Genep Puluh Genep

2.1K 157 27
                                    

***Happy Reading gengs***

Hai teman-teman... ii lagi seneng nih soalnya hp ii udah kembali ke sedia kala meskipun gak 100%, tapi gak papa, alhamdulillah jadi sekarang gak ngaret nyelesei cerita ini. hehe... buat kalian yang udah bosen sama cerita ini, tenang aja sekarang diusahain gak bakal ngaret. Diusahain ya bukan pasti.

Part ini panjang loh jadi vommentnya harus banyak.

***

Hari ini gue udah siap-siap untuk ngajar di SD bareng Aas dan Mingyu. Di desa ini ada tiga SD jadi setiap anggota dibagi-bagi lagi dalam kelompok kecil untuk ngajar di SD yang ada di sini. Gue kebagian sekelompok sama Aas dan Mingyu, kelompok berikutnya di isi oleh Asa, Kakak Intan, dan Nyim, dan kelompok terakhir diisi oleh Taeyong, Teh Aida, Jaehyun, dan Teh Ulfa. Taeyong sempet sedih gara-gara gak satu tim sama Kakak Intan tapi untungnya dia bisa mengikhlaskanya.

"Teteh..." Teriak Rola yang sedang main kejar-kejaran sama Adila dan Lulu.

"Hei hati-hati lari-larian teteh-teteh cantik nanti jatuh." Kata gue memperingati tapi ketiga gadis cilik berumur 7 tahun itu malah semakin kencang berlari.

Mereka bertiga berlari menghampiri gue lalu memeluk gue membuat hati gue menghangat karena setelah dua minggu ngajar di sini membuat anak-anak akrab sama gue. Dan diantara sekian banyak anak-anak yang akrab sama gue, Rola dan Bian adalah dua anak yang paling nempel sama gue. mereka berdua sering rebutan untuk mendapat perhatian gue yang membuat gue begitu senang karena ternyata banyak anak-anak yang menyukai gue.

Awalnya gue bingung kenapa Bian bisa nempel banget ke gue, mungkin karena gue suka mendengarkan saat dia bicara sekalipun menurut teman-teman gue yang lain omongan Bian itu kebanyakan bikin kesel. Kata suami gue ketika anak-anak sedang bercerita pada kita, perhatikan dia dan berikan sambutan yang antusias agar mereka merasa senang dan dianggap oleh kita. Dan itu terbukti, seorang anak yang nakal seperti Bian pun akhirnya mau mendengarkan kata-kata gue.

"Selamat pagi Teteh Anna..." Kata mereka bertiga.

"Pagi juga cantik-cantikku..." jawab gue sambil ngelus rambut ketiganya.

"Teteh sekarang ngajar lagi di kelas satu kan?" Tanya Rola ke gue dengan nafas yang terpotong-potong karena kecapean.

"Iya sekarang Teteh ngajar di kelas satu lagi."

"Asiiiik..." Rola dan kedua temannya langsung bersorak gembira.

Tidak lama kemudian bel tanda masuk pun berbunyi dan gue segera menyuruh anak-anak kelas satu untuk berbaris. Gue tidak bisa berhenti tersenyum saat melihat anak-anak begitu antusias untuk berbaris dan sebagaian bahkan ada yang salaman dulu ke gue padahal nanti pas masuk kelas akan salaman sama gue.

"Teteh... tuh liat kuku Bian udah bersih..." Kata Bian tiba-tiba yang keluar dari kelas paling belakangan.

Anak laki-laki bertubuh subur itu memamerkan jari tangannya yang sekarang kukunya sudah terpotong rapi tidak seperti kemarin. Gue mengulas senyum senang karena Bian kembali mendengarkan nasehat gue untuk memotong kukunya.

"Waaah... iya... sekarang kuku A Bian jadi bagus banget." Puji gue sambil mengelus punggungnya.

Kata dosen gue, anak-anak itu butuh pujian agar mereka lebih rajin dan bersemangat lagi dalam menjalankan tugasnya. Saat anak-anak melakukan kesalahan kita jangan langsung menghakimi apalagi langsung membentak. Sebaiknya berikan apresiasi kita terhadap apa yang mereka kerjakan, lalu kalau mereka keliru beritahu mereka dengan halus dan tetap berikan mereka pujian atas pekerjaannya. Dan yah pada kenyataanya praktek seperti itu susahnya minta ampun karena langkah pertama adalah mengalahkan ego kita dulu.

Dosen RESE (ISLY) ✔ [Masa Revisi]Where stories live. Discover now