Benar sekali. Aku menghenyakkan diri dengan kesal di sandaran kursi. Seperti dipermainkan takdir ㅡkenapa kemampuanku harus hilang begitu saja?

"Alice, sebenarnya aku punya teori. Tapi aku takut kamu nggak percaya," kata Livia ragu-ragu.

"Teori?"

"Tentang makhluk itu..."

"Okay, apa?"

"Mundur jauh ke belakang dulu, keluarga orangtuaku masih percaya ilmu hitam dan sejenisnya. Semacam sekte di benua Amerika atau Eropa yang menganut illuminati atau freemason demi kesuksesan. Tapi di negara kita beda ㅡwell, aku nggak tau mendalam karena nggak tertarik."

Aku menyimak dengan seksama.

"Lucifer itu anak kesayangan ibuku, dia nggak terima waktu Lucifer tewas di kecelakaan bus. Dia anggap ramalan itu beneran terjadi dan nggak lama kemudian dia sakit. Sebelum meninggal dia kasih liontin yang dulu aku rusak itu, dan nggak berapa lama arwah Lucifer muncul..."

Dengan dahi berkerut aku mencerna setiap kata dengan baik.

"Cuma spekulasi, tapi kayaknya dulu ibuku menjual jiwanya ke iblis. Sebagai gantinya, Lucifer bisa hidup lagi asalkan punya tubuh pengganti ㅡdengan bantuan iblis."

"What?" aku menginterupsi. "Kenapa kamu bisa punya dugaan semacam itu?"

Livia menghela nafas.
"Aku udah bilang waktu itu, demonology ㅡilmu tentang iblis. Tapi bukan memuja iblis, okay? Ini beda," jawabnya. "Aku... aku cuma penasaran kenapa aku bisa terpengaruh dan gimana cara kerjanya, that's all."

"Oke, aku percaya," ujarku. "Terus sekarang apa? Bukannya harusnya makhluk itu udah musnah ya?"

"Itu dia masalahnya," ekspresi Livia berubah semakin suram. "Aku pernah bilang sebelumnya, sifat iblis itu pendendam kan?"

Aku mengangguk kaku.

"Kita yang merusak dia, Alice ㅡliontin itu. Dan malam itu, Na Jaeyoon... dia sengaja menabrakkan diri secara nggak langsung ke iblis sialan itu. Aku takut ternyata jiwa Jaeyoon dimanfaatkan iblis sebagai rumah barunya. Sama seperti kasus Lucifer sebelumnya."

Serta merta aku berjengit ngeri.
"No," aku menggeleng kalut. "Please, aku harap kamu nggak yakin tentang hal itu."

"Seandainya aku bisa nggak yakin," tukas Livia. "Spekulasi selanjutnya, iblis sialan itu pasti dendam. Dan aku rasa sasarannya bukan aku, tapi kamu atau Jaemin."

"Kenapa?"

"Mungkin karena dia tau, aku udah nggak punya siapapun yang berarti di dunia ini selain Lucifer," jawab Livia. "Keturunan perempuan di keluargaku nggak terlalu diperhatikan. Penganut misoginis."

"Jadi maksudnya, mungkin iblis itu bersatu dengan serpihan jiwa Jaeyoon dan sekarang ada di sekitar Jaemin untuk balas dendam ke aku ㅡatau kamu, atau Jaemin, gitu?" tanyaku.

"Kemungkinannya gitu," Livia mengerutkan dahi. "Tapi aku harap itu cuma sekedar spekulasi."

Aku jadi ingat beberapa hari yang lalu aku hampir mati hanya karena tutup botol. Apa ini semua ada hubungannya?

"Tapi," Livia melanjutkan. "Sejauh ini kayaknya dia nggak bisa melakukan apa-apa karena Jaemin nggak inget tentang kamu."

"I don't get it..."

"Jadi maksudnya dia nggak bisa mempengaruhi isi kepala Jaemin karena nggak ada ingatan istimewa di kepalanya tentang kamu," jelas Livia. "Tapiㅡ sebentar, kamu bilang kadang dia kayak yang inget tapi bingung kan?"

Vacancy ✔ [revisi]Where stories live. Discover now