02.

44.2K 2.4K 12
                                        

Desain kelas Zea mengusung suasana yang lebih rapi dan individualis, di mana setiap siswa memiliki meja dan bangkunya sendiri tanpa harus berbagi dengan teman sebangku. Tata letaknya dibuat dalam barisan lurus menghadap papan tulis, menciptakan kesan lebih terorganisir dan formal. Info lainnya, posisi meja Zea kebetulan berada tepat di depan meja Dira.

Zea langsung meraba laci meja untuk mencari sesuatu yang bisa ia pakai untuk mengipasi lehernya yang berkeringat akibat terlalu lama menangis. Ketika menemukan sebuah kipas portable disana, Zea langsung duduk manis dengan punggung menyandar ke dinding, juga paha kanan yang ia taruh diatas paha kiri.

Seyren itu tipikal gadis yang memiliki insting kuat hingga membuatnya cepat menyadari ada yang menatapnya sinis, saat ia menoleh, lelaki diseberang meja terlihat menghunusnya dengan tatapan tajam.

Zea sudah berusaha untuk tidak peduli, namun tatapan itu masih terasa menusuk, membuatnya malah kepikiran. Tak tahan, gadis itu langsung berbalik menghadap Dira. "Itu siapa sih? Jelek banget mukanya!" tunjuknya terang-terangan pada lelaki itu.

Dira mengangkat sebelah alis. "Kiyo?"

Zea langsung manggut-manggut.

Ramakiyo Purnama, tritagonis yang akan membantu berkembangnya hubungan antara Ray dan Hana. Lelaki julid serta kekanakan, ciri khas seorang second lead dengan gambaran sebagai sosok humoris yang ditakdirkan cintanya di tolak oleh si pemeran utama.

Langsung saja Zea menggigit bibir bawahnya dengan mata melotot pada lelaki itu. Mengabaikan delikan kesal Kiyo, Zea kembali pada posisi nyamannya seperti semula.

"Ze."

Zea menaruh ponsel ke atas meja, bukan untuk melihat siapa yang berdiri didekat mejanya saat ini, ia hanya ingin melihat kuku-kuku panjangnya yang polos.

"Zea, kita perlu ngomong."

Ia bahkan tak repot-repot melirik Hana. Membuat Kiyo kesal sendiri. "Budek lo hah?!"

Barulah gadis itu mau mengangkat kepala, memberikan gelengan kepala pada lelaki itu. "Enggak." kemudian kembali fokus pada kuku-kukunya.

"Lo tuh beneran gak punya hati atau emang udah terbiasa jadi sampah emosional buat orang lain?"

Zea mengangkat sebelah alis. "Kasih liat gue aturan sekolah mana yang ngeharusin gue ngomong ama nih orang?"

Kiyo baru ingin menanggapi, tapi Zea sudah menyela. "Lo pergi deh dari sini, gue lagi males diamuk warga." tangannya berayun mengusir Hana.

Namun gadis ini tetap tak beranjak, seperti parasit yang tak mau meninggalkan korbannya.

"Aku pengen ngomong, Zea."

Zea memijat kepalanya pening, pantas saja karakter Zea ini memilih menjadi sosok antagonis, Hana memang sangat-sangat menyebalkan, hanya karena narasi-narasi novel ini sangat memujanya, Zea menjadi pihak yang paling di salahkan.

"Apa susahnya sih lo ngomong ama dia?"

"Bisa diem gak lo?" mata Zea bergerak dari atas ke bawah memandangi Kiyo. "Nyerocos mulu ngalahin cewek," gadis itu mendumel.

"Lo ngatain gue?!"

"Apa? Mau marah?!"

Kedua orang itu sudah sama-sama berdiri ketika guru akhirnya masuk ke dalam kelas, pada akhirnya mereka hanya menunjukan wajah saling mengejek sebelum akhirnya duduk di bangku masing-masing.

Breaking The Script [END]Where stories live. Discover now