“Kau benar-benar membelikannya?” Taeyong bertanya pelan, nyaris tak percaya, tangannya segera menerima cup itu dengan hati-hati.

Jaehyun tersenyum sambil kembali duduk di kursi kemudi, menarik pintu dan memutar pemanas sedikit lebih tinggi.

“Tentu saja. Setelah melihat matamu tadi, aku yakin kalau aku tidak membelikannya, kau akan menangis beneran di kursi penumpang ini.”

Taeyong mengerucutkan bibir. “Itu bukan salahku… aku hanya… sangat ingin.”

“Mengidam, hm?” goda Jaehyun sambil menatap ke depan, tangannya menyelip ke belakang kepala Taeyong dan mengelus lembut rambutnya.

“Mungkin.” Jawab Taeyong dengan mulut penuh es krim, suaranya sedikit teredam tapi manis. “Ini enak sekali, Hyun.”

Melihat Taeyong menikmati sendok demi sendok dengan ekspresi yang sungguh puas, Jaehyun tersenyum sendiri. Ada sensasi damai yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata, karena rasanya terlalu dalam. Cinta, tanggung jawab, syukur, dan harapan—semuanya berbaur dalam kesunyian malam yang melingkupi mereka.

“Kalau begini terus, aku akan terbiasa denganmu yang manja seperti ini.” Kata Jaehyun lirih, tak bermaksud benar-benar didengar.

Namun Taeyong mendengarnya juga. Ia menoleh, mengangkat alis. “Memang sebelumnya aku tidak manja?”

Jaehyun tertawa pendek. “Oh, kau manja. Tapi sekarang beda. Ini seperti... manja yang tidak bisa kutolak. Ada nyawanya.”

Taeyong tak langsung membalas. Ia hanya menatap Jaehyun lama, sebelum akhirnya menyuapkan satu sendok es krim ke arah suaminya.

“Coba rasakan juga. Ini manis.”

Jaehyun menahan tawa, menerima suapan itu dan mengunyah pelan. “Kau benar. Manisnya keterlaluan.”

“Seperti aku?” goda Taeyong sambil menyendok lagi untuk dirinya sendiri.

Jaehyun menoleh, tersenyum lebih hangat lalu mengangguk. “Seperti kalian berdua.”

Untuk sesaat, tak ada lagi kata yang keluar dari keduanya. Hanya kehangatan kecil dalam mobil yang terparkir di pinggir jalan kota, di malam musim dingin yang tak terasa begitu dingin karena dua hati yang sedang merayakan rasa dengan cara paling sederhana dan paling tulus.

**

Dua hari terakhir sejak kabar bahagia itu akhirnya terucap dengan utuh dan resmi, hari-hari Jaehyun dan Taeyong diisi oleh rutinitas yang tetap berjalan seperti biasa, namun tak bisa dipungkiri segalanya kini terasa sedikit berbeda. Lebih pelan, lebih hangat, lebih dijaga. Terutama oleh Jaehyun.

Morning sickness memang belum sepenuhnya menghilang, meskipun intensitasnya tidak separah hari pertama. Namun dari semua gejala, satu yang paling sering dirasakan Taeyong adalah kepekaan terhadap bau-bauan. Kadang aroma masakan berminyak yang tercium samar saja bisa membuatnya harus buru-buru menutup hidung atau menjauh. Bahkan parfum Jaehyun yang biasanya menjadi aroma paling nyaman baginya pun, sempat membuatnya mual pagi kemarin.

“Kalau memang aromanya membuatmu tak nyaman, aku ganti saja. Tidak apa-apa.”

Kata Jaehyun waktu itu sambil dengan tenang memasukkan botol parfum ke dalam laci. Dan benar saja, sejak hari itu Jaehyun lebih sering memakai aroma segar yang lebih netral, yang tidak terlalu mengganggu penciuman Taeyong.

Selain itu, Taeyong juga menjadi jauh lebih mudah mengantuk. Bahkan di sela jam kerja, ia beberapa kali tertangkap duduk diam memejamkan mata sejenak, sebelum buru-buru terbangun kembali agar tak terlalu terlihat malas di depan rekan kerja lainnya. Tapi Jaehyun tahu, itu bukan kemalasan. Tubuhnya kini sedang menumbuhkan kehidupan lain dan rasa kantuk yang datang berkali-kali hanyalah salah satu sinyal tubuh untuk beristirahat.

Between The Lines (JAEYONG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang