4. Salah Tingkah

Beginne am Anfang
                                    

            "Nggak apa-apa, kak. Taro sini aja bukunya." Daryl menyodorkan tumpukan buku di tangannya, lalu Adel meletakan buku-buku yang ia pegang di atas tumpukan buku itu.

            "Sekali lagi, maaf ya," ujar Adel kikuk.

            "Nggak apa-apa. Seharusnya saya yang minta maaf. Kamu nggak apa-apa?"

            Duh kenapa pake ditanyain, sih. Udah tau aku orangnya baperan. "Nggak, saya nggak apa-apa."

            Daryl mengangguk. "Sekali lagi maaf ya, kak, udah mengganggu kenyamanannya."

            Adel tersenyum dan mengangguk, lalu ia langsung melipir ke tempat lain. Daryl menoleh ke arah Adel melangkah, sampai gadis itu benar-benar tidak terlihat dari pandangannya.

            Adel menghela napas panjang dengan lega. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dari Daryl dengan buku-buku yang ada di hadapannya. Ia mengambil buku Red Queen terlebih dahulu. Entah, ia takut kehabisan.

            Ia pun pergi ke buku bacaan untuk anak-anak. Ia mengambil tiga buku berjudul Cerita Anak Pemberani, Kura-Kura, dan Dongeng Kancil dan Sahabat Rimba. Adel tersenyum melihat buku-buku itu. Semoga anak-anak pada suka, deh.

            Adel rasa sudah cukup buku yang harus ia beli. Ia pun berjalan menuju kasir, namun ia berhenti di bagian buku non-fiksi begitu melihat buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? Ia tersenyum, dan tertarik pada buku tersebut. Ia pun memutuskan membeli buku itu dengan uang jajannya yang benar-benar sudah menipis. Ah, nanti minta Mama ganti, deh. Kan buku ini penting. Batin Adel.

            Adel merasa kerepotan dengan tumpukan buku yang ia beli. Ia lupa mengambil tas belanja karena sehabis bertubrukan dengan Daryl. Tapi untungnya begitu ia memutarbalikan badan, ia mendapatkan Daryl dengan tas belanjaan yang sudah cowok itu buka.

            "Masukin sini aja," ujar Daryl. Adel tersenyum lalu memasukan buku-bukunya ke dalam tas belanja yang Daryl pegang.

            "Makasih banyak, ya. Kayaknya dari kemaren saya repotin kamu terus." Adel terkekeh. Gadis itu tidak menyangka ia bisa berbicara cukup panjang seperti itu. Biasanya pada pelayan sebuah toko, ia hanya mengucapkan sebatas terima kasih. Apalagi kalau dilayani sama cowok tampan seperti Daryl, bicaranya akan jauh semaki irit karena salah tingkah.

            Daryl juga terkekeh. "Gak apa-apa. Kan tugas saya sebagai pekerja di sini melayani customer."

            Adel tersenyum, meraih tas belanja yang ada di tangan Daryl. Daryl melempar senyum pada Adel lalu pergi ke arah lain. Adel tak dapat menutupi senyumnya yang sangat lebar kali ini.

            Adel melepas kaca mata yang bertengger di wajahnya dan memasukannya ke dalam kotak kaca mata di dalam tas. Adel selalu mengenakan kaca mata saat membaca, walaupun hanya membaca sinopsis di setiap buku yang ia beli. Ia tidak mungkin membeli buku tanpa membaca sinopsisnya terlebih dulu.

            Gadis itu akhirnya sampai di depan kasir. Akhirnya, ia tiba di kasir pertama kali tanpa mengantre karena memang hanya ia pengunjung yang ada di toko itu. Namun Adel semakin bingung karena tidak ada siapapun yang menjaga kasir. Apa aku yang terlalu kepagian, ya?

            "Misi?" tanya Adel dan memang tidak ada siapapun di sana. Adel menatap sekeliling, mencara salah satu pelayan yang ada di dekatnya.

            Saat itu Daryl sedang berbincang dengan rekannya, Angga. Melihat Adel celingak-celinguk di kasir, Angga langsung mencolek Daryl. "Eh eh, kasir kosong tuh. Si Intan mana, deh?"

            Daryl menoleh. Matanya melebar melihat Adel menunggu. Kalau Pamannya tahu, pasti Pamannya marah. Tanpa berkata apa-apa, Daryl langsung yang mengganti posisi temannya.

            "Maaf, kak," ucap Daryl dengan napas tak beraturan. Daryl mengambil tas belanjaan Adel.

            "Iya, nggak apa-apa," jawab Adel lalu merogoh tasnya untuk mencari dompet. Daryl berhenti melihat dongeng anak-anak dan juga buku untuk mengajar. Daryl melirik ke arah Adel yang masih fokus dengan tasnya. Daryl pikir, selain membaca, Adel gemar memasak karena kemarin ia membeli buku-buku masak. Tapi sekarang ia bingung mengapa Adel membeli buku seperti ini.

            Oh, kayaknya buku ini disuruh Mamanya kali, ya? Kayaknya Mamanya cewek ini guru.

            Adel sudah tidak fokus pada tasnya, dan kini menatap Daryl. Cowok itu langsung membuyarkan pikirannya. Urusan Adel sama sekali bukan urusannya.

            "Dua ratus lima ribu, kak."

            Adel memberikan kartu debit miliknya. Ia sengaja tidak ingin menggunakan uang cash, supaya tidak teledor lagi.

            "Ini," ucap Daryl seraya memberikan kartu debit milik Adel, struk belanja, dan uang sebelas ribu. Dahi Adel berkerut melihat lembaran uang di sana.

            "Uang apa ini, Mas?" tanya Adel seraya menerima yang diberikan Daryl.

            Daryl terkekeh. "Kemaren kamu lupa ambil uang kembali, kan?"

            Adel tersenyum tiga jari. Hal ini setidaknya bisa membuat imejnya terlihat lebih baik di depan Mamanya. "I-Iya. Aduh, makasih banyak, ya."

            "Sama-sama. Lain kali jangan begitu. Di toko lain belum tentu mau kasih kembalian yang lupa kamu ambil."

            Adel berusaha menutupi senyumnya. Entah mengapa suara lembut Daryl membuat dirinya lebih tenang. "Iya, makasih ya."

            "Terima kasih kembali." Adel tersenyum lalu mengambil kantong belanjaannya. Daryl tersenyum melihat Adel sampai gadis itu tidak terlihat lagi dari pandangannya.

****

minta vommentnya ya! makasih banyak buat yang udah luangin baca cerita ini:) ehehhee

Untold FeelingsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt