Ada jeda singkat di ujung telepon. Lalu, suara itu kembali. Kali ini lebih hangat, lebih rendah, seolah mengusap luka yang bahkan belum sempat diakui.
“Tunggu aku. Aku akan ke sana sekarang.”
Hanya itu. Tanpa pertanyaan. Tanpa penjelasan. Tapi cukup untuk membuat dada Taeyong kembali mengencang dengan cara yang tidak bisa dijelaskan.
Untuk pertama kalinya di hari itu, ia menghela napas sedikit lebih lega.
Ia tidak tahu apa namanya perasaan ini. Tapi ia tahu satu hal, di tengah kebingungan dan badai yang belum juga reda, ia masih ingin mencari Jaehyun. Hanya ingin membuktikan bahwa Jaehyun masih akan datang ketika ia butuh. Seperti dulu, selalu.
**
Langkah kaki Jaehyun terdengar nyaris tak bersuara saat ia melangkah melewati lorong rumah sakit yang sudah mulai sepi. Waktu sudah menjelang malam, dan sebagian besar staf medis sedang bersiap mengakhiri hari mereka.
Tapi Jaehyun baru saja datang. Dan seperti biasa, ia datang karena satu nama. Taeyong.
Ia tahu benar jalan menuju ruangan itu. Sudah terlalu sering ia datang menjemput Taeyong, bahkan sebelum ada pernikahan, sebelum segala batas itu berubah jadi abu-abu. Tapi malam ini terasa lain, terasa lebih berat.
Dari kejauhan, matanya menangkap sosok yang duduk di bangku tunggu di depan ruangannya sendiri. Seragam dokter anak itu masih melekat sempurna di tubuhnya, tapi raut wajahnya terlihat lelah. Ada sesuatu di sana, seperti seorang anak kecil yang tersesat di antara jalan pulang dan jalan menjauh.
Jaehyun memperlambat langkahnya. Ia tidak ingin mengejutkan, hanya ingin hadir.
Taeyong menoleh, seolah bisa merasakan kehadiran Jaehyun bahkan sebelum langkah itu tiba. Dan saat mata mereka bertemu, tidak ada senyum. Hanya diam. Tapi diam itu cukup untuk saling menyapa.
Jaehyun berdiri beberapa langkah di depan Taeyong lalu mengulurkan tangan.
“Ayo pulang.” Ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan.
Taeyong menerima tangan itu. Menguat erat.
Tidak ada kata lain. Hanya langkah mereka yang menyatu pelan menuju parkiran rumah sakit. Jalan itu terasa sunyi, tapi tidak hampa. Ada sesuatu yang menggantung di udara. Sesuatu yang belum bisa mereka bicarakan malam ini.
Begitu mereka masuk ke dalam mobil dan pintu tertutup, ruang di antara mereka jadi lebih sempit. Tapi tetap, tak satu pun dari mereka membuka suara.
Jaehyun hanya meraih sabuk pengamannya, menyalakan mesin, dan memutar sedikit arah AC ke sisi Taeyong, hal kecil yang selalu ia lakukan tanpa sadar.
Perjalanan pulang dilalui dalam keheningan. Taeyong menatap jendela, tidak benar-benar melihat apa pun, sementara Jaehyun fokus pada jalan, dengan sesekali mencuri pandang ke arah pria di sampingnya. Berusaha menerka, apa yang sebenarnya tengah bergemuruh di balik wajah tenang itu.
Sampai saat tiba di depan rumah, lampu beranda menyala lembut menyambut mobil hitam Jaehyun yang berhenti tepat di depan pintu masuk. Mesin dimatikan dan sejenak, hanya suara detak waktu dari dashboard yang terdengar.
Taeyong belum bergerak.
Jaehyun juga tidak.
Mereka hanya duduk di tempat masing-masing, membiarkan keheningan itu bertahan beberapa detik lebih lama dari seharusnya. Tak ada kata-kata. Tapi ada sesuatu di antara mereka, sebuah beban yang sama-sama mereka bawa tanpa tahu bagaimana membaginya.
Hingga akhirnya, Jaehyun lebih dulu membuka sabuk pengamannya. Ia keluar dari mobil dan berjalan mengitari kap depan, lalu membuka pintu sisi penumpang untuk Taeyong.
YOU ARE READING
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 17
Start from the beginning
