26. Jeno Collapse

1.6K 176 29
                                    

Happy reading

   

    

Jeno dan Naja duduk mengapit Fanny. Keduanya mendengarkan dengan seksama apa yang terjadi di masa lalu. Antara papa mereka dan Tania. Persis sama seperti yang diceritakan oleh Yunita. Kedua putranya menatapnya sendu. Mereka seolah turut merasakan sakit yang dirasakannya.

"Kenapa mama bertahan?" tanya Naja.

"Kenapa? Karena kalian," jawab Fanny tanpa ragu.

"Karena kami?" tanya Naja tak yakin.

Fanny mengangguk.

"Kalo mama gak hamil kalian, mungkin mama lebih milih pergi."

Naja mendengus.

"Padahal mama punya penghasilan sendiri. Mama punya usaha sendiri. Mama pasti sanggup membiayai kami berdua sampai dewasa."

"Bukan masalah finansial, Sayang. Tapi masalah tanggung jawab. Biar gimanapun dia papa kalian. Dia bertanggung jawab penuh terhadap kalian."

"Terus, tanggung jawabnya sama anak perempuan itu gimana?"

Jeno menatap Naja sedih. Pemuda itu enggan menyebut nama papanya dan juga Donny.

"Menerima dan mengakuinya dengan sah secara hukum dan tertulis sebagai anak. Dan bertanggung jawab untuk semua biaya hidupnya sampai dewasa. Tapi Tania tidak serta merta menerima semuanya begitu saja. Dia cuma minta biaya untuk sekolah aja. Untuk biaya hidup dan lain-lain, dia bilang akan mengusahakannya sendiri. Karena dia memang seorang pengusaha sukses."

"Yakin cuma minta biaya pendidikan?"

"Iya, Sayang. Mama tau semuanya. Papa kalian selalu terbuka soal apapun termasuk soal keluar masuknya uang. Lagipula mama percaya sama Tania."

"Mama kenapa baik banget sih mau percaya sama mereka berdua?"

Fanny tersenyum.

"Karena yang terjadi di antara keduanya memang murni kecelakaan Sayang. Diantara keduanya gak ada cinta untuk satu sama lain. Cinta papa cuma untuk mama. Setidaknya itu yang mama liat dan mama rasakan."

"Ah! Mama terlalu baik!"

Fanny hanya tersenyum lembut. Ia mengusap-usap punggung Naja. Lalu pandangannya beralih pada Jeno yang sedari hanya diam. Mempunyai sepasang putra kembar. sejak kecil Fanny sudah bisa melihat perbedaan emosi keduanya. Naja si sulung lebih meledak-ledak. Lebih terbuka dan bersikap sesuai dengan kondisi emosi juga moodnya. Sedangkan Jeno si bungsu lebih tertutup. Suka menutupi dan memendam apa yang ia rasakan juga apa yang ia alami. Sifat keduanya juga sangat bertolak belakang. Jika Naja lebih tegas, mudah tersulut dan memiliki karakter yang keras dan kuat. Ia selalu menyuarakan apa yang dirasakan oleh hati dan pikirannya. Maka Jeno kebalikannya. Ia adalah si soft yang rapuh dan mudah terluka. Dan lebih memilih menyimpan lukanya dalam hati.

"Jen." Fanny memanggilnya dengan lembut.

Pemuda itu mendongak.

"Kamu gapapa Sayang?"

Jeno menggeleng. Namun dari wajahnya tersirat kesedihan yang teramat sangat. Dan Jeno tak berniat menutupinya sama sekali. Fanny dan Naja menatapnya sedih.

Neighbour | MarkNo (END) Where stories live. Discover now