Kemudian, seperti seseorang yang telah mengambil keputusan, bukan karena ia sudah pulih tapi karena ia harus melanjutkan hidup yang terus berjalan. Jaehyun mengembuskan napas panjang dan berkata dengan suara rendah tapi mantap.

“Aku akan pulang.”

Johnny sedikit mengangkat wajahnya, menatap Jaehyun lekat-lekat. “Kau yakin?”

Jaehyun mengangguk, lalu memaksa sebuah senyum kecil yang tidak benar-benar sampai ke matanya. “Kalau dia menungguku... aku tidak bisa membiarkannya menunggu lebih lama.”

Yuta menatapnya dalam diam, lalu berdiri perlahan. Ia tidak mengatakan apa pun, tapi sorot matanya menyiratkan segalanya.

“Terima kasih...” ucapnya lirih. “Untuk semalam. Untuk segalanya.”

Yuta menepuk bahunya dengan pelan, menguatkan.

“Kau tidak sendiri, Jaehyun. Sekalipun kau harus pura-pura baik setiap hari… kami tetap di sini.”

Jaehyun hanya mengangguk. Lelah masih menggantung di matanya, tapi ada sedikit keteguhan di sana. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Sekalipun pulang berarti kembali berpura-pura di depan seseorang yang sangat ia cintai… itu tetap lebih baik daripada membiarkan orang itu menunggu sendirian.

**

Taeyong duduk di ruang tengah dengan secangkir teh yang sejak dua jam lalu tak disentuh. Ponselnya sudah berkali-kali ia lihat, tapi tak satu pun pesan baru masuk sejak Yuta mengabari semalam bahwa Jaehyun sedang berada di apartemennya.

Ia menghela napas untuk entah yang ke berapa kali. Hari ini, ia sengaja mengambil cuti. Bukan karena lelah fisik… tapi karena ada yang lebih lelah dari itu, perasaan yang terus menghantui sejak pembicaraan semalam.

Satu bagian dalam dirinya terus mengatakan bahwa ia tidak berhak mencemaskan Jaehyun setelah semuanya. Tapi bagian lainnya… justru lebih jujur. Ia tidak bisa menepis rasa khawatirnya.

Suara sekecil apa pun membuatnya menoleh cepat. Dan ketika suara pintu depan terdengar terbuka, jantungnya langsung terlonjak.

Beberapa detik kemudian, sosok Jaehyun muncul di ambang pintu. Dengan pakaian yang masih sama seperti semalam dan wajah yang lebih pucat dari biasanya, ia tampak letih.

Taeyong bangkit dari duduknya, berdiri di tengah ruang, tidak tahu harus menyambut dengan kata apa.

“Maaf.” ucap Jaehyun pelan. Suaranya serak tapi tenang.

Taeyong menggeleng. “Kau tidak perlu minta maaf.”

Jaehyun berjalan pelan melewati ambang ruang, lalu menghentikan langkahnya hanya beberapa langkah dari Taeyong.

“Kau cuti hari ini?” tanyanya, pandangannya menatap lurus tapi lembut.

Taeyong mengangguk. “Aku hanya... ingin tetap di rumah. Menunggumu pulang.”

Hening menyergap di antara mereka. Keduanya saling menatap, seperti sedang mencoba membaca apa yang tidak pernah diucapkan.

“Maaf… karena membuatmu khawatir.”

Ia mengangkat tangannya perlahan, menyentuh kepala Taeyong dengan satu gerakan pelan, mengusap lembut ubun-ubunnya seperti yang biasa ia lakukan bertahun-tahun lalu.

Taeyong memejamkan mata sesaat, menghirup dalam-dalam udara di antara mereka yang mendadak terasa berat dan penuh.

Jaehyun menarik kembali tangannya, lalu mundur selangkah.

“Aku baik-baik saja sekarang,” katanya, berusaha terdengar meyakinkan.

“Benarkah?” tanya Taeyong nyaris seperti bisikan. Ia tahu Jaehyun tidak akan pernah jujur sepenuhnya, tapi ia tetap bertanya.

Between The Lines (JAEYONG)Where stories live. Discover now