15. Jauhi Jeno!

1.8K 148 17
                                    

Happy reading

Seharian ini perasaan Jeno sangat tenang. Hatinya sangat senang. Selama beberapa hari, setelah sempat menghilang tanpa kabar selama berminggu-minggu, Donny selalu bersamanya. Jeno sangat menikmati saat-saat bersama dengannya. Sikap serta tutur katanya yang lembut dan perhatian-perhatiannya, semua selalu Jeno dapatkan ketika bersama dengan Donny. Donny selalu memperlakukannya layaknya kaca yang mudah pecah. Sangat hati-hati.

Pukul 5 sore, setelah beberapa jam berdiam diri di apartemen Jeno, Donny berniat untuk pulang.

"Jen, udah sore. Kakak pulang ya?" ucap Donny.

Jeno yang tengah bertukar pesan dengan mamanya seketika menoleh.

"Kak Donny mau pulang sekarang?" Jeno balik bertanya.

"Uhum," jawab Donny seraya mengangguk.

Tarikan bibir ke bawah Jeno tunjukkan sebagai respon.

"Kenapa gak nanti malem aja?" tanyanya.

"Bunda butuh temen buat belanja bahan, Jen. Ada beberapa pasangan calon pengantin yang percayain gaunnya ke bunda."

"Tapi kan bisa sama timnya. Kenapa Kakak harus ikut?"

Donny tersenyum. Ia mengusap-usap puncak kepala Jeno dengan lembut. Membuat pemuda yang tengah bersandar pada bahunya itu merasa senang.

"Memang. Tim bunda juga ikut pergi. Tapi kakak juga harus nemenin bunda. Biar gimanapun, bunda butuh pendamping. Kalo bukan kakak, siapa lagi yang bisa dampingi bunda?"

Jeno terdiam. Ia yang mengetahui bahwa ibunda Donny yang merupakan seorang desainer ternama adalah seorang single parents, tak bisa berkata-kata lagi jika sudah diingatkan soal itu.

Melihat Jeno yang terdiam, Donny mencoba kembali memberikan perhatian.

"Jen, kakak ini anak tunggal dan satu-satunya anggota keluarga yang bunda punya sekarang. Sebagai putra tunggal bunda, kakak punya tanggung jawab penuh untuk jaga dan lindungi bunda. Apalagi kakak anak cowok. Harus bisa jadi bodyguard buat ibunya. Jadi, harap maklum ya kalo kakak harus nduluin bunda daripada kamu."

Jeno baru saja hendak mengangguk ketika Donny berbicara kembali.

"Kamu itu penting buat kakak. Tapi bunda segalanya. Dia hidup dan mati kakak. Harap kamu mengerti, ya Sayang?"

Seketika tubuh Jeno menegak. Hingga usapan tangan Donny pada kepalanya terlepas begitu saja.

"Jen, maaf. Kakak-"

"Kenapa kakak gak pernah inget-inget perkataanku? Kenapa kakak selalu dan selalu ngelakuin hal yang gak aku suka? Kenapa kakak selalu ngulangin kesalahan yang sama?"

Emosi Jeno tersulut.

"Maaf Jeno.. Kakak minta maaf."

"Sudah berapa kali ku bilang. Kalo nyatanya aku gak bisa jadi pacar kakak, berhenti panggil aku sayang! Namaku Jeno. JE-NO! BUKAN SAYANG!"

Donny diam terpaku. Dia sedikit terkejut karena tidak biasanya Jeno membentak. Ia biasanya selalu memgingatkannya dengan nada sedih dan sarat luka.

Neighbour | MarkNo (END) Where stories live. Discover now