Mohon vote ya teman-teman, kalian menikmati cerita ini, vote dari kalian pun bisa membantu aku menulis cerita ini.
.
Entah sejak kapan Kiyo mulai sadar bahwa gerakan Zea selalu terekam rapi di kepalanya.
Cara Zea menyilangkan kaki dengan santai, seperti tak peduli pada dunia. Cara ia menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga, lalu menarik cermin saku dari tas dan mengamati wajahnya sebentar, sebelum mengoleskan liptint merah itu ke bibirnya dengan sekali gerakan halus-semuanya tampak seperti adegan dalam slow motion bagi Kiyo.
Kenapa sih gue malah merhatiin beginian? Alis lelaki itu mengerut tak suka, tapi tatapannya tetap tertuju pada Zea.
Gadis itu kemudian merapikan poninya yang sedikit berantakan, menekuk bibir untuk meratakan liptint, lalu menggigit pelan bibir bawah. Kiyo sampai tak sadar bahwa napasnya sempat tertahan, gerakan gadis itu begitu ringan, tapi entah kenapa terasa- tidak! Apa yang Kiyo pikirkan?! Lelaki itu segera mengenyahkan pikiran konyol itu jauh-jauh.
Lalu ketika Zea menoleh, Kiyo memalingkan wajah cepat-cepat, menatap ke arah jendela. Tapi pikirannya tetap tertinggal pada satu pertanyaan: Sejak kapan warna merah yang selalu ia anggap buruk itu bisa terlihat begitu cocok di bibir Zea?
Kiyo mengerjapkan mata, mencoba fokus kembali. Tapi otaknya justru makin kacau.
Gila. Ini nggak masuk akal.
Zea melangkah pelan mendekat. Suara sepatunya beradu pelan dengan lantai, tapi di telinga Kiyo, itu terdengar seperti alarm tanda bahaya. Ia kini berpura-pura fokus menatap pohon di luar jendela, namun bayangan Zea semakin dekat. Dan benar saja-
"Dari tadi lo ngeliatin gue terus."
Kiyo langsung berpaling cepat. "Hah? Siapa yang ngeliatin?" Ia tertawa gugup, mengangkat alis tinggi-tinggi. "Lo geer banget deh."
Zea menyilangkan tangan di depan dada, menaikkan satu alis. "Oh ya? Jadi lo nggak ngeliatin pas gue ngaca, pas gue pake liptint, pas gue nyisir poni?"
Kiyo tersedak udara sendiri, tidak menyangka Zea bisa sepeka itu. "Gue ... Nggak! Gue cuma ... kebetulan aja! Mata gue tuh ... nyari tempat buat istirahat."
"Dan tempat istirahat mata lo itu, muka gue?" Zea mendekatkan wajahnya sedikit, senyumnya samar tapi matanya menyala jahil. "Ngaku aja, Kiyo."
Kiyo mundur sedikit. "Lo kan duduknya strategis. Jadi ya otomatis keliatan aja gitu."
Zea memutar bola matanya.
"Terus lo maunya gue ngaku apa?" Kiyo menantang, walau pipinya sudah memerah.
Gadis itu mengangguk kecil, pura-pura berpikir. "Ngaku aja kalau lo kagum sama pesona gue. Gue ngerti, kok. Susah buat nggak ngelirik gue." Ia menepuk bahu Kiyo singkat.
Kiyo menatapnya tak percaya. "Gila. Lo pede banget."
Zea hanya terkekeh dan kembali melangkah melewati meja Kiyo. Tapi sebelum benar-benar sampai di pintu kelas, ia sempat menoleh dan berkata pelan namun cukup jelas. "Tapi makasih, Kiyo. Liptint merahnya emang gue pilih khusus hari ini."
Kiyo menatap punggung Zea, mendadak kehilangan kata. Satu tarikan akhirnya bisa keluar, lirih dan legah.
"Parah."
Lelaki itu langsung mendelik, Elga tiba-tiba berada disampingnya cukup dekat.
"Parah, parah." Elga menggelengkan kepala. "Gue emang nyaranin lo buat ngajak Zea kerja sama, malah jatuh cinta."
YOU ARE READING
Breaking The Script [END]
Teen Fiction"Idih!" Zea mendelik, kali ini duduknya menghadap Ray, dengan kepala sedikit mendongak dan menatap lelaki itu garang. "Lo bukan Jungkook, atau Gaska yang pantes buat gue caperin. Nggak worth it!" "Fact one: you're annoying. Fact two: that's it." . S...
![Breaking The Script [END]](https://img.wattpad.com/cover/391600165-64-k179879.jpg)