Dan mungkin… itu cukup untuk sekarang.
**
Di meja makan, aroma masakan Eomma memenuhi ruangan, hangat, mengundang dan terasa seperti rumah. Taeyong duduk di samping Jaehyun, sementara Appa dan Eomma duduk di seberang mereka. Obrolan ringan, tawa pelan dan candaan sesekali memenuhi ruang itu.
Seolah tak ada satu pun dari mereka yang sedang menyimpan rahasia besar malam ini.
“Masih suka makan bulgogi buatan Eomma, kan, Jaehyun?” tanya Eomma sambil menambahkan lauk ke piring Jaehyun.
“Tentu saja, Eomma. Masakan Eomma selalu jadi favoritku.” Jawab Jaehyun dengan senyum tulus yang disembunyikan di balik nada suara lembutnya.
Taeyong meliriknya sesaat. Ia tahu senyum itu. Ia tahu betul senyum itu palsu.
Tapi tidak ada yang salah dengan senyum itu malam ini, karena entah bagaimana Jaehyun membuat semuanya tampak seperti nyata.
“Orang tuamu sehat-sehat saja, Nak?” tanya Appa, mengalihkan pembicaraan.
Jaehyun meneguk air putihnya dulu sebelum menjawab. “Sehat, Appa. Hanya akhir-akhir ini aku belum sempat pulang karena pekerjaan sedang padat sekali.”
Eomma mengangguk. “Mereka sudah tahu soal kalian?”
Pertanyaan itu membuat sendok di tangan Taeyong sempat terhenti. Tapi Jaehyun menjawab lebih cepat dari jeda ketegangan yang terbentuk.
“Belum, Eomma.” Katanya pelan. “Aku belum sempat bertemu mereka. Aku tidak ingin menyampaikannya lewat telepon. Kalau waktunya sudah tepat, aku ingin bicara langsung.”
Eomma tersenyum bangga. “Kau memang selalu bijak dari dulu, Jaehyun-ah.”
Dan sekali lagi, senyum itu muncul di wajah Jaehyun. Hangat. Lugas. Sempurna. Terlalu sempurna untuk sebuah kebohongan.
Tapi hanya Jaehyun yang tahu rasanya menelan setiap kata itu, seperti memakan potongan rasa bersalah yang terus-menerus tumbuh dalam dirinya.
Di tengah momen yang terasa damai itu, tiba-tiba Appa meletakkan sumpitnya ke atas piring. Tatapannya bergeser dari Eomma ke kedua anak muda di depannya.
“Kalau kalian sudah saling mencintai dan sudah mengenal satu sama lain sejak kecil…” Appa memulai, suaranya tenang, namun mengandung kesungguhan yang membuat ruangan perlahan senyap. “Kapan kalian akan menikah?”
Suara cengkerik dari luar jendela terdengar jelas. Taeyong terdiam, pupilnya membesar, nyaris tersedak dengan makanannya. Jaehyun membeku di tempat, tangan yang menggenggam gelas pun perlahan mengendur.
Eomma memandang Appa dengan tatapan geli, seolah hendak menegur bahwa pertanyaannya terlalu tiba-tiba, tapi tak bisa menahan senyum kecil di sudut bibirnya.
“A-Appa…” gumam Taeyong akhirnya, mencoba mengatur napas. “Kenapa mendadak tanya begitu?”
“Bukannya mendadak. Tapi kalian sudah dewasa, saling kenal luar dalam dan kelihatannya saling mencintai dengan sungguh-sungguh.” Jawab Appa dengan datar, seolah itu hal paling logis yang bisa ditanyakan. “Jadi, apa yang kalian tunggu?”
Jaehyun menatap kosong ke piringnya, jantungnya berdetak terlalu cepat untuk ukuran makan malam biasa. Rasanya udara jadi berat dan sempit. Ia memaksakan senyum tipis. Belum sempat ia membuka suara, suara Taeyong lebih dulu datang.
“Tentu saja kami akan menikah, Appa.” Suaranya mantap. Senyumnya lebar, terlalu lebar untuk sebuah peran.
Jaehyun di sampingnya kembali membeku. Senyumnya luntur. Tangan yang sudah mengendur perlahan kembali mengepal, menegang tanpa sadar. Ucapan itu… bukan bagian dari kesepakatan awal. Tidak pernah ada rencana sampai sejauh ini.
YOU ARE READING
Between The Lines (JAEYONG)
FanfictionApa jadinya jika sahabatmu sejak kecil menjadi pasangan kontrak demi menyelamatkanmu dari perjodohan? Bagi Taeyong, ini hanya peran. Bagi Jaehyun, ini adalah kesempatan- sekaligus luka yang sudah lama ia simpan sendiri. Between the Lines membawa kit...
Chapter 3
Start from the beginning
