Apa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan?
Bagi Taeyong, ini hanya peran.
Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan-
sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri.
Between the Lines membawa kit...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Cahaya pagi yang menyelinap masuk dari celah tirai jendela terasa menyilaukan saat kelopak mata Jaehyun mulai terbuka perlahan. Kepalanya berat, berdenyut seperti habis dihantam ribuan batu kecil. Lidahnya kering, tenggorokan nyaris tak bisa menelan. Ia mengerang pelan, menutup mata kembali sejenak sebelum mencoba duduk.
Tempat ini bukan kamarnya. Dan detik berikutnya, kepalanya langsung mengingat malam tadi. Bar. Johnny. Yuta. Tangisan. Dan Taeyong.
Jaehyun menghela napas panjang, telapak tangan mengusap wajahnya yang terasa kusam dan penuh beban. Ia belum sempat meraih ponselnya ketika suara langkah pelan terdengar dari arah dapur. Tak lama, Yuta muncul membawa segelas air dan satu butir obat penahan sakit.
“Minum ini dulu.” ucap Yuta pelan, tanpa basa-basi.
Jaehyun menatapnya sejenak, lalu menerima gelas itu tanpa berkata apa-apa. Satu tegukan, dua, hingga habis.
Johnny muncul tak lama setelahnya, rambutnya berantakan seperti baru bangun. Ia bersandar di dinding, menatap Jaehyun dengan sorot mata yang lelah tapi penuh kepedulian.
“Bagaimana kepalamu?” tanya Johnny.
“Seperti habis ditabrak truk.” gumam Jaehyun, berusaha tersenyum tipis tapi gagal.
Yuta duduk di sampingnya, menatap Jaehyun yang masih belum benar-benar pulih, bukan hanya secara fisik tapi juga emosional.
“Taeyong menghubungimu semalam,” katanya pelan. “Kami tidak angkat. Kami tahu kau tidak ingin dia melihatmu dalam keadaan seperti ini.”
Jaehyun terdiam. Tidak perlu ditanya apa ia ingin membalas atau tidak. Karena ia tahu… malam itu, ia tidak sanggup.
Jaehyun akhirnya mengarahkan pandangannya pada ponsel yang terletak di atas nakas samping ranjang, lalu mengambilnya. Ia menghela napas pelan, ibu jarinya bergerak menyentuh tombol daya.
Layar menyala.
Deretan notifikasi langsung memenuhi layar. Pesan dan panggilan tak terjawab dari satu nama.
Jaehyun menatap layar itu lama. Terlalu lama. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, tapi ada sesuatu yang berubah dalam sorot matanya. Ada sesuatu yang perlahan mengendur, entah pertahanan atau sisa-sisa kepasrahan.
Johnny dan Yuta tidak bicara. Mereka hanya mengamati, memberikan ruang.
Jaehyun menelan ludah pelan. Lalu, dengan suara yang sangat pelan, ia berkata, “Dia mencariku.”
Yuta yang masih duduk di ujung tempat tidur mengangguk perlahan. “Taeyong juga selalu mengkhawatirkanmu.”