Tapi bagi Taeyong, itu terasa... terlalu hangat untuk sesuatu yang seharusnya hanya kontrak.

Ia memandangi sekeliling ruang utama yang terbuka, menyambung dengan dapur bergaya terbuka di sisi kanan dan tangga kayu ke lantai dua di sisi kiri. Semua tampak seperti rumah impian yang selama ini hanya ia pikirkan sebatas angan, kini berdiri nyata di hadapannya.

"Kau bahkan ingat soal lampu gantung itu..." Gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.

Jaehyun hanya tersenyum, tidak menjawab.

Mereka pun meletakkan barang-barang di ruang tengah. Taeyong menghela napas pelan sambil melonggarkan jaketnya, sementara Jaehyun menaruh kunci mobil di meja kecil dekat pintu masuk.

Perut mereka mulai terasa kosong, sudah lewat jam makan siang dan tenaga mereka terkuras sejak pagi. Belum sempat belanja bahan makanan, dapur yang tampak modern dan lengkap itu masih kosong, belum terisi apa pun selain peralatan baru.

"Aku pesan makan online, ya?" Tawar Jaehyun sambil mengeluarkan ponselnya.

Taeyong mengangguk. "Apa saja asal ada sup atau makanan berkuah, aku butuh yang hangat."

Beberapa menit kemudian, pesanan mereka datang. Dua set makanan Korea sederhana, sup daging sapi, nasi dan beberapa lauk pendamping. Mereka duduk di meja makan kecil di sisi dapur, makan dengan sunyi yang anehnya tidak canggung. Hanya suara sendok serta mangkuk yang saling bersentuhan dan sesekali obrolan ringan tentang hal-hal sepele, tentang cuaca, bunga di halaman, atau difuser otomatis yang ternyata bisa dikendalikan lewat aplikasi.

Setelah makan siang dan membereskan meja, Jaehyun melirik ke arah tangga. "Kita naik sekarang?"

Taeyong mengangguk. Mereka pun melangkah ke lantai dua, perlahan menyusuri anak tangga kayu yang masih mengilap.

Di atas, lorong terbuka menuju dua kamar tidur yang berdampingan. Taeyong memperlambat langkahnya, tatapannya tertuju pada pintu pertama di sebelah kiri-kamar yang semestinya menjadi kamar utama mereka. Kamar dengan jendela besar, tirai tipis warna putih gading dan ranjang king-size dengan linen lembut dalam nuansa abu terang. Namun kamar itu kini dihuni oleh Jaehyun seorang.

Sesuai kesepakatan mereka sebelum pernikahan, Taeyong meminta agar mereka tidur di kamar terpisah selama masa kontrak ini berjalan. Dan Jaehyun menuruti tanpa protes.

Jaehyun menoleh ke Taeyong. "Kau yakin tidak ingin menggunakan kamar utama untukmu?"

Taeyong mengangguk perlahan. "Iya, kau bisa memakainya, Jaehyun."

Mereka lalu berpindah ke kamar di sebelahnya, ruangan yang akan ditempati Taeyong. Ukurannya tak kalah besar, jendelanya menghadap ke halaman belakang dengan cahaya sore yang tumpah tenang ke dinding krem. Ranjang queen-size berdiri rapi, diapit dua nakas kecil. Di sudut, ada lemari buku yang sudah terisi sebagian koleksi miliknya. Beberapa pot kecil tanaman indoor juga sudah tertata di rak jendela, seperti yang ia tulis dalam daftar preferensinya.

Taeyong melangkah masuk, memandangi detailnya dalam diam. Segalanya terasa... akrab. Seolah tempat ini memang disiapkan khusus untuknya. Padahal ia tidak mengharapkan sejauh ini.

Lalu ia kembali menatap Jaehyun, dan bertanya dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. "Kau benar-benar menyusun semua ini sesuai daftar yang kukirim?"

Jaehyun bersandar ringan di kusen pintu. "Aku ingin kau merasa nyaman. Meskipun kita mungkin hanya tinggal di sini... untuk sementara."

Taeyong terdiam sesaat. Kata sementara menggantung di udara seperti benang halus yang nyaris tak terlihat, tapi terasa menekan.

Namun ketika ia memandangi ruangan itu lagi, semua yang tercermin dari keinginannya, dari kebiasaan-kebiasaannya yang bahkan tak sempat ia ucapkan, hatinya terasa lebih berat dari yang ia kira.

Between The Lines (JAEYONG)Where stories live. Discover now