"Idih!" Zea mendelik, kali ini duduknya menghadap Ray, dengan kepala sedikit mendongak dan menatap lelaki itu garang. "Lo bukan Jungkook, atau Gaska yang pantes buat gue caperin. Nggak worth it!"
"Fact one: you're annoying. Fact two: that's it."
.
S...
Kiyo terdiam sesaat, benar juga, mengapa lelaki itu tidak kepikiran sampai sana? Sejak Zea datang kesini, entah mengapa rasa benci Kiyo mulai bercampur dengan sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak ingin ia akui.
Padahal, Zea tidak pernah sekali pun main kasar pada Hana, orang-orang tahu hanya Gisel yang selalu merundung Hana.
Sejak Zea datang ke sekolah ini, Kiyo selalu merasa terusik. Awalnya, ia yakin itu cuma karena status Zea sebagai mantan Ray, seseorang yang selama ini ingin ia pisahkan dari Hana. Tapi semakin lama, semakin sulit untuk mengabaikan fakta bahwa kebenciannya terhadap Zea terasa lebih personal daripada yang seharusnya.
Bahkan ketika melamun pun, Kiyo tiba-tiba teringat hal paling mengesalkan tentang Zea.
Ia tidak suka caranya berbicara. Tidak suka caranya tersenyum sinis, seolah selalu tahu sesuatu yang orang lain tidak tahu. Tidak suka bagaimana ia bisa menarik perhatian tanpa perlu berusaha.
Tapi kenapa? Kenapa rasa bencinya harus sebesar ini?
Kiyo mengepalkan tangan, mencoba meredam kegelisahan yang tiba-tiba muncul. "Lo beneran percaya Zea bakal main bersih, El?" tanyanya akhirnya, suaranya lebih datar dari yang ia harapkan.
Elga mengangkat bahu. "Gue nggak peduli dia main bersih atau nggak. Yang gue tahu, kalau dia bisa bikin Ray lupa sama Hana, itu udah cukup buat lo menang, kan?"
Kiyo terdiam, menimbang kata-kata itu. Logikanya masuk akal. Tapi kenapa rasanya ada yang tidak beres? Kenapa ada bagian dalam dirinya yang tidak suka dengan ide Zea kembali ke pelukan Ray?
Sial.
Kiyo mengalihkan pandangannya kembali ke tribun, ke arah Zea yang masih duduk dengan santai, menikmati angin sepoi-sepoi dengan dagu bertopang, sebelum akhirnya, gadis itu menyadari tatapan lelaki itu.
Mereka saling pandang untuk beberapa detik, lalu, Zea terkekeh sinis ke arahnya, seolah sedang meledek.
Kiyo kembali mendengus. "Gue nggak percaya sama dia, El. Gue nggak mau ngeliat Hana sakit hati gara-gara cewek yang kayak gitu."
Elga menghela napas, menatap Kiyo lama sebelum akhirnya tertawa kecil. "Gila. Lo beneran bucin banget, ya?"
Kiyo tidak membalas, cuma menatap Elga dengan alis berkedut. Dalam hatinya, ia tahu satu hal, Elga mungkin belum sadar, tapi cepat atau lambat, Zea pasti menunjukkan warna aslinya.
.
Omong-omong, Zea rindu Gaska, lelaki manis kesayangannya itu juga pasti merindukannya setelah berhari-hari belum bisa bertemu sejak momen terakhir mereka ketika ia sakit.
Porseni akan di adakan minggu depan, Dira dan Gaska jadi tidak memiliki banyak waktu untuk Zea, dari pada menunggu mereka luang, lebih baik ia saja yang mampir.
Gadis itu melangkah dengan ringan menuju ruang OSIS dengan jemari yang memilin ujung rambutnya, gadis itu jelas penuh semangat. Senyum kecil bermain di sudut bibirnya saat membayangkan Gaska.
Namun, langkahnya perlahan melambat begitu saja. Dari kejauhan, ia melihat dua sosok berjalan berlawanan arah dengannya. Kiyo dan Hana.
Zea mendengus pelan. Mood-nya yang tadi bagus langsung anjlok. Wajahnya ia setel lebih dingin, ekspresinya berubah ketus. Semakin mereka mendekat, semakin Zea bersiap pura-pura tidak melihat. Namun, seperti yang sudah ia duga, Hana menyapa lebih dulu.
"Hai, Zea!" suara Hana terdengar riang seperti biasa.
Zea hanya menoleh sebentar. Ia memberikan senyum tipis, lalu dalam sekejap kembali memasang ekspresi sinis. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu. Dan seperti yang sudah diduga, baru beberapa langkah menjauh, suara Kiyo terdengar menusuk telinga.
"Nggak usah terlalu baik sama dia," suara Kiyo cukup keras untuk memastikan Zea mendengarnya. "Nggak ada gunanya."
Zea menghentikan langkah. Napasnya terasa lebih berat, tapi ia tidak mau menunjukkan kalau ucapan Kiyo berpengaruh padanya. Ia berbalik perlahan, lalu memanggil nama Kiyo dengan suara manis yang dibuat-buat.
"Kiyo."
Kiyo dan Hana ikut berhenti. Lelaki itu menatap Zea dengan tatapan malas, seperti sudah memperkirakan bahwa ini akan berujung pada konfrontasi.
"Apa?" Kiyo membalas, nada suaranya jelas-jelas menunjukkan ketidaksabaran.
Zea menyunggingkan senyum. Kali ini lebih lebar, juga lebih natural. "Lo nggak boleh kebanyakan benci sama gue," katanya santai. "Nanti bisa jadi jodoh."
Kiyo mengernyit. "Hah?"
Zea mengedikkan bahu dengan ekspresi tanpa dosa. "Katanya kalau kebanyakan benci sama orang, nanti malah jodoh. Males banget, kan? Gue juga nggak mau jodoh sama lo."
Ekspresi Kiyo berubah dalam sekejap. Ia mendengus pelan, lalu mendekat selangkah. "Lo bisa nggak sih nggak sotoy?"
"Gue sotoy? Padahal gue cuma bilang fakta." Zea mengedikan dagunya ke samping, menunjuk mading sekolah. "Lihat, takdir sendiri yang ngomong."
Poster porseni terpampang jelas di sana, tepatnya pada sudut mading, ada nama Zea Maheswari dan Ramakiyo Purnama yang tercantum sebagai rekan modeling mewakili kelas mereka, dalam lomba fashion show.
Kiyo terkekeh memandangi poster tersebut. "Lo pikir gue nggak bisa nolak pertunjukan konyol ini?"
"Sayang banget." Zea mengerucutkan bibir, jemarinya bertaut seolah kecewa. "Hana pasti suka deh, lihat lo jalan di runway."
Hana, yang awalnya hanya mengamati, langsung mengangguk antusias. "Iya! Kiyo, pasti keren banget!"
Kiyo membuka mulutnya, seakan ingin membantah, tapi begitu melihat ekspresi penuh harap dari Hana, ia hanya bisa menghela napas panjang.
"Kiyo, lo harus siap-siap makan hati kalau nanti kita jadi partner. Gue nggak bakal bikin ini gampang buat lo." Zea tertawa kecil, merasa menang. "Kalo lo masih benci ama gue, kita bisa beneran jadi jodoh."
Tepat setelah berkata seperti itu, Gaska keluar dari ruang OSIS, seolah Zea sudah memprediksinya, gadis itu langsung mengait lengan Gaska begitu lelaki itu berjalan lewat.
Bersama dengan Gaska yang berusaha melepaskan kaitan tangan Zea yang cukup rekat, gadis itu menyempatkan diri melambai pada mereka dengan cengiran senang.
Sementara Hana masih tersenyum penuh semangat, Kiyo hanya mampu memijat pelipis.
Tbc
Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou mettre en ligne une autre image.