Dan untuk pertama kalinya… Taeyong tidak menunggu. Ia bergerak lebih dulu, menyelipkan tubuhnya ke dalam dekapan Jaehyun.

Detik itu juga, Jaehyun memeluknya erat. Hangat. Penuh hati-hati, seolah takut menyentuh sesuatu yang rapuh. Tapi Taeyong tidak terasa rapuh malam itu. Ia terasa hadir sepenuhnya.

Tidak ada suara selain napas mereka yang perlahan menyatu.

Tidak ada gerakan lain selain satu tangan Jaehyun yang membelai lembut punggung Taeyong, menenangkan, menegaskan bahwa dirinya ada di sini. Bahwa malam ini, mereka tidak perlu berpura-pura kuat. Tidak perlu lagi menyembunyikan apa pun.

Jaehyun mengecup pelipis Taeyong.
Dan Taeyong memejamkan mata, merapatkan wajahnya ke dada Jaehyun, meresapi degup yang terdengar begitu nyata.

Dalam pelukan itu, luka-luka lama tidak serta-merta hilang. Tapi setidaknya malam ini, mereka mulai terobati.

Dan dalam dekapan saling menyembuhkan itu, mereka perlahan terlelap dengan tubuh yang saling menggenggam, dan hati yang perlahan mulai berani untuk percaya.

**

Cahaya dari sela gorden mulai merembes perlahan ke dalam kamar, mengusir sisa gelap malam yang masih menggantung tipis di langit. Sinar itu menyusup diam-diam, menyentuh pelan lantai kayu, meja di sudut ruangan, hingga akhirnya sampai ke sisi tempat tidur tempat dua tubuh masih terbaring dalam diam.

Jaehyun terbangun lebih dulu. Kelopak matanya mengerjap pelan, lalu membuka sepenuhnya saat kesadaran mulai kembali. Butuh beberapa detik untuknya sadar sepenuhnya.

Lengan kirinya terasa hangat dan berat dengan kehadiran seseorang di dalam pelukannya. Ia menunduk perlahan, dan di sanalah Taeyong, tertidur damai, wajahnya setenang air yang tidak terusik.

Napasnya teratur. Matanya terpejam sempurna. Dan ada sesuatu dalam cara tubuh itu meringkuk di dadanya yang membuat Jaehyun tetap diam, seolah enggan mengganggu kedamaian yang hanya bisa ditemukan dalam keheningan seperti ini.

Ia tidak bergerak. Hanya memandangi pria di dalam dekapannya dengan pandangan yang nyaris tak berkedip.

Pagi itu terasa lambat... tapi Jaehyun bersyukur karenanya.

Tangannya mulai terangkat pelan, menyibakkan sedikit helaian rambut di dahi Taeyong yang jatuh berantakan. Sentuhannya begitu hati-hati, seperti menyentuh mimpi yang belum ingin dibangunkan.

Dan saat jemarinya menyentuh kulit itu, ia tersenyum. Bukan senyum besar yang penuh euforia. Tapi senyum kecil, seperti seseorang yang akhirnya tiba di rumah setelah perjalanan panjang.

Tak ada suara. Hanya detak jantung mereka yang berdenting lambat di dalam ruang yang hangat.

Beberapa menit berlalu sampai akhirnya Taeyong mulai bergerak.

Kelopak matanya mengerjap pelan, seolah butuh waktu untuk menyelaraskan pandangan dengan kenyataan. Lalu ia mengangkat wajahnya sedikit, dan menemukan Jaehyun tengah menatapnya dari jarak yang begitu dekat.

Taeyong terdiam.
Mata mereka bertemu.

Refleks, Taeyong hendak menarik diri, mungkin karena sedikit malu tertangkap basah tertidur dalam pelukan seperti itu. Tapi lengan Jaehyun justru menguatkan pelukannya sebentar, cukup untuk memberi isyarat untuk tidak pergi.

“Pagi,” gumam Jaehyun lebih dulu. Suaranya serak, masih berat oleh sisa kantuk, tapi penuh ketenangan yang tak bisa disembunyikan.

Taeyong tidak langsung menjawab. Hanya memandanginya beberapa detik, lalu bibirnya terangkat tipis dalam senyum yang lembut, “Pagi...”

Between The Lines (JAEYONG)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora