"Idih!" Zea mendelik, kali ini duduknya menghadap Ray, dengan kepala sedikit mendongak dan menatap lelaki itu garang. "Lo bukan Jungkook, atau Gaska yang pantes buat gue caperin. Nggak worth it!"
"Fact one: you're annoying. Fact two: that's it."
.
S...
Zea melangkah santai ke depan kelasnya, ia mengenakan seragam putih abu-abu yang kini sudah rapi setelah berganti dari seragam olahraga. Begitu ia menginjak ambang pintu, sorakan langsung menggema, memenuhi koridor dengan suara teman-teman sekelasnya yang bersorak kegirangan.
"Zea! Dira! Gokil banget lo bedua!"
Zea tersentak mundur, sementara Dira yang sejak tadi berusaha menjauh dari keramaian malah sudah tertangkap lebih dulu. Gadis itu menatap Zea dengan pandangan lelah, seolah meminta bantuan untuk kabur. Sayangnya, teman-teman mereka sudah mengepung dari segala arah, menepuk bahu mereka dengan penuh semangat.
Bahkan Lidya, sang ketua kelas yang biasanya ketus dan nyaris tak pernah terlihat antusias, kini menyambut Zea dengan mata berbinar-bahkan ingusnya hampir meler. "Gue nggak nyangka lo ada gunanya juga di kelas ini," katanya dengan suara sedikit serak karena terlalu bersemangat.
Zea mengernyit melihat Lidya yang seperti ini, namun tetap terkekeh. Kemudian, perhatiannya teralihkan ketika melihat sekelompok orang yang berjalan di ujung koridor. Gisel dan teman-temannya melangkah dengan wajah masam, berusaha mengabaikan hiruk-pikuk yang jelas-jelas membuat mereka semakin kesal.
Zea tidak bisa melewatkan kesempatan ini begitu saja. Dengan langkah santai, ia maju dan berdiri di tengah koridor, tepat di jalur Gisel.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Gue menang lagi nih," suaranya cukup lantang untuk menarik perhatian sekitar.
Gisel berhenti, menatapnya dengan tatapan tajam. "Minggir."
Zea terkekeh. "Ah, lo kalah lagi, ya?" Ia memiringkan kepalanya dengan ekspresi penuh kemenangan. "Tapi kali ini bukan cuma gue yang ngalahin lo, ada satu orang lagi."
Gisel menyipitkan mata. "Maksud lo?"
Zea hanya tersenyum lebih lebar, lalu dengan santai menggeser tubuhnya ke samping. Ia memberikan pemandangan yang sempurna bagi Gisel: Elga yang tengah mengangkat tangan Dira tinggi-tinggi dengan ekspresi bangga, sementara Dira tampak ogah-ogahan dan nyaris pasrah dengan keadaan.
"Tada ...." Zea menyeringai. "Cowok idaman lo lagi mabuk cinta sama temen baru gue."
.
Hana duduk di sofa ruang tamu dengan kaku, tangannya menggenggam ujung rok seragamnya. Udara terasa berat, seolah memenuhi ruangan dengan sesuatu yang sulit diungkapkan. Ia tidak pernah membayangkan momen ini datang secepat ini-bertemu dengan ibu kandungnya setelah sekian lama.
Di hadapannya, seorang wanita duduk dengan gugup. Wajahnya lembut, tapi sorot matanya menyimpan banyak cerita yang belum terucap, kerinduan, penyesalan, dan harapan yang tak sepenuhnya padam. Ia menghela napas sebelum akhirnya berbicara.
"Hana ...." suaranya lirih, hampir bergetar. "Akhirnya, Mama menemukanmu."
Hana menelan ludah, merasakan kepanikan halus di dadanya. Rasanya aneh mendengar suara emosional dari seseorang yang bahkan tak pernah ia kenal. Bibirnya terbuka, tapi hanya satu kata yang keluar, ragu-ragu. "Mama?"