Apa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan?
Bagi Taeyong, ini hanya peran.
Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan-
sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri.
Between the Lines membawa kit...
Matanya tetap menatap kosong ke arah meja dan baru beberapa detik kemudian Taeyong sadar.
Di bawah meja, ia diam-diam menyentuh lengan Jaehyun. Lembut. Hangat. Penuh permintaan maaf yang tak bisa diucap langsung.
Jaehyun menoleh pelan, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Antara bingung, marah atau sekadar pasrah.
Tapi Taeyong tetap tersenyum. Senyum kecil yang menguatkan, seolah berkata, ‘Tolong. Sedikit lagi saja. Aku butuh kau.’
Dan seperti biasa, Jaehyun hanya bisa dia diam.
**
Jaehyun berjalan menuju balkon begitu mereka masuk ke kamar. Ia membuka pintunya lebar-lebar, berdiri di sana tanpa sepatah kata pun, memandangi kegelapan yang sunyi, seperti tengah menenangkan badai yang berkecamuk di dalam dadanya.
Taeyong berdiri di ambang pintu kamar, menatap punggung Jaehyun yang tegap namun terasa jauh sekali. Dada Taeyong terasa sesak. Ia tahu. Sangat tahu Jaehyun marah.
Dan itu sepenuhnya salahnya.
Perlahan, ia melangkah mendekat. “Jaehyun…” Suaranya pelan, seperti bisikan yang takut pecah di udara malam.
Tidak ada jawaban.
“Aku minta maaf…” Katanya lagi, lebih pelan, namun penuh penyesalan.
Jaehyun tetap diam. Matanya menatap lurus ke arah lautan gelap, tangan bertumpu di pagar balkon, rahangnya mengeras. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan diri. Menahan lidahnya agar tidak mengatakan hal-hal yang ia tahu akan menyakiti Taeyong. Karena ia marah. Ia kecewa. Tapi lebih dari itu, ia terluka.
Taeyong berdiri di belakangnya sekarang. “Aku tidak bermaksud untuk… menyeretmu sejauh ini. Aku hanya… panik dan—”
“Kau bilang ini hanya sementara.” Jaehyun akhirnya bicara. Suaranya tenang, tapi terdengar nyaring di telinga Taeyong. “Kau sendiri yang bilang begitu.”
“Aku tahu.” bisik Taeyong. “Aku salah.”
“Lalu kenapa?” Kali ini suaranya mengeras sedikit. Bukan membentak. Tapi cukup untuk membuat Taeyong membeku.
Taeyong menggigit bibirnya. Matanya mulai berkaca-kaca. “Aku… aku takut. Aku tidak bisa mikir jernih saat Appa bertanya soal itu. Dan aku tidak tahu kenapa tiba-tiba aku jawab begitu…”
Ia kemudian meraih lengan Jaehyun perlahan, menggoyangnya pelan seperti anak kecil yang mencoba meredakan amarah orang tuanya. “Aku minta maaf, Jaehyun… Jangan diam. Jangan seperti ini…”
“Kenapa kau bilang kita pasti akan menikah?” Jaehyun kini membalikkan badan dengan cepat, nadanya meninggi. “Kau bukan anak kecil lagi, Taeyong! Dan ini bukan permainan anak-anak yang bisa kau atur alurnya sesuka hatimu.”
Taeyong membeku.
Napasnya tercekat. Matanya membulat sedikit karena terkejut. Karena selama ini, selama bertahun-tahun mereka bersama, Jaehyun tidak pernah sekalipun membentaknya.
Jaehyun terdiam. Tubuhnya membeku, seolah baru menyadari apa yang baru saja keluar dari mulutnya.
Begitu matanya menangkap tubuh Taeyong yang menunduk, bahunya gemetar pelan. Suara isakan kecil terdengar dan air mata yang jatuh tak sempat Taeyong sembunyikan. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan, tapi gagal.
Jaehyun merasakan dadanya langsung sesak. “Taeyong…”
Tanpa pikir panjang, ia langsung menarik Taeyong ke dalam dekapannya. Lengannya melingkar erat di punggung lelaki itu, menahan gemetar tubuhnya sendiri. Ia memeluknya erat, seolah takut Taeyong menghilang.
“Maaf…” ucap Jaehyun nyaris seperti bisikan. “Maaf, aku tidak bermaksud… Aku… tidak pernah berniat teriak padamu…”
Taeyong masih terisak dalam dekapannya.
Beberapa saat kemudian, dengan suara serak dan nyaris tenggelam oleh tangisnya, Taeyong bergumam. “Maaf… kalau aku membuatmu semarah ini…”
“Bukan kau.” Jaehyun menggeleng, mencium ubun-ubun Taeyong. “Aku marah pada diriku sendiri. Aku takut. Takut semuanya semakin jauh dari kendali.”
Taeyong tidak menjawab. Ia hanya diam, bersandar di dada Jaehyun, membiarkan pelukan itu menenangkannya.
Untuk saat itu, mereka tidak bicara apa-apa lagi.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.