Bab 25

391 25 2
                                    

Happy Reading


Keisha tidak tahu, apa yang terjadi dengan hari ini, dan bolehkah Keisha menyebut peristiwa-peristiwa yang terjadi kepadanya hari ini sebagai ke-apesan? Atau keberuntungan? Tapi kalau disebut keberuntungan Keisha tidak tahu bagian mana yang harus ia sebut sebagai hal yang beruntung selain Mbak Diva yang memaafkan keterlambatannya datang kerja tadi pagi.

Iya tadi pagi Keisha bangun kesiangan, membuat gadis itu sangat panik dan melakukan persiapan secepat kilat yang berakhir dengan penampilan ala kadarnya, bahkan sekadar untuk memakai bedak dan lipstik pun ia tak sempat, lalu di tengah kepanikannya itu saat Keisha hendak memesan ojol, tiba-tiba Rifki datang, bagaikan sebuah pertolongan yang dikirim langsung untuk membantu menyelesaikan masalah Keisha. Dengan senyuman lebarnya Rifki menawarkan tumpangan, mengajak Keisha untuk berangkat bareng ke studio foto Mbak Diva, bos baru Keisha.

“Gue hari ini kelas siang, Kei. Jadi mau main dulu ke tempatnya Mbak Diva.” Begitu kata Rifki saat Keisha bertanya kenapa ia tidak kuliah.

Senyum di wajah Keisha pun terpancar, kepanikannya melorot secara perlahan, dan ia bisa bernapas lega saat motor Rifki mulai berjalan meninggalkan kosan, dengan kecepatan yang membuat Keisha berpikir oke sepertinya empat puluh menit ia bisa sampai ke tempat tujuan, dengan sedikit kemacetan di jam delapan pagi.

Namun, baru juga setengah perjalanan, motor Rifki yang tengah melaju kencang tiba-tiba melambat secara perlahan, dan berakhir mati di pinggir jalan. Saat ditanya kenapa, Rifki hanya bisa menggeleng tidak tahu. Beberapa kali mencoba dinyalakan, namun hasilnya nihil. Motor tidak bisa dihidupkan.

“Di depan sana kayanya ada bengkel deh, Kei. Kita jalan dulu ke sana, ya?” Ucapan Rifki buat Keisha menganga lebar, menghela napas panjang, dan berusaha untuk sabar.

“Oke.” Akhirnya Keisha memutuskan, dan diiringi doa dalam hati semoga masalah motornya tidak terlalu serius, dan ia bisa sampai ke tempat kerja tepat waktu.

Butuh waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki, dan Rifki yang mendorong motornya sampai akhirnya mereka berdua sampai ke bengkel terdekat. Sepuluh menit yang berhasil membuat napas Keisha ngos-ngosan, dan keringat di kening yang bercucuran.

“Duduk dulu, Kei.” Rifki membawakan kursi untuk Keisha, menyuruhnya duduk seraya memberinya sebotol air mineral.

“Bukan masalah serius katanya, tunggu sebentar gapapa, kan? Katanya paling sepuluh menit juga selesai.”

“Sepuluh menit?” Keisha sedikit ragu dengan ucapan Rifki barusan, lalu gadis itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 08.20, dan kalau waktu sepuluh menit ia gunakan untuk menunggu motor Rifki, berarti ia bisa melanjutkan perjalanan lagi pada pukul 08.30.

“Ki, jam 08.50 gue harus udah nyampe di studio, loh.”

“Ah, gampang itu mah. Kalau motor selesai dalam sepuluh menit, kita bisa nyampe ke studio lebih cepat dari yang lo kira.”

“Ck, jangan gampang-gampang doang, kalau nanti motor lo belum selesai dalam sepuluh menit gimana? Ki, di kosan gue udah rusuh banget ya karena kesiangan, bahkan pake bedak dan lipstik pun gue gak sempat, terus sekarang gue malah santai buang-buang waktu di sini?”

“Yaelah, Kei. Lo gak ikhlas banget kayanya.”

“Bukan gak ikhlas Rifki, gue cuma takut nanti telat. Tadi gue udah senang banget saat tahu lo jemput gue. Heh, tahu begini tadi gue pesan ojol aja.” Keisha menggerutu pelan.

From Work To LoveWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu