Zea hanya tersenyum kecil, satu alisnya yang diberi garis jarak diujung, terangkat seolah menantang. "Hai Gaska."

Apa-apaan gadis ini? Datang ke sekolah dengan tampilan seperti mau dugem.

Gaska menarik napas.

Sejenak ada keheningan, seolah lelaki itu bingung harus berkata apa terlebih dahulu.

"Lo make sepatu merah, anting gede, bando macan tutul."

Zea mengangkat tangan tanda tak mau pusing, tapi Gaska belum selesai.

"Makeup berlebihan, dan ...." lelaki itu memijat pangkal hidung. "Turunin baju lo."

Dira datang dengan langkah cepat. Tanpa basa-basi, tangannya langsung melepaskan ikatan baju Zea dan menutupi perut gadis itu.

Tapi Zea sendiri hanya terkekeh-kekeh santai.

"Ini fashion, Gaska."

Gaska berkedip. Matanya menelusuri Zea dari ujung kepala hingga ujung kaki, mencoba memahami apa yang sebenarnya ada di kepala gadis itu. Pada akhirnya, ia hanya bisa menghembuskan napas sekali lagi.

"Barang lo disita, lepas," titah lelaki itu tanpa memandang Zea lagi.

"Apanya yang dilepas?"

Dira memelototkan mata, langsung menyenggol pundak Zea karena sudah tak enak melihat tatapan tajam Gaska. Bukannya terintimidasi, Zea malah masih terlihat sumringah.

"Yaudah, lepasin," ujar gadis itu, dengan nada suara sedikit lebih rendah dari biasanya, hampir seperti bisikan yang disengaja.

Gaska mengerjapkan mata, masih berusaha bersabar. "Maksud gue, lo yang lepasin sendiri."

Zea mendesah pelan, lalu mulai melepas bando macan tutulnya dengan gerakan lambat. "Sayang banget, padahal bando ini cocok sama gue." ia mengusap bando itu seolah ragu, lalu menatap Gaska dengan tatapan penuh arti. "Tapi nggak apa-apa, kalau Gaska yang minta, gue nurut."

Beberapa anggota OSIS menahan napas, sementara yang lain mulai berbisik-bisik.

"Antingnya."

Zea menghela napas dramatis. "Anting ini berat, tahu. Tiap hari gue pake biar telinga gue kuat." Ia melepasnya perlahan, lalu mengulurkannya ke arah Gaska. Tapi sebelum lelaki itu mengambilnya, Zea menarik tangannya kembali dan tersenyum jahil. "Eh, tunggu. Ini serius OSIS yang nyita? Atau elo?"

Dengan gerakan santai, Gaska merebut anting itu dari tangan Zea. "Udah, jangan drama."

Zea hanya terkikik kecil. "Kok kasar? Pelan dong, Ka."

Beberapa anggota OSIS mulai batuk-batuk menahan tawa, tapi Gaska tetap tampak tenang. Ia melirik kaki Zea. "Sepatunya."

Zea menatapnya dengan tatapan penuh arti. "Lo yakin mau lihat gue buka sepatu sekarang?"

Gaska mengangkat bahu. "Gue udah lihat yang lebih buruk dari ini."

Zea mengangkat alisnya, tertawa pelan. "Dih, lo bosenin banget."

Gaska tidak menggubris, hanya menatap Zea seolah menunggunya melakukan perintah.

Zea akhirnya menurut, melepas sepatunya dengan ekspresi puas, lalu menyodorkannya ke Gaska. "Lo mau taruh dimana? Jangan disimpen jauh-jauh, biar gue ada alasan buat kesini lagi."

Gaska mengambil sepatunya tanpa ekspresi. "Gue lebih khawatir kalo otak lo yang disimpen jauh-jauh."

Anggota OSIS yang mendengar langsung berseru kecil, menikmati duel mereka.

Breaking The Script [END]Where stories live. Discover now