Waktu makan siang datang tanpa terasa. Rumah sakit mulai lengang di beberapa koridor, hanya suara mesin dan langkah kaki perawat yang kadang terdengar di kejauhan. Taeyong menatap jam tangannya lalu berdiri dari kursi ruangannya. Seperti yang dijanjikan, ia akan menemani dokter baru itu keliling ICU anak siang ini.
Baru saja keluar dari ruangannya, ia melihat sosok Mingyu berjalan mendekat dari arah berlawanan, masih dalam setelan jas dokternya, tangan membawa clipboard.
“Pas sekali timing-nya,” ucap Mingyu sambil tersenyum kecil. “Kau sempat istirahat?”
“Belum.” Jawab Taeyong ringan. “Biasanya aku makan setelah keliling pasien. Tapi kalau kau belum makan, bisa kita ke kantin dulu.”
Mingyu menggeleng. “Aku masih kenyang. Sarapan tadi terlalu banyak, Ibu di rumah terlalu semangat karena aku mulai kerja di tempat baru.”
Taeyong terkekeh pelan. “Wajar. Aku juga sempat tinggal di rumah sahabatku sebelum menikah dan mulai tinggal sendiri… maksudku, berdua.”
Mingyu menoleh dengan alis sedikit terangkat. “Oh, kau sudah menikah?”
Taeyong mengangguk singkat. “Baru saja. Beberapa hari lalu.”
“Selamat,” ujar Mingyu, dan sorot matanya terlihat tulus. “Kalau begitu, selamat menyesuaikan hidup baru juga. Pantas saja tadi kau mengoreksi namamu.”
Taeyong membalas dengan senyum yang agak ragu tapi tidak berkata lebih. Ia lalu melanjutkan langkah, membawa Mingyu menuju area ICU anak di ujung lorong barat.
“Ini ruang isolasi untuk pasien kardiologi rawat intensif.” Jelas Taeyong saat mereka masuk. “Di dalam ada dua bayi post-op. Satunya baru dua hari lalu menjalani koreksi VSD dengan multiple patch.”
Mingyu melangkah mendekat ke kaca pengawas, memperhatikan monitor dan data yang terpampang di layar. Sorot matanya berubah, profesional, fokus dan penuh perhatian.
“Kondisinya stabil?” tanyanya.
Taeyong mengangguk. “Recovery pasca-op cukup baik, saturasi meningkat sejak hari pertama.”
Beberapa menit mereka habiskan dengan berdiskusi tentang pasien, protokol rumah sakit dan fasilitas yang tersedia. Tapi saat mereka keluar dari area ICU dan menyusuri lorong menuju lounge kecil di sudut lantai, pembicaraan mereka mulai sedikit melunak.
“Pindah ke Seoul lagi rasanya aneh?” Tanya Taeyong sambil membuka botol air mineral.
“Lumayan,” jawab Mingyu. “Tapi aku sudah lama ingin kembali. Keluargaku tinggal di Gangnam. Dan… yah, ada hal-hal yang ingin aku mulai ulang di sini.”
Taeyong menoleh dengan rasa ingin tahu. “Seperti apa?”
Mingyu menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, “Seperti hidup.”
Jawaban itu singkat, tapi entah kenapa membuat dada Taeyong terasa sedikit berat. Ia tak tahu kenapa, tapi kalimat itu dan cara Mingyu mengucapkannya, terasa sangat jujur. Ada hal-hal dalam hidup yang memang kadang ingin diulang atau bahkan diperbaiki, sebelum terlambat.
Mingyu tidak menambahkan apapun setelahnya. Hanya duduk di kursi dengan postur santai namun terjaga. Taeyong pun ikut diam, memandang layar di sudut ruangan yang menampilkan grafik kondisi pasien real time.
Mereka hanya duduk berdua di sana. Sunyi tapi tidak canggung. Tenang tapi tidak kosong.
Dan tanpa mereka sadari, benih dari sesuatu yang belum bernama, mungkin baru saja tumbuh di antara mereka.
**
Sinar matahari sore mulai mengendap pelan di balik jendela kaca gedung rumah sakit. Taeyong sedang menyesap sisa kopi yang sudah dingin di mejanya ketika layar ponselnya menyala.
YOU ARE READING
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 9
Start from the beginning
