Chapter 18

234 22 2
                                        

Beberapa menit kemudian, Taeyong sudah berdiri di depan ruang kerja Ten

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Beberapa menit kemudian, Taeyong sudah berdiri di depan ruang kerja Ten. Ia mengetuk pelan dan membuka pintu yang langsung menampilkan sahabatnya yang sedang duduk santai di sofa kecil pojokan.

“Aku ingin bicara.” Kata Taeyong dengan nada lirih dan Ten langsung berdiri. Tak butuh penjelasan lebih.

Tak lama kemudian, Doyoung datang menyusul.

Suara pendingin ruangan berdengung halus, hampir tak terdengar di antara keheningan yang menggantung setelah Doyoung menutup pintu. Taeyong duduk di sofa kecil di sudut ruangan, menggenggam cangkir kopi yang tadi disodorkan Ten tapi bahkan belum disentuhnya. Ten dan Doyoung duduk di hadapannya, menunggu, tak mendesak, hanya menunggu dengan sabar seperti dua sahabat yang tahu luka tak selalu harus ditarik paksa untuk diobati.

Ia akhirnya mendongak, menatap kedua sahabatnya. “Sejak beberapa malam terakhir, pikiranku semakin kacau. Karena Jaehyun semakin tidak menahanku. Dia bilang, kalau aku memang mulai menyukai Mingyu, dia tidak keberatan. Asal tidak sampai ke telinga orang tua kami. Dia bilang itu dengan begitu tenang, tapi aku tahu… aku tahu itu bukan ketenangan yang nyata.”

Taeyong menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya lambat. “Aku bingung. Tentang semuanya. Tentang Mingyu, tentang Jaehyun, tentang diriku sendiri. Rasanya seperti… ada dua sisi dari diriku yang saling menarik. Satu ingin tahu, apa yang bisa terjadi kalau aku membiarkan diriku jatuh. Dan satu lagi… tidak mau kehilangan seseorang yang selama ini menjadi satu-satunya tempatku pulang.”

Jeda sebentar lalu Taeyong melanjutkan, dengan suara yang terdengar sangat pelan.
“Sampai kemarin, aku hampir melewati garis itu.”

Ten mengernyit kecil, tapi tidak memotong.

“Aku hampir… membiarkan Mingyu menyentuhku lebih dari yang seharusnya.”

Doyoung diam, tapi tubuhnya sedikit menegang. Tatapannya tajam, namun tetap menahan diri.

“Setelah sesi konsultasi berat, dia mengajakku ke rooftop, katanya untuk mencari udara. Waktu itu… aku sedang lelah. Bukan hanya karena pasien, tapi semuanya. Diriku sendiri pun terasa terlalu berat.” Lanjut Taeyong, suaranya kini sedikit bergetar.

“Dan di sana, dia bicara… dengan nada yang begitu lembut. Tangannya menyentuh wajahku dan aku membiarkan. Bahkan… aku nyaris—” Taeyong terhenti, rahangnya mengatup erat, tangan yang memegang cangkir ikut bergetar.

“Aku nyaris membiarkan semuanya terjadi. Tapi… di detik terakhir, wajah Jaehyun muncul di kepalaku.”

Ia menunduk, menatap kosong ke dalam cangkir. “Entah kenapa, justru dia yang muncul. Dan itu cukup untuk menyadarkanku.”

Ten menghela napas perlahan. “Lalu?”

“Aku menolak Mingyu. Lalu aku pergi… dan langsung menelpon Jaehyun. Aku memintanya menjemputku dan dia datang. Segera.”

Between The Lines (JAEYONG)Where stories live. Discover now