14. The Story

214 44 3
                                    

"Ini semua terjadi saat bel telah berdering. Jiyeon terlambat pulang hari itu. Aku tidak merasakan apapun, aku hanya berpikir mungkin saja ia sedang bersama So Eun. Tapi nyatanya hari itu So Eun dan kau tidak hadir secara bersamaan. Aku baru mengetahuinya ketika Jiyeon tak kunjung pulang hingga larut."

Jimin membasahi bibirnya. Nampak jelas ia sedang menahan emosi manakala mengingat kembali kejadian naas yang menimpa adiknya.

"Aku berinisiatif menghubungi nya. Cukup lama ia mengabaikan telepon dariku. Rasa khawatir mulai menyelimuti ku. Akhirnya aku memutuskan untuk melihat apa dia masih di sekolah atau tidak. Sesampainya disana, sekolah sudah sangat sepi. Ku telusuri koridor yang lumayan gelap, mencari kelas Jiyeon sendirian. Tibalah aku di kelas Jiyeon, namun saat aku hendak memasuki ruangan tersebut aku mendengar isak tangis dari ujung koridor. Sesekali suara itu merintih dan meminta pertolongan. Ku akui bulu kuduk ku meremang saat itu."

Jimin menatap lurus seperti sedang menerawang kembali kejadian yang ia alami.

---

"Kenapa kau terdiam? Kau benar-benar melupakannya? Haruskah aku mengingatkanmu tentang kejadian itu?"

Taehyung menatap tajam So Eun yang terlihat shock ketika Taehyung menyinggung tentang ciuman pertama mereka.

"O, oppa sepertinya kepala ku terasa sakit. Aku harus istirahat."

So Eun mencoba menyingkirkan kepala Taehyung dari pangkuannya namun Taehyung menahan agar kepalanya tetap berada disana dengan tatapan yang mengintimidasi So Eun.

"Kau berbohong So Eun. Kau melupakan janjimu padaku." gumam Taehyung pelan.

Secara perlahan Taehyung bangun dari pangkuan So Eun, menatap So Eun sendu lalu hendak pergi meninggalkan So Eun tapi So Eun menahannya. Tangan So Eun melingkar di pinggang Taehyung. Kepalanya bersandar di punggung Taehyung.

"Oppa, jika memang bisa... Aku ingin reinkarnasi menjadi orang lain, agar aku bisa memenuhi janjiku untuk menjadi milikmu."

---

Ketegangan menyelimuti ruang tamu. Daniel terdiam dengan jantung yang berdetak tak normal. Jimin belum juga melanjutkan ceritanya, ia tampak sedang berdebat dengan batinnya. Mungkin ia enggan menceritakan ini.

"Jim, jika kau tidak bisa menceritakannya tak apa. Aku mengerti."

Jimin menggeleng.

"Tidak, aku bisa menceritakannya."

Daniel menatap Jimin khawatir. Lalu Jimin mengangguk sambil tersenyum yang terkesan dipaksakan.

"Aku berniat untuk berlari tadinya. Aku takut karna ku pikir itu hantu. Namun ketika aku melangkahkan kakiku, suara itu menjerit hingga menggema di seluruh koridor. Jeritan yang membuat ku menghentikan langkahku. Ya, itu jeritan Jiyeon. Aku segera berlari ke arah datangnya suara tersebut. Bisa ku dengar suara langkah kaki seseorang yang ku duga adalah si pelaku, dia melarikan diri tepat ketika aku tiba disana. Aku ingin mati rasanya ketika melihat keadaan Jiyeon saat aku menemukannya."

Mata Jimin berkaca-kaca, dadanya naik turun susah payah menahan emosi yang telah memuncak. Tangannya mengepal layaknya ingin meninju si pelaku. Setelah mengambil nafas panjang, ia melanjutkan.

"Seragam Jiyeon telah penuh dengan darah, di perutnya terdapat luka tusukan yang cukup dalam. Seluruh tubuhnya dipenuhi sayatan-sayatan benda tajam. Dan yang paling membuatku ingin membunuh si pelaku adalah ia mengiris telinga adikku dan membawanya pergi."

Jimin mulai menitikkan air mata, emosinya sudah berada di puncaknya dan bisa meledak kapanpun.

Daniel mencoba menenangkan Jimin dengan mengelus pelan punggungnya. Pikirannya benar-benar kacau. Ia mengingat kembali ucapan Sangyeob yang mengatakan bahwa di kolong meja So Eun terdapat kotak berisi telinga. Itu sungguh telinga Jiyeon!

---

"Jika kau memang menyayangi ku. Bisakah kau menciumku sekarang?"

Suasana menjadi hening sejenak. Mereka tetap pada posisi yang sama, back hug.

"Apa rasa sayang hanya sebatas mencium?"

Taehyung terkekeh mendengar pertanyaan So Eun.

"Kau menyukai pria itu? So Eun kumohon katakan sejujurnya, agar aku bisa melupakan perasaan bodoh ku ini terhadapmu."

So Eun mempererat pelukannya, menenggelamkan wajahnya pada punggung Taehyung.

"Tidak, aku tidak menyukainya."

Taehyung melepaskan tangan So Eun yang melingkar di perutnya lalu berbalik. Kini mereka saling berhadapan. Taehyung terus menatap So Eun, tapi So Eun tidak sedikitpun memiliki keberanian untuk membalas tatapan Taehyung.

"Katakan sekali lagi. Kali ini katakan itu dengan menatap mataku."

So Eun meneguk saliva nya berat. Perlahan ia menaikkan pandangannya, mendongak agar dapat menatap mata Taehyung. Wajah Taehyung datar, menunggu So Eun mengucapkan kalimatnya.

Air mata mulai menggenangi mata So Eun. Bibirnya bergetar mencoba agar tidak mengeluarkan suara isak tangis. Ia pun menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Kalimat itu keluar dari mulut So Eun.

"Aku berbohong. Jadi berhentilah mengejarku. Carilah wanita yang bisa membuat kisah cinta yang normal denganmu. Sadarlah, aku adikmu. Lupakan kejadian dan perkataan ku saat SMP. Dan cobalah menerima kenyataan meskipun pahit."

So Eun berlalu meninggalkan Taehyung yang mematung.

Taehyung tersenyum dengan setetes air mata yang keluar dari mata indahnya.

"Terima kasih telah membangunkan ku, Kim So Eun."

Tbc.
Dont be siders, lemme see the vomment ^^

MINE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang