Bab 15

784 44 0
                                    

Happy Reading

Setelah selesai salat magrib, Keisha keluar dari masjid dan melihat Rifki sudah menunggunya di depan. Keisha berjalan tak santai dengan perasaan yang gak bisa gadis itu artikan. Matanya melirik kanan-kiri tak tenang, takut berpapasan dengan seseorang.

Yah, meskipun kemungkinan itu sangat kecil, tapi siapa yang tahu kalau misalnya Brian ada di kedai kopinya, dan datang ke masjid ini untuk salat magrib.

Posisi Keisha saat ini ada di depan masjid, dan jalan sebentar melewati tiga rumah tepat di pinggir jalan, sebelah kiri antara pertigaan, ada kedai Kopi Hariga yang sangat mencolok milik Brian Haris Priangga yang saat ini berstatus sebagai rekan kerja alias pacar pura-pura Keisha.

Jadi, kemungkinan Keisha bertemu Brian di masjid ini pasti ada, meskipun kemungkinannya sangat kecil. Dan ntah karena alasan apa, Keisha tidak mau kalau harus bertemu Brian.

Tepat di depan Rifki, Keisha menghela napas lega. Aman.

“Wajah lo kenapa, Kei?” Rifki memandang Keisha heran.

“Hah? Ng-nggak. Gue gapapa. Yuk kita pulang sekarang,” ucap Keisha, dan Rifki hanya mengangguk pelan seraya berjalan ke arah motornya, lalu menyodorkan sebuah helm yang tidak Keisha kenal.

“Punya siapa, Ki?” tanya Keisha penasaran, pasalnya Rifki tidak membawa dua helm, dan ketika tadi Keisha dibonceng oleh Rifki, gadis itu tidak memakai helm.

“Punya teman, minjam gue tadi.”

“Hah? Tadi kapan?”

“Maksud gue, barusan habis salat gue ketemu dia di sini, dan gue pinjam helmnya.”

“Heh? Terus teman lo itu gimana? Dia gak pake helm dong?”

“Dia mau nongkrong di Kopi Hariga, katanya. Jadi gue pinjam dulu helmnya, nanti gue juga mau nyusul ke sana,” jelas Rifki buat Keisha mengangguk paham.

Dan Keisha pikir, masalahnya telah selesai ketika ia sudah memakai helm dan duduk dengan nyaman di boncengan Rifki. Namun ternyata, tepat saat motor Rifki keluar dari pertigaan, membelokkan motornya ke sebelah kiri, cowok itu berujar dengan santai.

“Mampir dulu bentar di Hariga, ya. Gue mau beli kopi, lo juga sekalian gue traktir,” ucap Rifki seraya memarkirkan motornya di parkir kedai kopi Hariga, buat Keisha seketika mematung dan ternganga.

Hei, yang benar aja.

Di masjid tadi Keisha mati-matian berdoa agar tidak bertemu dengan Brian, tapi sekarang ...? Dia sendiri yang datang ke kedai kopinya Brian.

Meskipun Keisha tidak tahu saat ini Brian sedang ada di mana, tapi ucapan Nazma minggu lalu terngiang di kepalanya.

“Emang susah dibilangin anak itu, Kei. Padahal pulang dari kantor sekitar jam lima, tapi dia malah pulang ke apertemen. Kalaupun pulang ke rumah, dia malah pulang dengan seabrek kerjaan. Jadi, bukannya ngabisin waktu dengan keluarga, dia malah sibuk dengan laptopnya. Sabtu-Minggu juga, bukannya libur, dia malah sibuk di kedai-kedai kopinya,” curhat Nazma yang mengadukan sikap Brian.

Buat Keisha meneguk ludah kasar.  Sekarang hari Sabtu malam Minggu, kemungkinan Brian emang sedang ada di kedai kopinya, Tapi ...

Semoga cowok itu gak ada di kedai ini. Keisha berdoa dalam hati.

“Kei, lo gak turun?”

“Eh?” Keisha mengerjap, melihat Rifki sudah turun membuka helmnya.

“Lo mau kopi apa? Mau ikut ke dalam gak?”

From Work To Love (Tamat) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz