Chapter 20

325 22 2
                                        

Seperti janjinya pagi tadi, Jaehyun tiba di rumah sakit dengan mobilnya tepat saat matahari mulai turun dari puncaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti janjinya pagi tadi, Jaehyun tiba di rumah sakit dengan mobilnya tepat saat matahari mulai turun dari puncaknya. Ia menunggu di parkiran depan, jari-jarinya mengetuk setir pelan sembari memandangi pintu keluar dari balik kaca.

Tak lama kemudian, sosok Taeyong muncul. Mengenakan coat tipis di atas seragam dokternya, wajahnya tampak lelah tapi tetap membawa ketenangan yang selalu Jaehyun kenali. Saat mata mereka bertemu, Jaehyun tersenyum kecil sambil membuka pintu mobilnya.

“Sudah selesai?” tanyanya ringan.

Taeyong mengangguk, masuk dan duduk di kursi penumpang. “Hari ini lumayan… padat.”

“Sepertinya setiap harimu padat.”

“Memang,” jawab Taeyong, tersenyum tipis sambil mengenakan seatbelt. “Tapi tidak semuanya buruk.”

Mobil melaju perlahan, meninggalkan pelataran rumah sakit menuju rumah mereka. Tidak banyak percakapan di sepanjang jalan, hanya suara musik pelan yang mengisi kekosongan. Tapi tidak ada yang canggung. Diam itu terasa nyaman.

Sesampainya di rumah, mereka sama-sama melepaskan sepatu, berganti pakaian, dan turun ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

Sambil memotong sayuran, Jaehyun akhirnya bersuara.

“Ada satu hal yang ingin kubicarakan,” ucapnya tenang.

Taeyong menoleh sedikit. “Tentang apa?”

“Sore tadi, sekretarisku memberiku undangan gala bisnis tahunan,” kata Jaehyun sambil tetap menatap papan potong di depannya. “Undangannya… hanya berlaku untuk pebisnis dan pasangan mereka. Seperti tahun lalu.”

Taeyong meletakkan sendok pengaduk yang sedari tadi ia gunakan dan menatap Jaehyun, kini lebih serius.

“Dan mereka ingin kau datang bersama pasangan?” tebaknya.

Jaehyun mengangguk pelan, “Ya.”

“Lalu… kau ingin aku ikut?”

Jaehyun akhirnya menatap Taeyong. Pandangannya tidak menuntut, tapi juga tidak menghindar.

“Aku tahu ini mungkin tiba-tiba… dan aku juga tahu kita belum benar-benar membicarakan semuanya,” katanya pelan. “Tapi kalau kau bersedia, aku ingin pergi bersamamu.”

Hening sejenak di antara mereka. Hanya terdengar suara api kompor yang menyala pelan.

“Bukan karena kita harus, tapi karena aku ingin.”

Taeyong mengalihkan pandangannya ke arah jendela sebentar. Wajahnya tak menunjukkan banyak ekspresi, tapi sorot matanya sedikit melembut.

“Aku akan pikirkan,” ucapnya, tidak menolak tapi juga tidak langsung mengiyakan.

Jaehyun mengangguk. Itu cukup untuk saat ini. Ia tidak ingin memaksa. Tidak ingin mempercepat apa pun. Ia hanya membuka ruang. Jika Taeyong bersedia melangkah ke dalamnya, maka ia akan ada di sana—menunggu.

Between The Lines (JAEYONG)Where stories live. Discover now