“Dia… ingin kami menikah.” Ucap Jaehyun akhirnya.
Johnny dan Yuta nyaris serempak menjatuhkan gelas mereka.
“Menikah?” Johnny mengulang.
“Pernikahan kontrak.” Tambah Jaehyun, nadanya getir. “Hanya kami yang tahu. Semua akan diatur. Ada batas waktu. Setelah itu selesai.”
Yuta bersandar, menatap Jaehyun lama sebelum akhirnya bertanya. “Dan kau setuju?”
Jaehyun menggeleng pelan, lalu mengangguk, bingung sendiri dengan jawabannya.
“Aku belum menjawab apa pun. Tapi aku tahu aku akan menyesal entah jika aku bilang ya atau tidak. Ini… bukan hal kecil. Ini pernikahan.”
Johnny mencondongkan tubuhnya ke depan, wajahnya serius.
“Kau mencintainya, Jaehyun. Semua orang juga tahu itu. Kau sudah terlalu dalam sejak lama.”
“Tapi ini bukan hanya tentang aku yang terluka.” Potong Jaehyun.
“Ini soal… janji yang seharusnya suci. Aku tidak ingin menikah hanya untuk menyenangkan orang tua. Aku tidak ingin berpura-pura untuk sesuatu yang seharusnya kudalami dengan tulus.”
Yuta mengangguk pelan. “Aku mengerti. Tapi… apa Taeyong tahu semua ini? Semua beban yang kau pikul sendirian?”
Jaehyun terdiam. Pertanyaan Yuta menamparnya dengan tepat. Ia sadar selama ini tidak pernah benar-benar jujur pada Taeyong. Tentang perasaannya, tentang luka yang perlahan tumbuh di dalam diam.
“Belum.” Gumamnya.
Johnny memutar gelasnya. “Kalau begitu, sebelum kau setuju atau menolak... bicaralah jujur dengan Taeyong. Bukan sebagai ‘aktor’ dalam drama ini. Tapi sebagai Jaehyun—sahabat dan... orang yang mencintainya.”
Jaehyun menatap kosong ke arah meja. “Aku tidak bisa…”
“Apa?” Tanya Yuta.
“Aku takut setelah aku bicara jujur, semua ini berakhir. Bahkan sebagai sahabat pun, aku takut kehilangan dia.”
Johnny menarik napas dalam. “Kalau begitu, Jae… keputusan ini akan menuntut lebih dari sekadar keberanian. Tapi apapun yang kau pilih, jangan kau lupakan satu hal, kau juga punya hak untuk bahagia. Jangan terus menjadi satu-satunya yang berkorban.”
Kata-kata Johnny menggantung di udara, berat namun jujur. Tak ada yang menimpali sesaat, mereka membiarkan keheningan mengambil tempat, karena kadang diam pun bisa bicara lebih lantang daripada suara.
Jaehyun menunduk, menatap gelas kosong di depannya seolah di sana ada jawaban yang ia cari. Jemarinya perlahan mengepal di atas meja, berusaha menahan sesuatu yang tak bisa diungkapkan dengan mudah. Rasa lelah, bingung, takut… dan cinta yang selama ini hanya bisa dipendam diam-diam.
**
Setelah sarapan seadanya yang bahkan tak sempat disentuh sepenuhnya, Taeyong duduk di sofa ruang tengah apartemennya, menatap kosong layar televisi yang bahkan tak benar-benar ia dengarkan. Ketukan cepat di pintu membuatnya sedikit tersentak.
Begitu pintu dibuka, Ten langsung melangkah masuk dengan ekspresi siap interogasi, diikuti oleh Doyoung yang tak kalah serius di belakangnya.
“Cepat cerita.” Ucap Doyoung tanpa basa-basi, meletakkan tasnya sembarangan dan langsung mengambil tempat duduk di sebelah kanan Taeyong.
“Bagaimana semuanya kemarin?”
Ten ikut duduk di karpet, menyandarkan dagunya ke lutut. “Kau benar-benar ke Busan, kan? Apa orang tuamu benar-benar percaya?”
YOU ARE READING
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 5
Start from the beginning
