Lingga Baganti- END

775 92 10
                                    

Saddam menatap Daniel di depannya, sekarang hanya ada mereka berdua, di kamar asramanya.

Kali ini ia bisa melihat Daniel yang sebenarnya, ia tersenyum, senyum yang telah puluhan tahun hilang. Dia tidak lagi tersesat, tidak lagi kebingungan.

Saddam menunduk. "Maaf."

Si pirang menggeleng, ia tersenyum. "Kamu tidak salah, Saddam. Aku tahu apa yang kamu rasakan, dicurangi dengan harapan yang sangat tinggi, wajar jika kamu marah. Lagipula waktu itu aku memang telah berada di ambang kematian, karena tubuhku lebih dahulu dihantam oleh reruntuhan bangunan."

Saddam mencoba menahan tangisnya.

"Apa gue bisa melepas Lo, Daniel? Gue sendiri sekarang, kakak udah pergi, dan sekarang Lo?"

Daniel tersenyum. "Aku juga tidak mau pergi Saddam, tapi di satu sisi, aku merindukan ayah dan ibu, juga Kilian. Mereka pasti bingung karena tidak menemukanku di sana, aku ingin bersama dengan mereka, aku merindukan mereka."

Keduanya berpelukan, suatu keajaiban ketika mereka bisa menyentuh satu sama lain, membuat air mata Saddam semakin menganak sungai.

"Gue gak akan melupakan Lo, Daniel."

"Aku juga tidak akan melupakanmu, Saddam. Jika aku terlahir kembali, aku tetap ingin menjadi temanmu, Saddam."

Saddam tersenyum. "Daniel Ogawa, ayo bertemu kembali di kehidupan selanjutnya!"

Malam itu, dengan berat hati, Saddam melepaskan Daniel, melepas pemuda itu untuk berkumpul bersama keluarganya kembali. Daniel telah terlalu lama menderita di tempat ini, dia harus bisa menemukan kebahagiaannya di atas sana.

Beriringan dengan tubuh Daniel yang menghilang dari penglihatannya untuk selamanya, mata batin Saddam juga menutup. Ia tidak bisa melihat mereka yang tak terlihat mata manusia lagi, seakan Daniel membawa matanya yang berharga.

Tapi Saddam tak mempermasalahkan, ia tidak memerlukan mata itu kembali. Sekarang yang harus ia lakukan hanyalah menyambung hidup, ia tidak akan mengecewakan kakaknya, Saddam juga akan berusaha!

★★★

"Jadi maksud Lo, mata batin Lo udah ditutup?" Fannan bertanya.

Saddam mengangguk.

"Jadi ... Lo bukan Indigo lagi?" Kali ini pertanyaan Kaivan.

"Gue masih sedikit sensitif, terutama pada bau, tapi gue emang gak bisa lihat makhluk tak kasat mata lagi," jelasnya lebih rinci.

Para OSIS itu mengangguk paham, sedikit terkejut ketika mengetahui bahwa mata indigo Saddam telah diambil darinya.

"Terus gimana sama penglihatan Lo?" tanya Hikaru.

Saddam menyunggingkan senyumnya, melepas kacamata yang hampir seumur hidup telah menemaninya.

"Gue rasa penglihatan buruk gue emang karena mata itu, sekarang gue bisa lihat semua objek dengan jelas."

Tentu mereka kembali terkejut, ikut senang karena Saddam akhirnya bisa melihat jelas tanpa bantuan kacamata.

"Jadi Lo bisa lepas kacamata Lo kan? Gak perlu dipake lagi," ujar Finola.

Saddam mengangguk. "Tapi kayaknya gue lebih nyaman pake kacamata."

"Yah padahal Lo ganteng lho kalo lepas kacamata." Semua orang tertawa mendengar ucapan Edrea.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now