Apa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan?
Bagi Taeyong, ini hanya peran.
Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan-
sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri.
Between the Lines membawa kit...
Taeyong mengangguk kecil, lalu balik bertanya, “Kau?”
Jaehyun tidak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menatapnya... lalu mengangguk pelan sambil menarik napas seperti sedang mensyukuri pagi itu. Seperti mengukuhkan pada dirinya sendiri bahwa ini nyata, bahwa Taeyong benar-benar ada di sini.
Beberapa saat mereka hanya berdiam seperti itu. Tidak terburu-buru bangkit, tidak terburu-buru bicara.
Dan sebelum akhirnya melepas pelukan itu, Jaehyun menatap wajah Taeyong sekali lagi. Jemarinya mengusap pelan tulang pipi pria itu, lalu ia membisik, setengah suara, seolah hanya ingin didengar oleh pagi dan hati yang baru saja mulai tenang.
"Terima kasih sudah tetap di sini.”
Taeyong tidak menjawab, tapi pandangannya cukup bicara.
Setelah beberapa menit, keduanya perlahan bangkit dari tempat tidur. Mereka tidak saling terburu-buru. Bergantian ke kamar mandi, berganti pakaian, mencuci muka.
Hanya rutinitas biasa... tapi terasa berbeda.
Saat mereka bertemu kembali di dapur, keheningan yang menyelimuti justru terasa akrab. Jaehyun menuangkan air panas ke dalam dua cangkir teh. Taeyong mengambil piring dan roti dari meja makan.
Tak ada percakapan panjang. Tapi ada banyak hal yang dibicarakan lewat cara Jaehyun diam-diam mendorong cangkir ke arah Taeyong, atau cara Taeyong menyiapkan sarapan dengan dua piring seperti sudah terbiasa melakukannya.
Pagi itu tidak luar biasa. Tidak penuh kejutan, tidak berisi pengakuan atau luapan perasaan.
Namun justru karena itulah pagi itu terasa utuh, karena mereka mulai belajar menyapa hari dengan kehadiran satu sama lain.
Setelah sarapan selesai dan dapur kembali rapi, aroma teh hangat dan roti panggang masih samar tertinggal di udara. Taeyong sedang menyusun gelas-gelas bersih ke rak gantung, langkahnya ringan, sementara Jaehyun berdiri beberapa langkah di belakangnya, mengenakan sweater abu tipis dengan jaket tersampir di lengannya.
“Mau jalan pagi bersamaku?” tanyanya, suaranya terdengar santai, tapi ada nada harap yang tak benar-benar bisa ia sembunyikan.
Taeyong sempat menghentikan gerakannya, lalu menoleh.
“Sekarang?”
Jaehyun mengangguk, senyumnya tipis namun tulus. “Kalau kau tidak ada rencana lain.”
Taeyong menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum kecil, dan menggeleng, “Tidak ada.”
Ia melepas celemek yang dikenakannya dan mengganti sandal rumah dengan sneakers putih kesayangannya. Salah satu pasang yang sudah ia pakai bertahun-tahun sejak masa kuliah, salah satu hadiah ulang tahun dari Jaehyun.
“Sudah lama juga sejak terakhir kita jalan pagi," gumamnya sambil menepuk ringan sisi celana, memastikan ponselnya tidak tertinggal.
“Sejak kau masih tinggal di rumah orang tuaku, kan?” balas Jaehyun sambil membuka pintu rumah. Mereka keluar bersama, menyusuri trotoar kompleks yang pagi itu masih tenang dan sepi, hanya terdengar suara burung dari kejauhan dan deru mobil sesekali dari jalan besar yang tak terlihat.
Taeyong tertawa kecil, suaranya rendah dan penuh kenangan. “Waktu itu aku masih suka membangunkanmu jam enam pagi, padahal udara masih dingin dan langit belum terang.”
“Dan aku keluar kamar dengan rambut seperti sarang burung dan muka kusut karena dipaksa bangun,”
Jaehyun ikut tertawa. “Tapi tetap saja, aku ikut juga setiap kali kau ajak. Bodohnya.”
“Bukan bodoh," Taeyong menoleh sebentar, senyum di wajahnya masih bertahan. “Mungkin kau hanya terlalu baik… atau terlalu sabar.”
Jaehyun mengangkat satu alis, lalu menoleh ke arah pria di sebelahnya. “Atau mungkin... aku memang selalu suka melihatmu bahagia.”
Kata-kata itu membuat langkah Taeyong melambat sesaat, tapi hanya sesaat. Ia menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya dengan perlahan, seolah mencoba meredakan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kalimat.
“Aku ingat,” ujarnya kemudian. “Waktu itu, kau pernah bilang... kalau suatu hari kita sudah kerja dan sibuk, kita tetap harus punya pagi seperti ini.”
Jaehyun tersenyum lebar kali ini, senyum yang jarang ia tunjukkan selain kepada orang-orang yang paling ia jaga, “Dan kita justru lupa.”
“Bukan lupa,” Taeyong menggeleng. “Hanya terlalu banyak yang harus dijaga dan dijalani. Terlalu banyak peran yang harus dimainkan, terlalu sedikit waktu yang benar-benar milik kita.”
Mereka terus berjalan menyusuri trotoar panjang yang diapit oleh pagar tanaman dan pepohonan rindang. Jalan itu pernah mereka lewati dulu, saat masih muda, saat pagi-pagi seperti ini terasa seperti hadiah dan bukan pengingat bahwa hari akan kembali sibuk.
Sesekali, mereka berhenti hanya untuk menyentuh dahan pohon yang menjuntai rendah, atau sekadar menendang kerikil kecil yang menghalangi jalur kaki. Angin pagi menyusup perlahan, menggerakkan ujung rambut dan membuat Jaehyun menoleh, memperhatikan wajah Taeyong dari samping.
“Aku senang kita bisa melakukannya lagi hari ini,” ucap Jaehyun akhirnya. Suaranya tidak besar, tapi mantap, seperti seseorang yang menyimpan banyak hal dalam dada dan akhirnya bisa melepas sedikit beban.
Taeyong mengangguk, “Aku juga.”
Lalu ia menoleh, menatap Jaehyun sejenak sebelum kembali melangkah. “Terima kasih sudah mengajakku. Kau selalu tahu kapan aku butuh ruang tanpa harus kuminta.”
Jaehyun hanya tersenyum, dan saat mereka kembali melangkah berdampingan, jemarinya bergerak pelan, menyentuh punggung tangan Taeyong sebentar. Tidak menggenggam, tidak mendesak. Hanya menyentuh.
Tapi cukup. Cukup untuk membuat dunia yang rumit terasa sedikit lebih ringan pagi itu.
Langkah mereka tidak cepat, tidak pula terlalu lambat. Seolah tubuh mereka tahu ritmenya sendiri. Dan saat mereka berjalan kembali ke arah rumah, sinar matahari sudah naik lebih tinggi, menembus sela-sela dedaunan dengan cahaya keemasan yang hangat.
Di antara keheningan dan detak jantung yang berjalan berdampingan, satu hal terasa pasti, pagi itu bukan hanya tentang berjalan-jalan. Tapi tentang menemukan kembali sesuatu yang pernah hilang… dan kini perlahan kembali ke tempatnya.
***
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.