Beberapa saat hening.

Sampai akhirnya Doyoung dan Ten pamit karena harus kembali ke pekerjaan mereka. Menyisakan Taeyong yang masih duduk di ruang istirahat, tatapannya mengarah pada gelas kopi yang kini sudah kehilangan kehangatannya. Obrolannya dengan Ten dan Doyoung tadi terus berputar di kepalanya, terutama bagian saat Ten berkata,

'Kami hanya tidak mau kau menyakiti seseorang... bahkan tanpa kau sadari.'

Ia tahu sahabat-sahabatnya tidak sedang menghakimi. Justru sebaliknya, mereka hanya mengingatkan. Tapi mungkin, justru karena mereka mengenalnya begitu baik, kata-kata itu terasa menampar.

Suara pintu yang kembali terbuka membuyarkan lamunannya. Ia menoleh dan mendapati Mingyu masuk dengan langkah ringan, membawa botol air mineral di tangan.

“Boleh duduk?” Tanya Mingyu santai, meski tak menunggu jawaban sebelum ia menarik kursi di seberang Taeyong dan duduk.

Taeyong mengangguk pelan, mencoba menyambut kehadiran itu dengan wajah tenang, padahal pikirannya masih berjejak pada pembicaraan sebelumnya.

Mingyu membuka botol minumnya, meneguk sedikit lalu meletakkannya ke meja. Hening beberapa detik sebelum suara Mingyu memecahnya.

“Aku tidak sengaja mendengar sedikit percakapan kalian tadi.” Katanya pelan, tapi cukup jelas.

Taeyong sontak menoleh, ekspresinya berubah waspada. “Sejak kapan?”

“Sejak... bagian tentang pernikahanmu.” jawab Mingyu hati-hati, sorot matanya tetap menatap ke depan.

Ruangan mendadak terasa lebih sempit dari sebelumnya. Taeyong menggigit bibirnya pelan, mencoba mencari jawaban yang tepat untuk merespons tapi tidak satu pun kata terasa cukup.

Mingyu mengangkat satu tangan seolah menenangkan. “Aku tidak sengaja dengar. Pintu tidak sepenuhnya tertutup tadi. Kupikir ruangannya kosong... ternyata kalian masih di sini.”

Taeyong mengangguk pelan, tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. “Kau tidak seharusnya mendengarnya.”

“Aku tahu,” Mingyu bersandar sedikit ke kursi. “Tapi karena aku sudah dengar... dan karena aku menghargai hubungan profesional kita, aku hanya ingin jujur.”

Ia menatap Taeyong, lebih dalam kali ini. “Aku tahu sekarang bahwa pernikahanmu dengan Jaehyun bukan seperti yang kelihatannya.”

Taeyong menunduk, jari-jarinya menggenggam lutut celananya.

“Aku tidak akan membicarakan ini ke siapa pun, tentu saja.” Lanjut Mingyu cepat, mungkin takut Taeyong salah paham. “Dan aku minta maaf kalau aku membuatmu tidak nyaman.”

Taeyong menggeleng. “Tidak. Aku yang harusnya minta maaf. Ini bukan sesuatu yang mudah dijelaskan… dan tidak banyak yang tahu.”

“Sekarang aku tahu,” kata Mingyu, lembut. “Dan aku akan menjaga itu.”

Lalu ada jeda. Taeyong mengangkat kepala, matanya menatap ke arah pria di hadapannya.

“Terima kasih.”

Mingyu tersenyum kecil. “Sama-sama.”

Senyap kembali mengisi sela ruang. Tapi kini berbeda. Ada sesuatu yang belum sepenuhnya tersampaikan.

Mingyu masih menatap Taeyong. Ada jeda yang tidak ia isi dengan kata-kata, seolah memberi ruang bagi Taeyong untuk bicara lebih dulu. Tapi Taeyong tetap diam. Matanya menatap lurus ke permukaan meja, seperti sedang mencari jawaban dari gurat kayunya.

Lalu, perlahan Mingyu membuka suara lagi. “Kalau boleh aku tanya… kalian berdua memang tidak saling mencintai?”

Pertanyaan itu meluncur seperti anak panah yang pelan tapi tepat sasaran. Taeyong tersentak kecil, tapi tidak langsung menjawab. Napasnya terhela pendek. Entah karena terkejut atau karena tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa.

Between The Lines (JAEYONG)Onde histórias criam vida. Descubra agora