5. Her Tears

419 67 3
                                    

Cahaya mentari menyusup diantara celah tirai yang masih menutup jendela. Menyinari wajah Taehyung yang masih terlelap. So Eun telah pergi pagi-pagi sekali karna ingin melihat air mancur bersama Daniel. Ia menempelkan sticky note di lampu tidur kamarnya. Yup, semalam Taehyung tidur bersama So Eun di kamar So Eun, hal yang wajar untuk seorang kakak-adik. Taehyung mulai terbangun dari tidurnya, matanya menyipit kala sinar mentari menyapa nya. Ia menggeliat dan menguap khas orang yang baru bangun tidur. Tangannya meraba kasur, berharap menemukan So Eun yang masih terlelap dengan piyama manisnya. Dengan mata yang masih menyipit dan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih, ia menoleh ke belakang karna tidak menemukan sosok So Eun. Matanya terbuka sepenuhnya saat ia sadar bahwa So Eun sudah tidak berada disana. Ia mencari ke setiap sudut ruangan, lalu pandangannya berhenti pada lampu tidur So Eun.

Mian, aku sudah ada janji dengan temanku jadi aku berangkat lebih awal. Aku sudah memasak untukmu, makanlah dan tunggu aku pulang ❤

Taehyung tersenyum miring. "Aku tidak membutuhkan tanda hati ini So Eun. Aku membutuhkanmu.". Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya berat. Mengusap ranjang tempat So Eun berbaring semalam, menatapnya sendu. "Aku tidak lagi menjadi satu-satunya untukmu sekarang, cih bodoh sekali kau Taehyung! Ini semua salahmu!". Taehyung memaki dirinya sendiri.

---

"Wahhh... Daniel lihat itu! Indah sekali."

So Eun menepuk-nepuk lengan Daniel tiap kali melihat air mancur yang mengeluarkan air dengan bervariasi. Daniel hanya bisa tersenyum dan tertawa melihat tingkah So Eun layaknya anak kecil yang pertama kali melihat air mancur.

So Eun membuka mulutnya ketika salah satu air mancur terbesar memuntahkan air hingga tinggi. Kepala So Eun bahkan mengikuti arah air yang di keluarkan. Melihat So Eun yang begitu terpesona, Daniel menahan tawanya sambil menutupi wajahnya yang memerah.

---

So Eun melangkahkan kakinya dengan berat, kepalanya tertunduk. Berbeda jauh saat di taman tadi, ia menatap ke arah sepatunya dan menekuk wajahnya. Daniel berhenti didepannya, yang membuat So Eun menabrak tubuh Daniel. So Eun terkejut dan mendongak untuk menatap wajah Daniel. Daniel menaikkan kedua alisnya seolah berkata ada apa?. So Eun hanya menggeleng dan memberikan senyum yang kesannya dipaksakan. Daniel pun memegang kedua bahu So Eun dan menunduk sehingga wajah mereka sejajar. Cukup lama mereka saling tatap, sampai akhirnya setetes air mata turun membasahi pipi So Eun. Mata Daniel membulat, lalu reflek menghapus air mata So Eun.

"Ada apa So Eun? Apa kau sakit?". Daniel bertanya dengan penuh rasa khawatir.

"T... Tidak, a... Aku merindukan i... Ibuku."

So Eun menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis sesegukan sambil menyebut-nyebut ibunya. Daniel merasakan nyeri di dadanya. Air mata So Eun adalah hal yang paling Daniel hindari. Melihat So Eun menangis di depannya membuat Daniel merasa bahwa ia tidak mampu menjaga So Eun dengan benar, ia gagal menjadi moodmaker untuk So Eun. Daniel sudah tidak tahan melihat So Eun yang terus menangis, tanpa buang waktu So Eun sudah berada dalam dekapan hangat Daniel. Daniel mengusap-usap kepala So Eun berharap So Eun berhenti menangis. Dan berhasil, setelah agak lama So Eun pun berhenti menangis meskipun masih sesegukan.

---

Daniel menyodorkan sebuah es krim ke arah So Eun. So Eun menggeleng lemah. Matanya sembab dan hidungnya semerah tomat. Daniel duduk disampingnya. Mengusap punggung tangan So Eun dan menggenggam nya.

"Uljjima, jebal So Eun-ah." ucap Daniel yang terdengar seperti berbisik.

Tringgg.

Ponsel So Eun berdering. Nomor tak dikenal yang semalam mengirimkan pesan, kembali mengirimkan pesan.

You're tears are my pain.

So Eun memasang wajah bingung, begitupun Daniel. Daniel mengangkat kedua alisnya penasaran dengan sosok dibalik pesan itu. Namun jawaban So Eun hanyalah menggeleng dengan kedua bahunya terangkat.

"Aku tidak tau dia siapa. Semalam saat aku bersama Tae oppa pun dia mengirimkan ku pesan, tepat setelah aku menangis sama seperti sekarang. Tae oppa menyuruhku mengganti nomor karna takut kalau dia adalah stalker ku. Tapi aku menolaknya karna kurasa ini hanya pesan biasa."

Setelah mendengar penjelasan So Eun, Daniel mengangguk dan kembali menyodorkan es krim untuk So Eun makan. Kali ini So Eun menerimanya dan mulai melahapnya. Daniel tersenyum karna itu pertanda bahwa So Eun telah kembali ceria.

---

Jam masuk sekolah sudah terlewat jauh, mereka berdua memutuskan untuk membolos.

"Kakakmu datang berkunjung?"

So Eun menggangguk kecil. Angin lembut menerpa rambut halusnya, sinar mentari pagi menyinari wajah cantiknya.

Bidadari. Batin Daniel berbicara. Jantungnya berdegup kencang membuatnya salah tingkah, wajahnya bersemu merah.

"Aku ingin pulang saja." gumam So Eun. Daniel yang sedang menenangkan jantungnya pun menoleh cepat.

"Kau yakin? Bagaimana jika kakakmu marah?"

So Eun tersenyum. "Taehyung oppa tidak pernah marah padaku. Dia adalah pria terbaik di hidupku."

Deg.

Entah kenapa mendengar ucapan So Eun membuat Daniel merasa kalah. Kalah telak dari seseorang bernama Kim Taehyung.

---

Taehyung sibuk dengan laptopnya. Membuka browser untuk mengetahui berita hangat pagi ini. Aroma teh menyelimuti ruang makan. Secangkir teh hangat ia buat untuk menemani paginya.

Wajah datarnya seketika berubah saat membaca salah satu judul artikel.

"Ditemukan mayat seorang gadis berseragam SMA mengambang di Sungai Han."

Setelah mengklik artikel tersebut, betapa terkejutnya ia karna tidak hanya satu tapi berderet berita tentang pembunuhan gadis-gadis remaja bertebaran disana.

Ia menutup laptopnya kasar, satu nama langsung muncul di benaknya. Nama seorang gadis yang sangat ia sayangi.

Kim So Eun.

Tbc.
Udah mulai masuk ke konflik ya biar kalian ga bosen bacanya hehe.
Keep vomment guys! Supaya aku semangat lanjutinnya^^

MINE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang