Sementara Zega mengerutkan dahinya makin bingung.

"Lo kenal dia?" tanya Zega penasaran.

Galaksi menghela nafas sekali lagi.

"Iya, dia temen mantan gue, atau mungkin lebih tepatnya sahabat," jawab Galaksi singkat.

"Lo ga tau Ga?" Johan menatapnya heran. "Anjir kemana aja lo? tinggal di goa mana?" tanya Johan heboh.

Zega mencebikkan mulutnya sebal sambil meminum kopi susunya.

"Iya gue tinggal di goa hantu sama si buta," balas Zega asal sambil melengos pergi.

"Nah, kenapa si buta mau aja tinggal di goa?" tanya Johan yang tak digubris oleh teman-temannya. "Ya elah kacang."

Johan mendengus seraya memalingkan wajahnya. "Lo tau kacang kan? enak rasanya, gak enak ngerasainnya."

🍁🍁🍁

Abel memandang dirinya di cermin kamarnya dengan ekspresi yang sangat dingin dan sangat terpancar kilatan amarah di matanya. Rasa sakit dari pengkhianatan seseorang yang sangat dia cintai begitu melekat di hatinya.

Jujur di dalam hati kecil nya dia merasa rindu pada seseorang yang sekarang dia benci karena sudah menghajar lelaki yang dicintainya. Namun, gadis itu terlalu membutakan hatinya yang diselimuti oleh cinta dan tak bisa melihat bahwa dia lah orang yang dia butuhkan. Yaitu seseorang sahabat yang selalu bersamanya dari kecil hingga kemarin saat ia membuang nya karena telah membela dan melindunginya.

Abel mengacak rambutnya geram.

"Argh! kenapa gue bodoh sih?!" Abel berteriak histeris di dalam kamarnya sambil menangis. Yang dia butuhkan sekarang adalah ketenangan dan pelukan seseorang yang dia sangat rindu saat ini.

Namun, dia tepis dan kembali berfikir bahwa Zena sudah menyakiti orang yang sangat dia cintai.

"Cinta? Hahaha bullshit!" Abel tersenyum sinis sembari melihat pantulan dirinya di cermin. Gadis yang dulu manis dan lemah lembut kini berubah menjadi gadis yang tak memiliki hati dan perasaan.

Hidup Abel seakan dijungkirbalikkan oleh sebuah rasa yang mengatasnamakan Cinta dan logikanya seolah dipermainkan oleh hati.

Mungkin benar apa kata pepatah. Bahwa Cinta bisa mengubah segalanya, termasuk hati dan logika.

🍁🍁🍁

Zena sudah siap pergi ke sekolah, dia menaiki motornya dengan sedikit santai. Wajah ayu namun berekspresi datar dan dingin itu tercetak jelas di wajahnya. Zena pun mulai menjalankan motornya dan pergi menuju sekolahnya.

Di dalam perjalanan tiba-tiba Zena teringat dengan Abel.  Sungguh Zena ingin sekali bertemu dengan sahabatnya itu. Namun, keadaan yang tak mungkin bisa membawa dia bertemu dan bertegur sapa dengan dengan sahabatnya itu.

Zena menghela nafasnya gusar.

Zena sungguh tak mengerti dengan jalan pikiran Abel, bagaimana bisa dia mencintai seorang pria yang sering menyakitinya.

Pikiran itu kembali membuat Zena tersulut emosi saat mengingatnya. Hatinya kembali panas dan bergejolak.

Zena kembali menepis pikiran itu dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, akhirnya Zena sampai di gerbang sekolah. Zena memperlambat motornya ketika matanya itu tak sengaja melihat Abel yang baru saja keluar dari mobil.

Zena terus menatap Abel hingga Abel berbalik dan menatapnya. Tatapan Zena yang sebelumnya sendu kini berubah kembali seperti biasa, tajam dan dingin. Zena memalingkan wajahnya dan mengarahkan motornya menuju parkiran.

Baru saja Zena turun dari motornya, tangannya langsung diseret paksa oleh seorang gadis yang mempunyai suara melebihi toa masjid. Siapa lagi kalau bukan Rachel?

"Lepasin," ucapan Zena terdengar rendah akan tersirat ancaman.

Namun, bukan Rachel namanya jika dia tidak bisa memaksa Zena.

"Ish! Ikut gue dulu, ini penting Zen!"

Zena hanya bisa mendengus dan mengikuti langkah Rachel yang sangat terburu-buru. Dalam hati Zena ingin sekali memarahi Rachel mengingat kemarin dia meninggalkan nya bersama Zega, namun niat itu Zena batalkan karena dia melihat kerumunan yang memadati koridor kelasnya. Sebelah alis Zena terangkat.

"Itu--"

"Diem!" sergah Rachel cepat dengan telunjuk menempel di bibir. Lalu Rachel mengarahkan jarinya ke arah kerumunan, ah lebih tepatnya seseorang yang berada tepat di tengah kerumunan itu.

Zena yang bingung lantas menatap ke arah yang di tunjuk Rachel. Mata gadis itu membulat ketika seseorang yang dilihatnya itu mengucapkan kalimat yang begitu memuakkan.

"Bel, lo mau gak balikan sama gue?"

Zena mengepalkan tangannya ketika melihat Galaksi yang berjongkok dan menyerahkan sebuket bunga kepada Abel.

Dengan cepat, Zena menerobos kerumunan itu dan menarik kerah baju Galaksi.

Tak disangka-sangka, Zena langsung melayangkan sebuah pukulan keras ke arah Galaksi.

Bugh!

"Bangsat!" maki Zena sambil terus menonjok Galaksi. "Gue udah kasih lo pelajaran dan lo masih gak kapok juga? Hah!" sorot mata Zena tajam dan menusuk menatap Galaksi.

Sedangkan Galaksi yang ditatap seperti itu, hanya terkekeh kecil, sambil lalu mengusap darah dari sudut bibirnya. "Punya hak apa lo atas hidup Abel?!" senyum sinis tertera di bibir Galaksi.

Zena menggeram marah, dan kembali hendak memberikan pukulan pada Galaksi. Namun gerakannya terhenti, saat seseorang lebih dulu menahan tangannya. Zena menoleh, sedikit terkejut melihat Abel lah yang menahan tangannya.

"Abel..."

"CUKUP, ZENA!" mata Abel menatap Zena penuh amarah dan kebencian. "Cukup, buat lo atur di hidup gue selama ini! sekarang lo bukan siapa-siapa gue lagi. Jadi lo gak punya hak! buat atur hidup gue, sesuka hati lo!"

Abel menghempaskan tangan Zena dengan kasar. Kemudian beralih mendekati Galaksi, ditatapnya sendu cowok yang di cintainya itu, seraya mengusap pelan sudut bibir Galaksi yang masih mengeluarkan darah.

"Aku mau balikan sama kamu Gal..." diciumnya pipi Galaksi yang tampak memar. "Sekarang kita ke UKS ya, aku mau obatin luka kamu." Abel tersenyum.

Sementara cowok itu memandang Zena dengan seringai penuh kemenangannya, sebelum ia mengangguk dan menuruti ajakan kekasihnya untuk beranjak pergi dari tempat ini.

Di sisi lain, Zena hanya bisa terdiam dengan amarah yang bergejolak serta rasa kekecewaan di hatinya.

"Gue berhak ikut campur urusan lo karena gue ini SAHABAT LO BEL! GUE GAK MAU LO JATUH KE LUBANG YANG SAMA APALAGI LO HARUS DISAKITIN LAGI SAMA GALAKSI!"

Semua mata menatap Zena yang kini berteriak dan mengepalkan tangan, menahan amarah untuk tidak berlari dan menghajar Galaksi kembali.

Mendengar itu langkah Abel yang sedang memapah Galaksi berhenti. Abel sendiri tak percaya kalau Zena bisa berteriak dengan nada amarah seperti itu di depan umum. Dengan sekuat tenaga Abel menahan air matanya agar tidak menetes.

"Karena lo bukan sahabat gue lagi Zen, ingat itu."

Setelah mengatakan itu, Abel kembali membantu Galaksi untuk berjalan menuju UKS.

"Gue bantuin lo bukan sebagai sahabat Bel," ucap Zena. "Tapi sebagai teman."

Abel tertegun saat mendengar ucapan Zena. Jujur, Abel merasa kalau hatinya sedikit teriris mendengar kata teman dari perkataan Zena. Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah itu kenyataan yang harus Abel terima?

🍁🍁🍁

Halo!

Kami kambek egen ;")

Abel balikan lagi nih sama Galaksi, apa respon kalian? Jawab segokil-gokilnya ya 😂

So? Tunggu kelanjutan ceritanya ya kawan!

See you next part;)

Repost 4 Januari 2023

ZenEgaWhere stories live. Discover now