19. Mommies

2.1K 183 12
                                    

Happy reading

        

      
Jeno mengernyit kala mobil yang dikendarai Naja masuk ke area bandar udara. Ia pikir sang kakak kembar akan mengajaknya ke sebuah pusat perbelanjaan atau tempat lain. Namun ternyata Naja malah membawanya ke tempat itu. Ia tak lagi dapat menahan pertanyaannya.

"Na," panggilnya.

"Hm?"

"Ngapain kita ke sini?"

"Biasanya orang ke sini ngapain?"

"Ya mau terbang atau mau jemput lah. Pake tanya lagi!"

"Nah itu tau."

"Kita mau jemput? Jemput siapa Na?"

"Gak usah kebanyakan tanya. Ntar kamu juga tau."

Jeno mendecak kesal. Ia memutar badannya menghadap pada Mark.

"Gue tebak lo udah tau kalo kita mau ke sini," ucapnya pada Mark.

Mark hanya tersenyum. Jeno semakin kesal. Ia membalik badannya.

"Kalian ini kenapa sih sukanya main rahasia-rahasiaan!" ucapnya kesal.

"Lo mau tau?" tanya Mark.

"Ya iyalah! Makanya gue tanya," ketua Jeno.

"Sini gue bisikin."

Dengan penuh antusias Jeno kembali memutar badannya ke belakang. Ia menggeser sedikit duduknya. Mark pun mencondongkan tubuhnya ke arah Jeno. Wajahnya bergerak maju. Bibirnya berbisik tepat di telinga Jeno.

"Gue kasih tau, tapi kiss dulu," bisik Mark yang sukses membuat Jeno mendelik.

Ia kembali pada posisi duduknya semula dengan wajah yang memerah layaknya kepiting rebus. Naja melirik padanya.

"Kenapa Jen?" tanyanya.

Jeno tak menjawab. Ia sibuk menata jantungnya yang berdebar kencang akibat perkataan Mark.

'Kenapa cuma begitu doang jadi berdebar sih!?' keluhnya dalam hati.

Sementara Mark hanya tersenyum. Ia menjadi sangat suka menggoda Jeno. Baginya reaksi malu-malu Jeno itu menggemaskan. Selain itu, Mark juga merasa memiliki harapan jika melihat sikap malu-malu Jeno. Seakan pemuda itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

"Udah yuk turun," ajak Naja.

Jeno dan Mark pun turun. Setelah itu ketiganya berjalan beriringan menuju pintu kedatangan. Dengan Jeno berada di tengah, mereka menyebrangi jalanan di airport yang cukup ramai. Dengan beberapa kendaraan yang melintas. Naja menjulurkan tangannya, yang disambut Jeno. Kebiasaan mereka dari dulu, jika hendak menyeberang jalan, maka tangan keduanya akan bertaut. Bahkan di usia mereka yang sudah beranjak dewasa.

Tangan kanan Jeno refleks mencari tangan Mark. Pemuda di sebelahnya sedikit terkejut kalau jemari lentik Jeno masuk ke sela-sela jemarinya. Mark kemudian tersenyum. Ia menoleh pada Naja yang ternyata juga sedang menatapnya. Keduanya saling melempar senyum melihat perlakuan Jeno pada Mark. Mereka menyadari, jika Jeno kini telah benar-benar nyaman pada Mark. Sehingga dengan mudahnya ia menautkan jari jemarinya dengan milik Mark.

    

°°

      

Jeno, Naja dan Mark berdiri cukup jauh dari pintu kedatangan. Namun meski begitu mereka dapat melihat satu per satu orang yang keluar dari sana dengan jelas. Sudah 20 menit berlalu. Namun orang yang entah siapa itu, yang tengah mereka tunggu, belum juga muncul. Jeno mulai bosan. Kedua tangannya bersedekap di depan dada. Wajahnya ditekuk. Dengan bibir yang sedikit maju ke depan, jujur saja Jeno nampak sangat menggemaskan. Ia yang introvert sejak kejadian 2 tahun lalu, merasa tidak nyaman di keramaian seperti sekarang ini. Tapi karena Naja dan juga Mark terus membujuknya untuk menunggu dengan sabar, akhirnya Jeno mengalah.

Neighbour | MarkNo (END) Where stories live. Discover now