasi tubuh Zega menjadi beberapa bagian dan membuangnya di penangkaran buaya?

Mungkin Zena akan memilih opsi yang kedua, secara itulah hal yang paling gampang dilakukan.

"Sekarang lo duduk dulu, tunggu bentar." Zega meninggalkan Zena yang kini mendengus kesal. Dengan amat terpaksa Zena mendudukkan tubuhnya di kursi sembari menunggu Zega yang entah pergi kemana.

Tak lama Zega kembali dengan tangan yang membawa kantong plastik yang berisi berbagai macam minuman dan cemilan untuk Zena, lalu memberikan kantong itu kepada Zena namun, Zena tak mengambil kantong itu dan memilih untuk diam. Zega menarik nafasnya sabar lalu duduk di samping Zena kepalanya bergerak menghadap Zena dengan mata yang terus menatap Zena dengan seribu pertanyaan.

Merasa terus ditatap oleh Zega, Zena membuang muka kesembarang arah. Zega tersenyum kecil sambil terkekeh.

"Jangan marah-marah terus, semua masalah gak bisa diselesaikan dengan cara marah-marah," ucap Zega lembut.

Jujur, di dalam benaknya ingin sekali cowok itu menanyakan semua yang ada di kepalanya namun melihat keadaan Zena yang seperti itu Zega memilih mengurungkan niatnya dan menenangkan gadis itu.

"Sejak kapan cowok kayak lo bijak?" ketus Zena singkat.

"Sejak kapan ya?" tanya Zega pura-pura bingung. "Sejak aku belajar mencintai kamu."

"Gombal."

"Gak papa deh dikatain gombal, asalkan kalau kita nikah nanti aku janji gak bakal kasih kamu sekedar gombalan, tapi seluruh jiwa dan ragaku juga aku kasih ke kamu."

"Alay."

"Gak papa alay, yang penting ganteng."

Mendengar itu Zena memutar bola matanya malas. Percaya diri Zega sudah melebihi batas normal, dan itu sedikit membuat Zena khawatir kalau Zega punya gangguan saraf otak.

"Zen, lo dipanggil ke ruang Kepala Sekolah," ucap seorang siswa membuat fokus mereka teralihkan. Terutama Zena yang bingung, mengapa dia dipanggil?

"Zena doang nih? Gue nya enggak?" tanya Zega yang dibalas gelengan pelan oleh siswa itu. "Harusnya yang dipanggil tuh gue sama Zena, secara kita kan couple ZenEga."

"ZenEga?" siswa itu mengernyit bingung.

"Iya, Zena dan Zega. Pasangan paling romantis pada abad ke 22," balas Zega dengan alis naik-turun.

ZenEgaWhere stories live. Discover now