Ia baru saja mengecek jam tangan ketika pintu depan gedung terbuka.
Langkah Taeyong muncul dari balik pintu kaca, mengenakan setelan rapi dengan jas navy gelap dan dalaman turtleneck hitam. Rambutnya ditata sedikit ke belakang, menampakkan wajahnya yang bersih dan manis. Cahaya lampu jalan memantul samar di permukaan kulitnya, menambahkan kilau halus di wajah yang sudah cukup bercahaya.
Jaehyun terpaku.
Pandangannya tidak bisa lepas dari sosok Taeyong yang berjalan mendekat dengan tenang. Ada sesuatu dalam caranya tersenyum dan mengangkat tangan kecil itu untuk menyapa yang membuat dada Jaehyun terasa sesak.
Tampan, tentu saja. Tapi juga cantik, terlalu cantik untuk ukuran seorang laki-laki. Terlalu lembut. Terlalu memesona.
Dan untuk kesekian kalinya, Jaehyun bertanya dalam hati… bagaimana mungkin ia tidak jatuh cinta pada sahabatnya sendiri, jika orang itu adalah Taeyong?
“Kau sudah menunggu lama?” Tanya Taeyong begitu jarak mereka hanya tinggal satu langkah.
Jaehyun menggeleng cepat, kembali menguasai dirinya. “Baru saja sampai.”
Taeyong tersenyum. “Kau terlihat keren malam ini.”
“Kau selalu bilang begitu.” Balas Jaehyun singkat, membuka pintu mobil untuk Taeyong.
“Tapi aku memang selalu jujur.” Gumam Taeyong sambil masuk ke dalam.
Jaehyun memejamkan mata sejenak sebelum memutar ke sisi kemudi. Malam ini akan panjang. Dan sangat mungkin menyakitkan. Bukan karena orang tuanya tapi karena setiap kalimat manis dan senyum lembut Taeyong akan terus mengingatkan bahwa semua ini hanya sandiwara.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di sebuah restoran mewah. Restoran itu tidak terlalu ramai malam ini. Interiornya elegan, lampu gantung kristal menggantung rendah dari langit-langit tinggi dengan cahaya kuning lembut yang menciptakan suasana nyaman. Di sudut ruangan yang paling tenang, satu meja besar telah disiapkan khusus atas nama reservasi Eomma Jaehyun.
Jaehyun menarik kursi untuk Taeyong terlebih dahulu sebelum duduk di sebelahnya. Tak lama, kedua orang tuanya datang.
“Taeyong-ah!” Suara Eomma terdengar terlebih dulu, hangat dan penuh kerinduan. Ia merentangkan tangan, memeluk Taeyong erat begitu mereka berdiri.
Taeyong membalas pelukan itu tak kalah hangat. “Eomma, aku rindu sekali.”
“Eomma juga, Sayang. Kau baik, nak? Apa kau makan teratur? Kau harus menjaga kesehatan, apalagi bekerja di rumah sakit pasti melelahkan.”
“Masih tetap bawel seperti dulu ya, Eomma.” Sahut Taeyong sambil terkekeh kecil.
Ayah Jaehyun menepuk bahu Jaehyun dan tersenyum. “Kalian sudah duduk? Baguslah. Kita makan dulu, baru bicara yang berat-berat.”
Sepanjang makan malam, obrolan mengalir ringan. Eomma lebih sering menggoda Taeyong, menanyakan apakah dia masih mengonsumsi makanan pedas yang berlebihan seperti dulu atau masih bangun kesiangan di akhir pekan. Tawa mereka sesekali memenuhi ruang makan kecil itu, seolah bukan sedang membicarakan hal-hal besar, hanya keluarga yang sudah lama tidak berkumpul dan sedang menikmati waktu bersama.
Jaehyun hanya sesekali ikut dalam percakapan, lebih banyak diam dan mengamati. Tapi sorot matanya lembut setiap kali menatap Eomma yang memegangi tangan Taeyong atau Appa yang dengan tenang menyendokkan lauk ke piringnya. Ini rumah, pikirnya. Begitu hangat dan terasa benar.
Hidangan penutup tiba di atas meja, kue kecil berlapis krim lemon dan susunan buah segar di atas piring porselen putih yang disiapkan dengan apik. Aroma manis menguar lembut, menambah kenyamanan suasana makan malam yang sudah sejak awal terasa hangat.
YOU ARE READING
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 4
Start from the beginning
