33. Regret

297 45 22
                                    

"K, kau?! Apa itu benar-benar kau?!" tanya So Eun ragu pada pria yang sudah melangkah menjauh.

Pria itu menghentikan langkahnya lalu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia terkekeh.

"Betapa bodohnya dirimu, Kim-ie. Apa kau baru menyadarinya? Kau sudah melupakanku? Melupakan kenangan kita dulu? Apa ini karena bajingan itu?"

Pria itu menekankan pertanyaan terakhirnya. Ia menghela nafas dengan mendongakkan kepalanya. Ia menoleh namun tidak membalikkan tubuhnya, pandangannya tertuju pada So Eun yang telah ambruk di tempat ia terduduk tadi.

"Neomu mianhae, Kim-ie." gumam pria itu seraya melangkah pergi.

---

Pria itu melangkahkan kakinya gontai, ini bukanlah kemauannya. Yang ia pikirkan hanyalah pembalasan dendam.

Ia terus berjalan menerobos hujan, tidak peduli darah di pakaiannya semakin menyebar karena terkena air hujan. Sesekali ia terkekeh namun tawanya terdengar mengejek, ia benar-benar membenci dirinya sendiri.

"Jika waktu itu kau tidak masuk ke dalam hidupku, mungkin semuanya tidak akan serumit ini. Aku mencintaimu, Kim-ie. Jika aku tidak lagi bisa memilikimu, maka tidak ada seorang pun yang bisa memilikimu. Cause you're MINE."

---

"Oppa kenapa kau membawaku ke tempat sial ini lagi?!" pekik Jiyeon marah.

"Karena aku ingin 'ia' pergi." jawab Jimin lembut.

"Ini tidak akan berhasil." gumam Jiyeon dingin.

Jimin tidak menjawab dan langsung menggandeng Jiyeon memasuki ruang periksa.

"Sudah lama sekali sejak kita terakhir bertemu ya, Nona Jiyeon." sapa seorang psikiater dengan ramah.

"Ya, sebenarnya aku tidak mau lagi datang ke tempat ini." jawab Jiyeon datar.

"Baiklah Nona Jiyeon, berbaringlah dengan santai di ranjang. Aku ingin menanyakan beberapa hal yang mungkin ingin kakakmu ketahui." ujar psikiater seraya menatap Jimin yang sudah mengambil posisi duduk pada kursi yang terletak tidak jauh dari ranjang.

Jiyeon mendengus kesal sebelum akhirnya mematuhi perintah untuk berbaring. Ia menatap langit-langit ruangan bercat putih itu, lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan mata tertutup.

Psikiater berjalan menuju ranjang dengan buku dan bolpoin yang sudah berada di tangannya. Setelah mengambil posisi duduk, psikiater mengusap lembut telapak tangan Jiyeon.

"Kau bisa melakukannya bukan? Aku ingin bicara dengan Nona Park." ucap psikiater lembut.

Kedua alis Jiyeon mulai bertautan, wajahnya terlihat serius. Tak lama kemudian wajahnya kembali datar dan ia membuka matanya sambil berkata "Nona Park sedang tidak ingin bicara.".

---

Kriinnnggg.

Sudah kesekian kalinya telepon rumah di rumah Taehyung berdering namun tidak ada seorang pun yang bisa mengangkatnya. Termasuk So Eun yang masih terbaring di lantai.

Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan Taehyung belum juga berada di rumahnya. Entah cairan apa yang sudah disuntikkan oleh pria misterius itu pada So Eun, tapi cairan itu sepertinya sangat membahayakan, karena sampai detik ini So Eun belum juga tersadar.

---

"Aku sudah menuliskan nomor teleponnya dengan benar tapi kenapa So Eun tidak mengangkatnya?! Bahkan ponselnya pun tidak aktif." gusar pria berambut pirang yang sangat So Eun kenal, Kang Daniel.

MINE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang