"Waaah," aku bergumam heran, menatapnya curiga.
Tapi dia kelihatan serius, mungkin sudah bosan karena disini hampir dua jam.

"Hm... sebentar," Jaemin memicingkan mata sambil menatapku.

"Hehㅡ mau apa?" tukasku saat dia menarik leherku mendekat.

Si tengil ini malah cengengesan.
"Mau apa hayo?" dengan jahil matanya mengarah ke bibirku.

"Jaeminㅡ ini banyak orang lohㅡ"

"Terus kenapa?"

"Janganㅡ anuㅡ kamuㅡ"


Kalimatku terputus karena Jaemin menempelkan lipbalm di bibirku.
"Shhh... jangan bawel. Kata coach-ku kalau musim dingin harus banyak minum biar bibir dan kulit nggak dehidrasi. Kamu kurang minum ya?"

Aku membeku di tempat. Bingung harus mengumpatnya atau berterimakasih saat melihat Jaemin tersenyum lebar sambil menatap hasil karyanya.

"Karena itu lipbalm bekas aku, jadi kita ciuman nggak langsung."

"Heh..."

"Kenapa? Maunya yang langsung?"

"Awas ajaㅡ"


Ancamanku lemah, tapi Jaemin tersenyum puas sambil menjauh. Ia kembali menghadap ke Tsubaki Sawabe di layar tablet.
"Sorry, lupa ㅡaku nggak akan ganggu lagi biar cepet selesai."

"Nah, bagus," aku menghela nafas lega lalu mulai melanjutkan essay panjang tentang sociopath.


Agak mengerankan sih karena Jaemin benar-benar tidak menggangguku lagi. Sesekali aku meliriknya, masih anteng menumpukan dagu di atas lengan yang terlipat sambil menonton anime.

Diam-diam aku jadi agak merasa bersalah karena waktu luang Jaemin yang tidak banyak malah dihabiskan untuk hal membosankan begini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Diam-diam aku jadi agak merasa bersalah karena waktu luang Jaemin yang tidak banyak malah dihabiskan untuk hal membosankan begini. Tapi bagaimana lagi, deadline tugas kuliahku juga tidak bisa diganggu gugat.



















"Aku udah selesai," ujarku sambil meregangkan badan lalu mulai merapikan laptop dan kertas-kertas yang berserakan. "Jaemin?"


Tidak ada jawaban, Jaemin tetap memunggungiku. Aku berjalan mendekat, ke sisi yang menghadapnya ㅡternyata dia tidur.

Jaemin kelihatan lelah (dan menggemaskan), aku tidak tega membangunkannya yang tampak pulas. Tapi saat melirik jam dinding besar di ujung ruangan, jarum menunjukkan jam tujuh. Dan jam sembilan malam Jaemin harus sudah kembali ke habitatnya ㅡtadi dia bilang begitu.


"Jaemin, bangun," aku mengguncang bahunya pelan.

Mata Jaemin terbuka lemah dan perlahan, jelas masih mengantuk. Dia mengerjap lalu menegakkan punggung, sepertinya sudah biasa dibangunkan paksa.

Vacancy ✔ [revisi]Where stories live. Discover now