Kenapa yang pergi bersamanya justru Gaska?
Kenapa Ray dan Kiyo ... tidak pernah sedikit pun meliriknya lagi?
Hana menarik napas panjang, menenangkan dirinya.
Tidak apa-apa. Ini baru awal. Hanya butuh sedikit ... perbaikan strategi.
Ia melangkah pelan ke arah Ray, mengukir senyum tipis yang nyaris menipu siapapun yang tak mengenalnya.
"Ray ...." suaranya lembut, seperti tak ada niat buruk sedikit pun. "Aku rasa ... kita udah terlalu sering salah paham, ya?"
Ray mengerutkan dahi, berbalik dan menemukan tatapan sendu Hana.
Gadis itu terkekeh kecil, suara tawanya nyaris manja, tapi tetap terkontrol.
"Maaf. Aku cuma ... gak enak sama kamu."
Ray mengangkat sebelah alis, sabar mendengarkan, tapi Hana mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya menjadi lirih seperti jebakan madu.
"Kamu masih pengen Zea, kan? Aku ngerti kok, Ray ... kamu pasti kesel lihat dia deket sama Gaska."
Ray terdiam. Matanya berkedip tipis, tapi Hana menangkap itu.
"Aku nggak maksain, kok. Aku cuma mikir ... mungkin kita bisa bantu satu sama lain. Kamu pengen Zea balik ke kamu. Dan ... aku cuma pengen nyelametin Gaska dari racun cewek kayak Zea."
Ia mengedip pelan, matanya basah seperti gadis patah hati yang tak berdosa.
"Kamu inget, kan ... semua ini berantakan gara-gara siapa?" Hana melanjutkan lembut, seolah hanya mengingatkan, bukan menuduh. "Kalau dulu kamu nggak bikin semua orang mikir aku itu cewek gak berdaya yang kamu seret ke hubungan toksik ... mungkin sekarang ... yang deketin Gaska itu aku, bukan Zea."
Ia menurunkan suara lebih rendah, nyaris seperti bisikan.
"Jadi ... gimana kalau kita kerja sama aja, Ray? Kamu bakal dapetin Zea ... aku bisa dapetin Gaska ... semua senang, kan?"
Ray menatap Hana lama, ekspresinya sulit ditebak. Tapi Hana tahu, ia sudah menanam racunnya di kepala Ray. Ia tidak butuh paksaan. Cukup menabur benih dan menunggu pria itu menumbuhkan kebenciannya sendiri.
"Think about it, Ray." Hana mengedip pelan, senyumannya tetap selembut kapas. "Aku cuma pengen ... semua orang bahagia."
Ia berbalik, melangkah anggun meninggalkan Ray yang berdiri terpaku.
Di balik semua kata-kata manisnya, Hana tahu, ialah yang mengatur papan catur ini.
Ray menatapnya datar, tapi sudut bibirnya terangkat, seringai khas yang membuat suasana jadi menyesakkan.
"Yah ... pantes aja Zea muak sama lo," Ray memotong tanpa basa-basi, nada suaranya penuh remeh. "Lo tuh emang ... nyebelin banget kalau udah nunjukin muka asli lo, Han."
Hana terdiam. Untuk pertama kalinya, Ray tidak hanya mengabaikannya, tapi juga menertawakan topeng yang selama ini ia pakai.
"Jangan mimpi gue balik ke drama lo lagi," tambah lelaki itu, menyalakan rokok, lalu berjalan santai meninggalkannya. "Gue udah mulai ngerti kenapa Zea lebih seru direbutin."
Langkah Ray baru saja menghilang di ujung koridor, tapi suara tawa pecah di belakangnya, keras, nyaring, penuh ejekan.
Ray menghentikan langkah.
Hana berdiri tegak. Tak ada lagi senyum lembut. Tak ada lagi mata berkaca-kaca. Yang tersisa hanya wajah penuh sinis dan suara serak menahan amarah yang selama ini terkubur.
"Bangsat ... bangsat ... kenapa sekarang lo susah di kendaliin sih, Ray?"
Ray perlahan menoleh. Untuk pertama kalinya, ia melihat Hana tanpa topeng. Wajahnya yang biasanya lembut kini dingin, licik, dan menantang.
"Lo pikir gue bakal nyerah gitu aja? Gue nggak butuh lo kasihanin. Gue cuma pengen menang."
Lelaki itu menatapnya dalam diam, dahinya berkerut.
Hana melangkah mendekat. Tak ada lagi gaya bicara manis ala Hana. Nadanya tajam, mengiris.
"Kita kerja sama, Ray. Lo dapetin Zea ... gue dapetin Gaska. That's what is called a win win solution."
Untuk beberapa detik, Hana terlihat seperti makhluk asing.
Lalu ia tersenyum tipis. Senyum itu ambigu, antara menghina atau mungkin ... tertarik.
Tanpa berkata apa pun lagi, Ray kembali membalikkan badan, meninggalkan Hana yang berdiri menunggu jawabannya.
Hening.
Jawaban Ray menggantung di udara, membiarkan Hana menebak-nebak, sambil menyusun langkah berikutnya.
Tbc
Yups, lagi-lagi apa? Vote beb.
YOU ARE READING
Breaking The Script [END]
Teen Fiction"Idih!" Zea mendelik, kali ini duduknya menghadap Ray, dengan kepala sedikit mendongak dan menatap lelaki itu garang. "Lo bukan Jungkook, atau Gaska yang pantes buat gue caperin. Nggak worth it!" "Fact one: you're annoying. Fact two: that's it." . S...
![Breaking The Script [END]](https://img.wattpad.com/cover/391600165-64-k179879.jpg)