40. Saddest Time (2)

1.2K 132 11
                                    

Happy reading

    

    

Mark mendorong kursi roda Jeno menuju ruangan tempat Donny dirawat. Sementara Naja, Hayden, Fanny dan Yunita mengekor di belakang mereka. Pemuda dalam kursi roda itu tak mengucapkan sepatah kata pun selama perjalanan. Ia masih marah dan kesal pada seluruh anggota keluarganya.

"Mark, tunggu," ucap Jeno saat mereka tiba di depan ruangan Donny.

Mark menghentikan langkahnya. Pun dengan yang lain.

"Ada apa Sayang?" tanyanya.

"Aku.. takut."

"Takut?"

"Sesuatu yang besar ada di balik pintu itu. Rasanya itu akan jadi hal paling menyakitkan yang akan ku dengar."

Mark memutari kursi roda Jeno dan berjongkok di depan sang kekasih.

"Kalo kamu gak siap kita bisa kesini lagi lain kali. Sekarang kita-"

"Enggak. Aku gak mau lain kali, Mark. Aku mau tau semuanya sekarang juga. Aku cuma takut dan gak siap nerima kenyataan apapun yang akan terbuka bersama dengan dibukanya pintu itu."

Ada sendu dari cara bicara Jeno. Ia tahu, sesuatu yang buruk tengah menimpa Donny. Orang yang pernah dicintainya begitu dalam.

"Kalo gitu pegang dan genggam tanganku. Aku bakal ada disisi kamu dan nguatin kamu buat menghadapi apapun itu nantinya."

"Terima kasih, Mark. Ayo kita masuk."

Mark mengangguk. Lalu membuka pintu di hadapannya dan mendorong kursi roda Jeno masuk ke dalam.

    
°°

   

Hening ruang rawat Donny membuat Jeno tak nyaman. Ia yang terbiasa dengan keheningan, kaliini merasa takut. Tangannya bergerak ke belakang mencari tangan Mark. Pemuda yang berdiri di belakangnya itu segera menggenggam tangannya dengan erat. Naja kemudian menggantikannya mendorong kursi roda Jeno. Hingga Mark bisa berada di sisi Jeno.

Tania yang tengah termenung seorang diri nampak terkejut melihat kehadiran Jeno. Ia bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri pemuda itu. Tania bersimpuh di depan Jeno.

"Jeno, kamu-"

"Bunda, Kak Donny kenapa?" tanya Jeno tanpa basa-basi.

Tania tertegun. Ia melirik pada Hayden dan Fanny yang berdiri tak jauh di belakang Jeno. Keduanya terlihat sedih.

"Bunda, tolong jawab yang jujur. Tolong jujur sama Jeno, Kak Donny kenapa?"

Tania meraih sebelah tangan Jeno yang terbebas. Ia menggenggam tangan pemuda itu dengan lembut. Yang entah mengapa membuat Jeno merasa semakin bersedih. Air matanya menetes begitu saja ketika Tania mengusap punggung tangannya yang berinfus.

"Bunda, kasih tau Jeno, apa yang terjadi sama Kak Donny. Ceritain semuanya tanpa ada yang terlewat. Jeno mohon. Jangan bohongi Jeno, Bunda."

Neighbour | MarkNo (END) Where stories live. Discover now