Gerakan yang sederhana, tapi terasa seperti perisai yang selalu Jaehyun kenakan, memperlakukan Taeyong dengan baik… terlalu baik… bahkan saat hatinya sendiri sedang luka.

Taeyong menatap wajah Jaehyun dari tempat duduknya. Wajah itu masih sama, tenang, dingin, dan penuh kendali. Tapi hanya dia yang tahu kalau ketenangan itu bisa saja pecah kapan pun.

Namun malam ini, Jaehyun masih memilih diam.

Dengan pelan, Taeyong keluar dari mobil. Keduanya melangkah bersama menaiki anak tangga beranda dan begitu pintu rumah terbuka, aroma hangat khas rumah langsung menyambut mereka.

Taeyong menunduk sedikit saat masuk, melepas sepatunya perlahan. Jaehyun mengikutinya. Tak satu pun dari mereka menyalakan televisi, tak satu pun dari mereka memutar musik. Rumah itu sunyi, tapi tidak kosong.

Sebelum naik ke lantai dua, langkah Jaehyun terhenti di anak tangga pertama. Ia berbalik, menatap Taeyong yang masih berdiri di ruang tengah dengan jas dokter yang belum dilepas.

“Ganti baju dulu. Nanti masuk angin.” Ucapnya singkat, suara yang lebih menyerupai gumaman lembut daripada perintah.

Taeyong mengangguk pelan.

Jaehyun tidak menunggu lebih lama. Ia melanjutkan langkahnya ke atas, masuk ke kamar, dan menutup pintu tanpa suara.

**

Setelah berganti pakaian, Taeyong kembali turun. Kakinya melangkah pelan, seperti masih menimbang apakah ia benar-benar ingin membicarakan hal ini malam ini.

Tapi langkahnya terus berjalan, hingga akhirnya ia menemukan Jaehyun duduk di sofa, mengenakan kaus rumah dan celana kain longgar, dengan segelas air di tangan yang sudah tak lagi ia teguk.

Jaehyun tahu. Ia pasti tahu ada yang ingin Taeyong katakan.

Dan benar saja. Taeyong duduk di sebelahnya, menyisakan sedikit jarak.

“Kau mau minum?” Tawarnya pelan.

Taeyong menggeleng.

Lalu ia menarik napas panjang. “Aku… perlu bicara.”

Jaehyun mengangguk sekali. “Aku di sini.”

Diam sebentar, sebelum akhirnya membuka suara dengan lirih. “Tadi… aku ke rooftop setelah selesai konsultasi.”

Jaehyun menoleh sedikit. “Dengan Mingyu?”

Taeyong mengangguk sekali. “Dia mengajakku. Katanya untuk melepas lelah.”

Keheningan merambat, tapi Taeyong melanjutkan.

“Kami hanya menikmati angin sore dan bicara. Tentang pasien. Tentang hari ini. Sampai… sampai suasananya berubah.”

Jaehyun tidak menyela. Ia hanya mendengarkan, seperti biasa. Tapi kedua tangannya kini saling menggenggam di atas lututnya, menunjukkan bahwa ia menahan sesuatu.

“Mingyu… dia mencoba mendekat.” Suara Taeyong melemah, namun nadanya jelas. “Dan aku… aku tidak bergerak. Aku tidak menjauh. Aku bahkan…”

Ia menunduk, menatap lantai seolah menghindari tatapan Jaehyun.

“Aku bahkan hampir membiarkannya melewati batas.”

Keheningan kembali jatuh. Lebih berat dari sebelumnya.

Butuh waktu beberapa detik sebelum Jaehyun merespons. Ia tidak terlihat kaget. Tidak juga marah. Hanya ada satu anggukan kecil, tanda ia mendengar.

“Tapi sebelum semuanya benar-benar terjadi… wajahmu tiba-tiba muncul di kepalaku.”

Mata Taeyong mulai memanas, meski ia berusaha menahannya.

Between The Lines (JAEYONG)Where stories live. Discover now