Jaehyun tersenyum tipis, mendekat dan berdiri di samping sang ayah, ikut menatap hamparan kota yang dibingkai kaca.
“Kau terlihat sibuk.” komentar Appa lagi. “Yuta bilang proyek ekspansi berjalan cukup agresif tahun ini.”
“Sedikit di luar rencana, tapi masih bisa dikendalikan.” Jawab Jaehyun dengan nada diplomatis yang lembut. “Kami pastikan semuanya tetap di jalur.”
Appa mengangguk pelan. Lalu, diam sejenak sebelum akhirnya bertanya,
“Bagaimana dengan rumah? Dengan Taeyong?”
Pertanyaan itu sederhana. Tapi bagi Jaehyun, rasanya seperti angin yang menerpa luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Ia menarik napas perlahan, menahan detak dadanya agar tetap stabil.
“Kami baik-baik saja.” Jawabnya. “Pagi tadi aku mengantarnya ke rumah sakit seperti biasa.”
Sang ayah menatapnya sejenak. Lalu tersenyum samar. “Bagus. Eommamu akan senang mendengarnya.”
Jaehyun mengerutkan kening pelan. “Eomma?”
“Iya.” Jawab Appa. “Kami akan datang ke rumah malam ini. Eommamu bilang dia merindukan kalian.”
Jaehyun terdiam sesaat, mencoba mengatur reaksi wajahnya agar tetap tenang. “Tentu. Kami akan menyiapkan makan malam.”
“Tidak perlu yang rumit. Kami hanya ingin melihat kalian. Itu saja.”
Jaehyun mengangguk. “Baik, Appa.”
Sang ayah kembali menatap pemandangan di depan mereka. Sementara Jaehyun, diam-diam menunduk sedikit. Pikirannya langsung melayang ke Taeyong. Ke segala dinamika yang belum selesai. Ke rumah yang sejak beberapa minggu terakhir tidak lagi terasa serupa rumah.
Dan malam nanti, mereka harus kembali berpura-pura. Untuk orang tua yang tidak pernah tahu tentang kontrak yang mengikat mereka berdua.
Untuk cinta yang hanya satu sisi.
Untuk rumah yang hampir kehilangan atapnya.
**
Setelah mengecek satu pasien terakhir di ruang rawat anak lantai empat, Taeyong akhirnya bisa menarik napas panjang. Hari ini tidak terlalu melelahkan, tapi pikirannya seperti beberapa hari terakhir masih terasa riuh. Bayangan peristiwa kemarin masih samar-samar tertinggal, meski ia berusaha menjalani semuanya seperti biasa.
Saat ia kembali ke ruangannya dan duduk sejenak, layar ponselnya menyala. Sebuah pesan singkat dari Jaehyun masuk.
[Jaehyun]
‘Eomma dan Appa akan datang malam ini. Katanya rindu, jadi ingin makan malam di rumah. Tidak apa?’
Jantung Taeyong berdetak agak berbeda saat membaca itu. Jemarinya berhenti di atas layar. Ia membaca ulang kalimat itu, perlahan.
Satu sisi dari dirinya ingin menjawab langsung bahwa semuanya baik-baik saja, bahwa ia akan menyambut mereka seperti biasa dengan senyum dan obrolan ringan yang ramah. Tapi di sisi lain, ia tahu pasti, malam ini bukan sekadar jamuan biasa. Malam ini berarti harus kembali memakai topeng itu, peran sebagai suami yang mencintai dan dicintai.
Setelah beberapa detik, Taeyong akhirnya mengetik balasan.
‘Tentu. Aku akan pulang sedikit lebih awal hari ini untuk membantu menyiapkan makan malam.’
Tidak ada emoji. Tidak ada tambahan basa-basi. Tapi Jaehyun akan tahu, dari ritme kata-katanya, bahwa Taeyong sedang mencoba sebaik mungkin untuk bersikap netral.
Dan saat ponsel itu kembali ia letakkan, Taeyong memejamkan matanya sejenak. Malam ini, semua hal yang sempat membuat jarak itu ada, harus kembali dikaburkan. Setidaknya untuk beberapa jam. Demi orang tua Jaehyun, demi cerita palsu yang mereka jaga begitu hati-hati selama ini.
**
VOCÊ ESTÁ LENDO
Between The Lines (JAEYONG)
FanficApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 18
Começar do início
