Mereka kembali ke kamar masing-masing.
Seperti biasa.
Seperti yang sudah lama terjadi.
Seperti yang seharusnya tidak lagi mereka lakukan... setelah semuanya.
Jaehyun mengganti pakaiannya tanpa banyak suara. Lampu kamar diset redup, hanya menyisakan cahaya samar dari lampu meja di sisi tempat tidur. Ia baru saja merebahkan tubuhnya di atas kasur, tapi belum sempat memejamkan mata, suara lembut ketukan terdengar dari pintu.
Tok... Tok... Tok.
Tidak ada suara memanggil namanya, tidak ada permintaan izin. Tapi Jaehyun tahu siapa yang berdiri di baliknya. Ia selalu tahu.
Dengan langkah perlahan, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Taeyong berdiri di sana. Tak membawa apa-apa. Tak berkata apa-apa. Namun matanya berisi sesuatu malam ini. Sesuatu yang dalam dan belum pernah ia lihat sebelumnya.
Jaehyun memberi ruang, dan Taeyong melangkah masuk.
Mereka kembali berdiri di kamar yang seharusnya menjadi milik mereka bersama. Kamar yang terlalu lama hanya menjadi panggung kosong dari sebuah peran yang tak kunjung ditulis ulang.
Keheningan menyelimuti mereka.
Sampai akhirnya suara Taeyong terdengar, “Apa yang kalian bicarakan tadi? Di balkon… saat aku pergi ke toilet?”
Suara Taeyong tidak terdengar menuntut. Tapi ada sedikit retakan samar di ujungnya—bukan karena amarah, melainkan ketidakpastian.
“Aku lihat wajahmu berubah saat aku kembali. Aku tahu... ada sesuatu yang kau simpan, dan aku tidak ingin kau menyimpan itu sendirian lagi, Jaehyun.”
Jaehyun mengangkat wajahnya perlahan. Bahunya sempat menegang, tapi kemudian jatuh perlahan saat ia menarik napas dalam.
Taeyong melanjutkan, masih di tempatnya berdiri, “Kau bilang padaku kau baik-baik saja... tapi aku ingin tahu yang sebenarnya, bukan jawaban yang kau pakai untuk melindungiku.”
Diam sejenak.
Lalu suara Taeyong keluar lagi, dengan lirih, “Aku ingin tahu... semuanya.”
Jaehyun tak langsung menjawab. Hanya berjalan pelan menuju sisi ranjang, lalu duduk. Punggungnya sedikit membungkuk, tangan menyatu di antara kedua lututnya, dan matanya menatap lantai.
Taeyong masih berdiri di tempat, menunggu, tanpa mendesak.
Beberapa detik kemudian, Jaehyun menepuk pelan sisi ranjang di sebelahnya. Sebuah isyarat tanpa kata.
Taeyong melangkah dan duduk di sampingnya, cukup dekat tapi tetap menyisakan jarak.
“Kami bicara... tentangmu,” ucap Jaehyun akhirnya, suara seraknya nyaris tenggelam di antara napas yang berat.
Ia menoleh sedikit, tapi tidak sepenuhnya menatap Taeyong.
“Dan tentang bagaimana… kau sempat hampir membiarkan dia masuk.”
Sunyi.
Taeyong menggigit bibirnya, tapi tidak berkata apa-apa.
Jaehyun kembali menatap ke depan, "Aku tahu kau sudah cerita soal itu padaku waktu itu. Kau sudah terbuka dan jujur. Tapi entah kenapa… mendengar langsung dari sisinya malam ini… rasanya sesak.”
“Seperti dia hampir menyentuh sesuatu yang selama ini aku jaga dari jauh.”
Tangannya mengepal di atas pahanya. Suaranya masih tenang, tapi nyaris putus.
Mereka sama-sama terdiam. Udara malam di dalam kamar terasa lebih berat dari biasanya, seperti ikut menahan napas.
Lalu pelan-pelan, Jaehyun menunduk, “Padahal aku juga yang saat itu memilih untuk tidak menahanmu. Aku sendiri yang berkata bahwa kau bebas… kalau memang mulai menyukainya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 21
Mulai dari awal
