Apa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan?
Bagi Taeyong, ini hanya peran.
Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan-
sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri.
Between the Lines membawa kit...
Jaehyun hanya menatap. Ia tidak mengerti sepenuhnya, tapi ia tahu… itu bukan ucapan terima kasih biasa. Dan entah kenapa, itu justru membuat hatinya terasa lebih berat.
“Selamat malam.” Balas Jaehyun dengan suara yang sedikit lebih pelan.
Lalu Taeyong berjalan naik, tanpa menoleh lagi.
Dan Jaehyun?
Ia masih duduk di tempatnya, menatap layar laptop yang tidak bergerak, dengan hati yang semakin berat.
Bukan karena ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan. Tapi karena ia tahu, Taeyong sedang berusaha melindungi sesuatu atau mungkin seseorang, dari dirinya. Dan ia tidak tahu bagaimana caranya menghentikan sesuatu yang bahkan belum pernah dijelaskan padanya.
Di rumah itu, tak ada suara pertengkaran. Tak ada saling membentak. Tak ada punggung yang saling membelakangi dengan marah. Tapi yang paling menyakitkan bukanlah pertikaian.
Yang paling menyakitkan adalah… keheningan.
**
Di kantor pusat Jung Group, suasana belum terlalu ramai saat Jaehyun masuk ke ruang kerjanya. Penampilannya tetap rapi seperti biasa—kemeja berwarna netral, dasi tertata sempurna dan jas hitam yang menggantung sempurna di bahunya. Tak ada satu pun yang menunjukkan bahwa hatinya sedang tidak utuh. Ia menyalakan laptop, menyibukkan diri seolah itu bisa meredam suara-suara di kepalanya.
Pintu terbuka tanpa ketukan. Johnny masuk lebih dulu, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tidak disembunyikan. Yuta menyusul dari belakang sambil membawa dua gelas kopi panas.
“Kau tidak tidur lagi semalaman?” tanya Johnny begitu melihat wajah Jaehyun dari dekat, sorot matanya jatuh pada lingkar samar di bawah mata sahabatnya.
“Aku tidur.” jawab Jaehyun singkat, menatap layar laptop yang bahkan belum sempat terbuka sempurna. “Kalian datang pagi sekali.”
Yuta duduk di sofa tanpa diminta, lalu menaruh kopi di meja. “Kami pikir kau mungkin butuh teman bicara pagi ini.”
Jaehyun tersenyum tipis, pandangannya masih ke layar. “Aku baik-baik saja.”
“Jaehyun…” Johnny mendekat, suaranya mulai terdengar berat. “Jangan katakan itu lagi. Setidaknya tidak pada kami.”
Jaehyun akhirnya mendongak, menatap kedua sahabatnya yang kini menatapnya dengan tatapan yang hanya dimiliki mereka yang benar-benar mengerti. Ia tidak mengucap sepatah kata pun.
Yuta melirik Johnny, lalu berkata dengan suara lebih hati-hati. “Kau dan Taeyong… ada yang berubah, bukan?”
Jaehyun tidak langsung menjawab. Ia hanya menunduk sejenak, tangannya berhenti di atas keyboard. Lalu ia menarik napas perlahan, sebelum menjawab pelan, “Belakangan ini… dia menjaga jarak.”
Johnny menautkan alis. “Maksudmu?”
“Dia pulang lebih larut, lebih sering lembur. Kalau pulang pun, dia akan naik ke kamar lebih dulu. Tidak banyak bicara… bahkan tidak lagi membuatkan dua gelas air hangat seperti biasanya.” Jaehyun menoleh, pandangannya jatuh pada jendela besar di belakang meja kerjanya.
Yuta bersandar, matanya mengerut. “Kau sudah bicara padanya?”
Jaehyun menggeleng pelan. “Aku takut kalau aku bicara, aku malah membuatnya merasa bersalah. Padahal mungkin… dia hanya sedang butuh ruang.”
Johnny menghela napas dan berkata lebih hati-hati, “Ten bilang, Taeyong memang terlihat lebih sering bersama dokter baru itu. Mingyu, kan?”
Jaehyun mengangguk. “Mereka memang sering satu tim. Taeyong juga bilang Mingyu banyak terlibat dalam pengembangan baru di rumah sakit. Itu masuk akal.”
“Kau cemburu?” Johnny bertanya, suara pelan tapi tajam, langsung mengenai pusatnya.
Jaehyun menatap Johnny seperti sedang berusaha menahan sesuatu yang sudah terlalu lama dipendam.
“Tidak ada alasan untuk cemburu,” jawab Jaehyun pelan. “Kami hanya menjalani kesepakatan. Itu yang kami sepakati sejak awal.”
“Sialan, Jae.” Johnny berdiri tiba-tiba, mengacak rambutnya frustasi. “Kau bahkan tidak terdengar seperti dirimu sendiri sekarang.”
Jaehyun tetap diam. Tatapannya mulai berkaca, tapi ia tidak membiarkannya jatuh. Ia tidak pernah mengizinkan dirinya terlihat rapuh di hadapan siapa pun—kecuali sekarang, dia tidak punya tenaga lagi untuk menyembunyikannya.
Johnny perlahan duduk kembali, kini di hadapan Jaehyun, lalu bertanya langsung dengan suara sedikit lebih berat. “Kalau benar ada sesuatu antara mereka… apa kau akan tetap diam, Jaehyun?”
Sorot mata Jaehyun bertemu dengan mata Johnny lagi.
“Menurut kesepakatan yang kalian buat, kalian sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing, bukan? tapi nyatanya, perasaan tidak pernah bisa dikotakkan seperti itu.” Suara Johnny pelan, tapi jelas dan tajam seperti pisau kecil yang menyayat pelan.
Jaehyun hanya menatapnya lama. Lalu ia menunduk, suaranya nyaris seperti bisikan. “Aku tidak akan menahan siapa pun. Bukan Taeyong… bukan diriku sendiri.”
“Tapi bukan berarti kau harus membiarkan dirimu tersakiti begini.” Yuta ikut bersuara, kali ini lebih emosional. “Jaehyun, kau mencintainya. Sejak dulu. Jauh sebelum pernikahan ini disusun sebagai ‘kontrak’.”
Jaehyun hanya tersenyum kecil, senyum yang tidak sampai ke matanya. “Aku tahu. Tapi cinta itu… tidak selalu berarti harus memiliki. Aku hanya cukup terus berada di sini… kalau ia masih butuh tempat untuk pulang.”
Johnny menghela napas, pelan tapi berat. Ia menunduk sebentar lalu menatap kembali sahabat yang kini duduk di depannya dengan raut yang terlalu tenang untuk seseorang yang sedang patah pelan-pelan.
“Dan kalau suatu hari dia berhenti pulang?”
“Setidaknya aku tidak akan menyesal pernah menunggunya.” Jaehyun tersenyum kecil.
Ruangan menjadi hening. Tak ada lagi yang berkata-kata karena mereka tahu, tak ada nasihat yang cukup kuat untuk melawan seseorang yang sudah siap terluka demi cinta yang tidak ia genggam.
Dan untuk pertama kalinya sejak mereka duduk di ruangan itu, Johnny dan Yuta merasa bahwa sahabat mereka yang selama ini tampak begitu kuat dan tenang, sedang hancur perlahan, tapi tetap memilih berdiri.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.