Tidur Panjang

734 60 7
                                    

Happy reading

   

    

Jeno tersentak dan terbangun dari tidurnya. Netranya terbuka lebar. Seketika cahaya menyilaukan menyapa indra penglihatannya. Ia memicingkan sebelah matanya. Hingga beberapa saat kemudian netranya dapat beradaptasi dengan baik. Ia menatap lurus ke depan. Sebuah atap berwarna putih terang yang asing yang ada di hadapannya.

'Dimana ini?' batinnya.

Beberapa saat kemudian ia mendengar isak tangis. Jeno memutar kepalanya. Ia terkejut kala mendapati sang ibunda menangis tersedu-sedu dalam pelukan Tania.

"Mama?" panggilnya.

Namun wanita itu masih saja tersedu. Sementara Tania terus mengusap punggungnya dengan lembut. Wanita itu, yang walaupun tidak menangis, tampak jelas kesedihan tergambar di wajah cantiknya. Matanya nampak sembab, jelas sekali jika ia juga usai menangis.

"Bunda?"

Jeno memanggil wanita yang sudah ia anggap seperti ibu keduanya itu. Tapi sama seperti Fanny, Tania juga seolah tak mendengarnya.

"Puppy..." suara serak sang saudara kembar yang di dengarnya sontak membuat Jeno menoleh ke arah berlawanan.

Saat itulah ia dapat melihat dengan jelas 3 orang tersayangnya yang lain berada disitu. Naja yang menangis dirangkul oleh sang ayah, Hayden yang netranya juga basah. Lalu, di sisi keduanya. Seorang pemuda yang sangat ia sayangi. Pemuda yang kasih sayangnya begitu tulus. Yang rela melakukan apapun untuknya. Yang mencintainya sepenuh hati. Dan menjadikannya sebagai separuh nafasnya. Dapat dilihatnya pemuda itu menangis tanpa bersuara.

"Sayang? Kamu nangis?" tanyanya.

Jeno terkejut. Pasalnya ini pertama kalinya ia melihat Mark menangis. Selama ini yang ia tahu, Mark adalah malaikat pelindungnya yang tegar dan memiliki kesabaran seluas samudra. Ia tak pernah marah ataupun menangis. Setidaknya itu yang pemuda itu tunjukkan padanya.

"Mark? Sayang?"

Jeno kembali menyebut nama sang kekasih. Namun pemuda itu seolah tak mendengar. Ia hanya menantapnya dengan sendu. Jeno mengernyit heran. Mengapa Fanny, Tania, dan juga Mark tak merespon panggilannya. Sebenarnya apa yang terjadi?

Rasa penasaran yang luar biasa menyelimuti Jeno. Ia mencoba memanggil sang saudara kembar dan sang ayah bergantian.

"Nana?"

"Papa?"

Tak ada jawaban. Posisi dan ekspresi keduanya masih sama. Jeno semakin bingung. Maka ia mencoba bangkit. Jeno terduduk di ranjang itu. Ia kembali menoleh pada sang kekasih.

"Mark? Kamu kenapa Sayang? Kamu baik-baik aja kan!?"

Jeno memutar badannya. Kaki jenjangnya ia bawa turun dari ranjang. Ada sesuatu yang berbeda yang ia rasakan. Badannya terasa ringan. Sangat ringan. Jeno merasa ia seolah melayang. Meski begitu ia tetap melangkah. Dengan mantap ia mendekati Mark yang berdiri tak begitu jauh darinya. Tangannya terulur, hendak meraih tangan Mark yang tergantung bebas di sebelah tubuhnya. Seketika netranya melebar.

Jeno mencoba mengulanginya. Ia tersentak kala tangannya melewati tangan Mark begitu saja. Diangkatnya kedua tangannya. Lalu ia membolak-baliknya. Ia terkejut kala mengetahui bahwa kedua tangannya tembus pandang. Bahkan ubin putih di bawahnya nampak jelas. Setelahnya ia mendongak. Kembali menatap Mark. Tangannya kembali terulur. Kali ini untuk menyentuh rahang tegas si pemuda Leo. Dan kejadian serupa ia dapatkan sebagai jawaban dari rasa penasarannya. Ia tak dapat menyentuh Mark. Karena dirinya tembus pandang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 13 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Neighbour | MarkNo (END) Where stories live. Discover now