30.

27.5K 1.6K 23
                                        

Zea sudah hafal betul kebiasaan Hana yang suka mengemas wajah manisnya untuk menarik simpati. Karena itu, sejak pagi, ia menjaga jarak. Ia tahu betul Hana bukanlah gadis polos seperti yang ditunjukkan pada semua orang. Dan Zea tidak berniat sedikit pun terlibat dalam urusan Hana.

Namun, entah kenapa, semesta seperti sengaja menguji kesabarannya hari ini.

Zea sedang menunggu roti cokelatnya yang dipanaskan di kantin saat seorang adik kelas tiba-tiba menghampiri, menyodorkan catatan lusuh.

"Eh, Kak Zea ... Kak Hana nitip, katanya ini properti buat dekor nanti sore, harus diambil dari gudang. Katanya Kak Zea suka bantu-bantu."

Zea mengernyit. "Lah ... siapa bilang? Gue nggak pernah daftar jadi anak baik-baik, Dek."

Namun adik kelas itu buru-buru kabur, meninggalkan Zea yang mematung dengan ekspresi setengah frustasi. Ia melirik catatan itu. Ada nama Hana tertera di sudutnya, lengkap dengan coretan berbunga-bunga.

"Damn you whore," Zea menghela napas panjang. "Tega banget ngerjain gue lewat bocil."

Mau tidak mau, Zea menyeret langkahnya ke gudang. Pikirnya, selesai cepat, beres cepat. Ia bahkan sudah membayangkan kembali duduk santai sambil nonton video makanan mukbang kesukaannya.

Namun, setibanya di gudang, Zea mendapati pemandangan yang membuatnya mengerutkan dahi. Hana sudah ada di sana—sendirian, menata beberapa kotak seperti sedang sibuk.

"Oh ... kamu datang juga, Zea," ucap Hana tanpa menoleh, nada suaranya terlalu manis untuk situasi biasa.

Zea melipat tangan. "Lo serius nyuruh bocil buat nyeret gue ke sini?"

Hana hanya tersenyum tipis, menunduk.
"Aku pikir ... kamu pasti kasihan kalau lihat aku sendirian di tempat begini."

Zea mendecak pelan. "Kreatif juga lo."

Ia hendak berbalik pergi ketika tiba-tiba Hana menjatuhkan salah satu kaleng cat tepat ke kaki Zea, membuat Zea terlonjak panik.

"Han! Gila lo ya! Mau gue cacat apa?!"

Namun Hana dengan wajah polosnya justru menatap Zea, nyaris berkaca-kaca. "Aduh ... Zea, jangan kasar, dong ... Aku nggak sengaja."

Langkah-langkah cepat menggema dari koridor. Ray dan Kiyo muncul hampir bersamaan, menatap keadaan yang tampak seperti Zea sedang memojokkan Hana.

Ray langsung mendekat, menarik Zea dengan kasar.

"Lo lagi-lagi ganggu Hana, ya? Bosen hidup, Zea?"

Zea menghela napas, malas meladeni.
"Lah, gue yang dijebak. Lo pikir gue punya hobi nyiksa bocah manja gini?"

Kiyo menyeringai, melipat tangan santai.
"Gue suka, sih, Zea. Lo tuh ... tiap hari kayak magnet masalah. Tapi jadi lucu juga."

Zea mendengus. "Lo pikir ini lucu? Gue lagi pengen hidup damai."

Namun Kiyo justru ikut menarik tangan Zea dari sisi lain, membuat situasi makin absurd.

"Gue dukung lo nyari damai, Zea. Tapi damai di sebelah gue aja gimana? Nggak usah deket Ray. Ntar rusak aura lo."

Ray memelototi Kiyo. "Jangan cari gara-gara, Ki. Gue urus dia dulu."

Breaking The Script [END]Where stories live. Discover now