Zea mengerjap, bingung harus bereaksi seperti apa. Namun, ketika Elio kembali menarik rambutnya, kali ini sedikit lebih kuat, ia spontan memelototkan mata sebagai bentuk protes.

Alih-alih takut, Elio malah tertawa terbahak-bahak.

Zea terdiam, menatap anak itu dalam kebingungan. Lalu, dengan sengaja, ia kembali memelototkan matanya, dan sekali lagi, Elio tertawa geli.

Tawa bocah itu terdengar begitu lepas, membuat Zea tanpa sadar ikut tersenyum. Ia mencoba lagi, kali ini menambahkan sedikit gerakan dramatis dengan alis terangkat, dan Elio semakin terpingkal-pingkal.

Tanpa disadari, momen kecil itu menarik perhatian semua orang di ruangan.

"Mau gendong?"

"Hah?" Zea mendongak, menatap Gaska yang ternyata sudah memandangnya sedari tadi.

Lelaki itu, yang selama ini nyaris tidak berekspresi, kini menatapnya dan Elio dengan senyum tipis.

"Boleh?" tanya Zea memastikan.

Begitu Gaska memberikan anggukan, Zea langsung mengulurkan tangan, dan lelaki itu tanpa banyak bicara menyerahkan Elio kepadanya. Si bocah masih cekikikan, tubuh mungilnya terasa ringan di pelukan Zea.

"Dia nggak berat, kan?" tanya Gaska, suaranya tetap datar tapi ada sedikit nada perhatian di sana.

Zea menggeleng, menyesuaikan posisi Elio di pangkuannya. "Enggak, malah enteng banget. Dia selalu seceria ini?"

Gaska menatapnya sekilas sebelum mengalihkan pandangan kembali pada Elio. "Tergantung mood."

Zea mengernyit, lalu menunduk melihat Elio yang kini bersandar nyaman di bahunya, jari-jari kecilnya menggenggam ujung hoodie yang ia kenakan.

"Berarti gue approved, ya?" goda Zea sambil menyenggol lembut lengan bocah itu.

Elio mengangguk cepat, lalu kembali terkikik. "Lucu!" katanya polos.

Zea tertawa kecil. "Siapa? Aku?"

Begitu Zea hendak bergeser, Gaska sigap memindahkan gelas jus sebelum di senggol gadis itu, tindakannya tidak disadari oleh Zea, namun tiga orang lainnya di ruangan itu jelas melihatnya.

"Lo sering jagain dia?" tanya Zea lagi, masih mengayun-ayunkan tubuh Elio dengan ringan.

"Kadang." Gaska mengusapi kepala Elio. "Kalau nyokap sibuk."

"Dan dia lebih nyaman sama lo daripada yang lain?"

Lelaki itu mengangkat bahu. "Mungkin."

Tanpa mereka sadari, obrolan kecil itu sudah menarik perhatian yang lain.

Di sudut lain, Dira yang duduk dengan Ray menyikut lengan lelaki itu. "Itu yang gue maksud."

Ray yang sedari tadi diam hanya tertawa sinis. Tatapannya masih tertuju pada Zea dan Gaska yang kini duduk berdampingan dengan Elio di antara mereka.

Di sampingnya, Dira dapat melihat Hana yang terdiam. Gadis itu tidak ikut dalam obrolan Dira dan Ray, tapi matanya tak lepas dari pemandangan di depan.

.

Tiga hari berlalu dalam kesibukan. Busana yang mereka kerjakan hampir selesai, hanya butuh sedikit sentuhan akhir agar benar-benar sempurna untuk dipamerkan besok.

Namun Zea merasa masih ada yang kurang. Ada detail kecil yang ingin ia tambahkan, sesuatu yang akan membuat desain mereka lebih istimewa. Karena itu, ia datang terlambat ke rumah Gaska malam itu, setelah mampir sebentar untuk mengambil beberapa peralatan tambahan.

Breaking The Script [END]Where stories live. Discover now