Jaehyun tak menjawab. Tapi matanya mulai bergetar. Seperti langit kelabu yang menahan hujan terlalu lama.
"Bukankah sudah ku bilang," Johnny melanjutkan, suaranya nyaris bergetar, "kalau semuanya mulai terlalu berat... jangan biarkan dirimu hancur sendirian, Jaehyun."
Dan di detik itulah Jaehyun mengangkat wajahnya sepenuhnya. Pandangannya bertemu mata Johnny-mata yang sudah bersamanya sejak masa kuliah, saksi banyak luka dan tawa. Lalu ia menoleh ke arah Yuta, sahabat yang tidak kalah berharganya. Ia melihat kekhawatiran di sana dan kesedihan yang tidak pernah mereka tunjukkan secara gamblang.
Satu... dua...
Tanpa aba-aba, liquid bening itu tumpah. Air mata yang Jaehyun tahan sejak tadi. Sejak percakapan di ruang tengah, sejak tatapan ragu Taeyong, sejak nama 'Mingyu' terasa seperti pisau yang perlahan menoreh hatinya.
Pelan, nyaris tak terdengar. Tapi terasa begitu berat. Seperti retakan yang akhirnya menyerah dan berubah jadi reruntuhan.
Tangannya menggenggam gelas di meja lebih erat. Tubuhnya sedikit membungkuk. Bahunya bergetar pelan.
"Aku mencoba kuat..." suaranya pecah. Rapuh. "Tapi ternyata... tidak semudah itu."
Johnny tidak langsung bicara. Ia hanya menatapnya lalu mengulurkan tangan, menepuk punggung Jaehyun dengan lembut. Satu tepukan yang dalam. Bukan sekadar penghiburan, tapi pelukan tak langsung dari seseorang yang tahu betul rasa sakit yang sedang ditanggung.
Yuta, masih dalam diam, menunduk dan mengusap bahu Jaehyun dengan pelan, seakan menjaga agar tubuh sahabatnya tidak runtuh sepenuhnya.
Suara detik jam dinding terdengar jelas. Malam terlalu bisu, terlalu menunggu.
Kemudian, Jaehyun bicara lagi. Suaranya pelan, seperti gumaman doa yang tak pernah sempat selesai.
"Dia bilang... Mingyu tahu semuanya."
Johnny dan Yuta bertukar pandang cepat, tapi tetap mendengarkan dalam diam.
"Dia tahu soal pernikahan kontrak kami." Lanjut Jaehyun.
Jaehyun tertawa pelan, tawa kosong yang tak punya bentuk, hanya serpihan dari kecewa yang terlalu dalam.
"Lucu ya... aku pikir semua akan berjalan sesuai kesepakatan. Aku pikir... aku bisa menjalani ini. Selama aku tetap di sisinya. Menemaninya. Menjaganya. Tidak minta lebih."
Ia mengangkat wajahnya sedikit. Pandangannya jatuh ke meja yang penuh gelas dan botol yang sudah kosong.
"Tapi ternyata... aku terlalu percaya diri," bisiknya lirih. "Terlalu yakin bahwa diamku cukup. Bahwa cintaku, yang disembunyikan rapat-rapat, bisa menyelamatkan semuanya."
Lalu ia menoleh ke arah Johnny, matanya sembab tapi tajam dengan luka. "Dan sekarang... seseorang datang. Seseorang yang tidak pernah harus berpura-pura. Yang tidak harus menyembunyikan perasaan. Yang tidak harus memulai cinta dengan kontrak."
Suara Jaehyun mulai bergetar. Ia meletakkan gelasnya di atas meja dengan pelan, seakan takut benda kaca itu ikut pecah seperti dirinya malam ini.
"Dia tidak menjawab apa-apa, Johnny," lanjutnya, pelan. "Saat aku tanya... bagaimana perasaannya pada Mingyu... dia diam."
"Dan itu lebih menyakitkan daripada penolakan." Ucap Jaehyun lagi, nyaris berbisik.
Johnny mengepalkan tangannya, ingin berkata sesuatu tapi tidak bisa. Hatinya ikut runtuh melihat sahabat yang biasanya berdiri paling kokoh, kini duduk setengah roboh di antara mereka.
"Karena diam itu membuktikan kalau aku tidak lagi jadi satu-satunya tempat dia kembali. Atau mungkin... aku memang tidak pernah jadi tempat itu sejak awal."
DU LIEST GERADE
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 13
Beginne am Anfang
