Begitu Hana berdiri didepannya, langsung saja Gisel menyerahkan seluruh aset berharga milik Zea pada gadis itu. "Nih bawain ini ke meja sana."
Hana mengikuti arah tunjuk Gisel, dimana disana sudah ada Zea yang tengah sibuk bermain ponsel.
"Zea, gue punya hadiah buat lo."
Zea langsung mengangkat kepala begitu Gisel duduk didepannya. "Pelayan kita hari ini." disamping gadis itu, ada Hana yang menatap mereka takut-takut, membawakan semua camilannya tadi.
Genggaman tangannya pada ponsel tiba-tiba mengerat, Zea ingat adegan ini, adegan dimana Gisel terang-terangan merundung Hana, mempermalukan Hana di tengah keramaian kantin, Zea tak ikut campur, ia hanya menikmati pemandangan itu dengan dagu bertopang, lalu Ray akan datang sebagai pahlawan seperti biasa, dan ... main tangan lagi.
Jika di ingat lagi, Zea tidak pernah benar-benar merundung Hana, gadis itu terlalu terobsesi untuk merebut Ray kembali. Yang selalu menyiksa Hana sebenarnya adalah ....
Gisel.
Antagonis lain yang kini tengah duduk dihadapannya.
Tapi karena tokoh Zea lebih dominan, maka pihak yang paling disalahkan adalah dirinya, semua tindakan Gisel, harus ditanggung oleh Zea.
"Stop." Zea menghentikan Gisel yang baru akan mengeluarkan perintah lagi pada Hana. Ia menatap sekeliling dengan cemas. "Lo harus pergi dari sini," ujarnya memperingati Hana.
Gisel menatapnya bingung, sementara Hana cepat-cepat mengangguk dan bersiap untuk pergi, namun baru saja akan melangkah, Gisel lebih cepat menyandung kakinya.
"Gue bilang berenti ya berenti!"
"Zea, lo kenapa sih?!" Gisel memandangnya dengan dahi mengernyit. "Ini cuma becandaan biasa ...!"
Zea memejamkan mata berusaha menekan amarahnya. "Gisel ... gue gak tahu lo sengaja keliatan tolol atau emang beneran tolol tapi-" gadis itu memperingati. "Kalo ampe pahlawannya nih anak muncul, gue bisa-"
Gisel tersinggung. "Lo ngatain gue tolol?!"
Zea berdiri, segera menghentikan Gisel yang kini mengambil jus di meja sebelah, ia berhasil melindungi Hana dari siraman jus, tapi tidak melindungi dirinya sendiri.
"Oh God, Ze!" Gisel membulatkan mata. "Ze ... gue bener-bener minta maaf, gue gak bermaksud buat-"
Tapi Zea malah mengabaikan bajunya yang terkena noda, ia berbalik menatap Hana yang bukannya langsung berdiri, malah menatapnya bingung.
Zea mengeraskan rahang, melihat Hana yang seperti ini, mengingatkannya pada Vanya-gadis seangkatannya yang sama merepotkan dengan sang pemeran utama ini.
"Lo lumpuh, hah?!" gadis itu segera menarik tangan Hana untuk berdiri. "Atau emang lo sengaja dikasihanin orang-orang?!" lanjutnya mengomel.
"Zea ... aku ...."
Belum sempat Hana menyelesaikan kalimatnya, rambut Zea ditarik dari belakang, membuat gadis itu terseret hingga punggungnya membentur dada Ray.
"Gue udah peringatin lo," bisik lelaki itu geram. "Lo bakal nyesel kalo nekat."
Air mata Zea sedikit demi sedikit keluar, dapat ia rasakan rambutnya banyak yang tercabut karena cengkeraman Ray, lelaki itu memang tak kira-kira mengeluarkan tenaganya untuk gadis mungil seperti Zea.
Gadis itu menahan agar tak berteriak, di situasi ini, ia tiba-tiba teringat Thea serta serangan andalan sahabatnya itu jika dalam keadaan terdesak.
Zea berusaha berbalik, saat pandangannya menangkap leher Ray, langsung saja ia memberikan sabetan maut disana.
YOU ARE READING
Breaking The Script [END]
Teen Fiction"Idih!" Zea mendelik, kali ini duduknya menghadap Ray, dengan kepala sedikit mendongak dan menatap lelaki itu garang. "Lo bukan Jungkook, atau Gaska yang pantes buat gue caperin. Nggak worth it!" "Fact one: you're annoying. Fact two: that's it." . S...
![Breaking The Script [END]](https://img.wattpad.com/cover/391600165-64-k179879.jpg)