Apa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan?
Bagi Taeyong, ini hanya peran.
Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan-
sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri.
Between the Lines membawa kit...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Waktu berlalu seperti langkah pelan yang tak terdengar.
Dari mual-mual kecil yang dulu menyambut pagi, kini perut Taeyong mulai bulat sempurna—menyimpan kehidupan yang tak sabar bertumbuh. Rumah mereka berubah perlahan, dari tempat berlindung dua orang yang saling mencintai, menjadi ruang yang bersiap menyambut satu jiwa baru.
Sudut-sudut rumah kini tak lagi kosong. Ada kalender besar yang tertempel di lemari es, tiap dua minggu ditandai warna kuning dengan tulisan tangan Jaehyun—kontrol dengan Ten. Di rak dapur, tersusun rapi berbagai kotak susu ibu hamil yang mulai dikoleksi Jaehyun sejak mereka pulang dari Busan.
“Aku beli semua varian rasa, jadi kalau satu tidak cocok, kita coba yang lain.” katanya waktu itu.
Kini, beberapa rasa sudah dicoret dari daftar karena membuat Taeyong mual. Tapi cokelat tetap bertahan.
Di kamar mereka, botol minyak oles kehamilan, vitamin, dan stiker-stiker lucu bertuliskan ‘Baby on Board’ mulai mengisi meja kecil di samping tempat tidur. Bahkan satu rak baru dipesan Jaehyun, bukan untuk perlengkapan bayi, tapi untuk semua buku tentang kehamilan dan parenting yang mulai menumpuk di ruang tamu.
Jaehyun tidak lagi menghitung minggu. Ia mulai menghitung gerakan kecil yang beberapa kali diceritakan Taeyong dengan mata berbinar.
“Aku rasa tadi malam dia bergerak,” ucap Taeyong suatu kali dengan suara setengah bingung, setengah gemas. “Tapi rasanya… seperti ada kupu-kupu menepuk dari dalam.”
Sejak saat itu, Jaehyun jadi lebih sering memandangi perut Taeyong. Ia belum merasakan apa-apa, tapi ia percaya, dan ia menunggu dengan sabar.
Pagi itu, rumah terasa tenang.
Taeyong duduk di meja makan sambil menyendok bubur hangat perlahan, sementara Jaehyun sibuk di dekat lemari sepatu mencari sneakers yang cocok untuk kontrol ke rumah sakit.
“Kau mengatur ulang lagi?” tanya Taeyong curiga, melihat Jaehyun yang berjongkok di depan rak.
“Aku hanya memindahkan sandal ke rak paling bawah. Supaya kau tidak perlu menunduk.” Jaehyun berdiri dengan sepasang sneakers putih di tangan.
“Aku hanya memindahkan sandal rumah ke rak paling bawah. Supaya kau tak perlu menunduk terlalu lama.” Jaehyun akhirnya berdiri, membawa sepasang sneakers putih yang biasa dipakai Taeyong ke rumah sakit. “Yang ini masih cukup longgar, bukan?”
Taeyong tertawa pelan, “Kau tahu aku bisa pakai sandal biasa, kan?”
“Aku tahu,” balas Jaehyun sambil berjongkok dan membantu Taeyong mengenakannya, “Tapi aku juga tahu kau suka terlihat rapi saat bekerja. Dan hari ini kau harus makin bersinar, karena kita akan melihat wajah anak kita lagi.”
Taeyong menatap suaminya sebentar—mata Jaehyun penuh perhatian dan kesungguhan yang tak pernah berubah sejak hari pertama.