585 - Menceritakan Apa Saja yang Sudah Dilewatkan

26 9 14
                                    

Gahyeon tersenyum, kemudian menyangga dagunya dengan manisnya. “Apa itu? Akan kulakukan apa pun kalau aku bisa.”

“Ajari aku menggunakan komputer.”

“Eh? Serius?” tanya Gahyeon, dari banyak hal yang ia pikirkan, ternyata yang SuA minta adalah hal ini, sesuatu yang tidak pernah siapa pun minta sejak kelompok ini terbentuk.

SuA mengangguk, kemudian mendekat, sangat dekat ke wajah Gahyeon. “Sangat serius.”

“Tapi ... tapi ....” Gahyeon memundurkan kepalanya sampai menyentuh sandaran kursi, sedangkan SuA malah semakin mendekat.

“Aku mohon.”

“Kakak.” Gahyeon bergumam pelan.

“Gahyeon, bantu aku.” SuA memohon dengan wajah yang sudah begitu dekat sampai hidung mereka sudah bersentuhan.

“Iya, tapi jangan terlalu dekat!” seru Gahyeon keras sambil memejamkan mata, tangan kirinya mendorong wajah SuA menjauh dari wajahnya.

SuA pun langsung mengeluarkan tawa khasnya. “Ahahaha, kalau begitu bagaimana kalau kita mulai saja?”

Gahyeon kembali menegakkan badannya, menarik posisi kursi agar bersebelahan dengan kursi yang SuA duduki. “Oke. Kita mulai dari awal, sangat awal.”

Lima menit kemudian. SuA tumbang dengan posisi tengkurap di lantai, ia seolah sudah mengalami mabuk berat sampai tidak bisa bangkit lagi.

“Bagaimana bisa? Bagaimana bisa semua sangat memusingkan?” gumam SuA pelan, benar-benar tidak dapat menerima banyak informasi sekaligus dalam waktu cepat, otaknya seolah mengalami eror akibat overload.

“Kakak, itu baru seratus kode, bagaimana kakak tidak bisa ingat semuanya! Ini belum 0,2% dari yang harus diingat dan dipelajari?” tanya Gahyeon polos, berjongkok di hadapan SuA yang sepertinya sudah menyerah dengan pelajaran yang diberikan oleh Gahyeon.

“Apa? Setelah sebanyak itu?” tanya SuA tak percaya, ternyata ia yang sudah mendapatkan banyak informasi malah baru menerima sebagian kecil dari total yang akan diberikan oleh Gahyeon.

“Itu masih sedikit, masih ada ribuan yang harus dipelajari.” Gahyeon membalas.

“Ribuan? Dan ... dan ... Yang kupelajari belum 1%?” tanya SuA tergagap.

Gahyeon tersenyum lalu menggeleng. “Belum, tentu saja, kakak pikir ini apa? Resep masakan?”

“Bukan, tapi omong-omong, seratus apanya? Kukira sudah lebih dari lima ratus syntax.”

“Oh, itu maksud aku, ehehehe.”

“Astaga, Gahyeon, untuk gadis sejenius kamu, bagaimana bisa kamu tidak bisa menghitung dengan benar?”

“Ehehehe, aku tidak ingin memikirkan hal sepele dan tidak penting.”

SuA bergegas mengubah posisinya menjadi duduk di hadapan Gahyeon, kemudian ia menegur secara halus. “Hitungan itu penting, Gahyeon. Lagi pula, semua ini angka dan huruf, bagaimana bisa kamu tidak ingat urutan angka setelah mempelajari semua hal memusingkan ini?”

“Kakak, semua orang punya kelemahan. Wajar saja aku juga punya. Kakak tahu Sherlock Holmes? Dia cerdas bisa melakukan segala analisis jenis tindakan kejahatan, tapi dia tidak tahu nama-nama planet dan urutannya.” Gahyeon menanggapi itu sebagai pembelaan atas hal-hal yang tidak dirinya kuasai, tentu saja itu hanya alasan palsu.

“Itu tokoh cerita, Gahyeon.”

“Tapi itu faktanya, setiap manusia yang memiliki kelebihan pasti memiliki kekurangan juga.”

Nightmare - Escape the ERA 5th Stories (Dreamcatcher)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt