Lingga Baganti- 1

1.5K 118 4
                                    

Bel pulang telah berbunyi beberapa menit yang lalu, tapi tidak ada satupun siswa yang keluar dari gerbang utama. Suasana sangat sepi pada sore itu menandakan entah kemana perginya seluruh siswa.

Karena biasanya, pada waktu ini, setiap individu telah berlarian keluar dari gedung sekolah entah itu secara berkelompok atau sendiri. Mereka hanya punya dua tujuan, pulang ke asrama atau pulang ke rumah.

Tapi ketika melihat lebih ke dalam, pertanyaan kemana perginya para siswa terjawab ketika aula besar telah terisi seluruh bagian dari mereka.

Mereka dikumpulkan.

Tepat setelah bel pulang berbunyi.

Banyak yang bertanya-tanya, ada apa? Kenapa mereka dikumpulkan? Apa yang terjadi? Mata mereka saling tatap satu sama lain karena tidak ada yang tahu pasti akan seluruh pertanyaan yang bersarang di benak mereka.

Hingga ketika sudah cukup lama dirasa mereka semua berdiri tanpa arah di sana, langkah pantofel lagi-lagi terdengar. Saking kuatnya efek bunyi itu, suasana yang tadinya ramai menjadi senyap seketika.

Jauh di depan sana, seseorang baru saja naik ke podium. Itu pria yang sama, pria yang memberi mereka tatapan intimidasi ketika makan siang tadi.

Meskipun pertanyaan di kepala semakin bertambah, tak seorang pun berani bicara. Mereka memilih menanti, apa yang akan terjadi setelah ini.

Pria dengan balutan jas hitam itu mengedarkan pandangannya, seakan-akan menatap satu-persatu pasang mata di depannya, memindai seperti laser. Jumlah murid di sini ada ribuan, dan semuanya masih lah tampang anak-anak berlian yang dilapisi karat.

"Saya Abraham Flanklin, Kepala Sekolah baru kalian."

Sederet kalimat terucap, menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang telah memenuhi pikiran mereka dari waktu makan siang. Yang tengah berdiri di hadapan mereka, adalah Kepala Sekolah yang baru.

Tapi kenapa?

"Ada apa sama Kepsek yang lama?"

Pertanyaan-pertanyaan mulai keluar, seluruh siswa menoleh satu sama lain. Mereka sekarang bicara, kenapa tiba-tiba ada pergantian kepala sekolah?

"Diam semuanya."

Itu bukanlah kalimat yang memakai tanda seru, tapi efeknya benar-benar luar biasa hingga membuat para siswa yang tadinya bicara menjadi diam. Mereka kembali memfokuskan diri pada pria di depan, menunggu kalimat apa yang akan ia keluarkan sebentar lagi.

"Karena saya adalah pemimpin baru kalian, sekolah ini akan berjalan dengan perintah saya. Saya akan membuang peraturan lama dan menetapkan peraturan baru. Sebelum itu, saya ingin seluruh OSIS untuk maju ke depan membentuk barisan."

Semua siswa kembali saling tatap, gaya bicara pria di sana benar-benar aneh. Dan untuk apa pria itu memanggil OSIS? Apa dia akan membubarkan organisasi itu?

Tapi tak urung juga seluruh siswa dengan ban lengan berbentuk garis hitam putih di lengannya keluar dari barisan. Maju ke depan membentuk barisan mereka sendiri. Total ada sepuluh murid di sana, lima siswa dan lima siswi.

Mata tajam itu menelisik penuh, pandangannya kembali berhenti di siswa yang sama. Siswa yang memuntahkan darah ketika bersitatap dengannya, sekarang siswa itu tidak lagi melihat ke arahnya, pandangannya tertunduk seperti menghindari sesuatu.

Mata itu kembali melihat kepada para siswa.

"Peraturan pertama. Mulai hari ini, seluruh jendela akan ditutup, semua lubang yang membuat cahaya dari luar masuk akan ditutup."

Semua murid kembali menatap satu sama lain ketika peraturan itu dibacakan. Apa maksudnya dengan jendela yang ditutup? Apa sekolah ini akan diisolasi dari cahaya matahari? Kenapa peraturan ini sangat aneh?

"Peraturan kedua. Bagi para siswa yang tinggal di asrama, kalian tidak boleh meninggalkan kamar kalian setelah jam makan malam."

Peraturan kedua berhasil membuat para murid berdecak. Apa maksudnya tidak boleh meninggalkan kamar setelah jam makam malam? Mereka adalah individu yang hidup berkelompok, setiap kelompok tentu mempunyai pertemuannya di luar jam sekolah. Jika peraturan itu diterapkan, mereka tidak akan bisa melakukan kumpul kelompok lagi.

"Peraturan ketiga. Kalian dilarang membawa perhiasan ke sekolah, kuku dan rambut yang diwarnai dilarang. Termasuk ponsel dan buku-buku yang tidak berhubungan dengan pelajaran."

Sontak saja peraturan ketiga membuat para murid mengeluh. Mereka tidak boleh membawa perhiasan? Bagaimana mungkin serbuk berlian seperti mereka harus menanggalkan seluruh kemewahannya? Dan apa tadi? Kuku dan rambut yang diwarnai? Sangat banyak siswa yang mewarnai kuku dan rambutnya di sini.

Juga bagaimana mungkin mereka tidak membawa ponsel ke sekolah? Apa sekolah ini penjara? Mereka tidak akan bisa berbagi berita antar kelompok lagi, dan banyak hal yang tidak bisa mereka lakukan jika ponsel benar-benar dilarang.

"Peraturan ke empat. Jam pelajaran akan ditambah, kelas meditasi akan dilakukan sampai jam enam sore."

Lengkap sudah kekecewaan yang dilontarkan para siswa. Jam pulang biasa mereka sudah sangat sore dan sekarang mereka harus pulang jam enam sore? Dan kenapa harus ada pelajaran meditasi? Apa gunanya?!

Seluruh murid bersorak kecewa, tidak terima dan protes dengan empat peraturan yang disampaikan. Ini hanya empat, tapi rasanya benar-benar mengekang dan mengikat mereka dengan erat.

"Pak! Kami sekolah bayar bukan buat dikekang!"

Para murid mulai berteriak, menyuarakan protes mereka terhadap peraturan baru. Suasana di aula sore itu benar-benar kacau dan berisik, mereka yang sedari tadi diam mulai berbicara.

Tapi itu tidak berlangsung lama.

"DIAM!"

Hanya satu kata, tapi itu mampu membuat ribuan murid di sana terdiam tanpa suara sedikitpun. Suasana kembali sunyi setelah kepala sekolah baru itu berteriak diam.

"Saya pemimpin di sini, semua harus mengikuti perintah saya. Jika kalian tidak setuju, kalian bisa langsung angkat kaki dari sekolah ini, uang yang sudah kalian bayarkan akan dikembalikan."

Semuanya masih diam, mereka tidak seberani itu. Apalagi jika harus keluar dari sekolah yang benar-benar sangat bergengsi ini, semua orang ingin masuk ke dalam sini, tapi hanya anak-anak berlian saja yang bisa merasakan bagaimana menuntut ilmu di sekolah yang telah berdiri sejak masa Belanda ini, jauh sebelum Indonesia merdeka, pada tahun 1867.

Tidak ada yang protes kembali, kepala sekolah itu menoleh kepada seluruh OSIS yang berada di sampingnya. Matanya tertuju pada satu anggota yang berbeda dari yang lain.

"Kamu." Jarinya menunjuk pada seorang siswa dengan rambut pirang.

"Ganti warna rambut kamu sebelum mendapat sanksi dari saya," ujarnya.

OSIS itu membelalak kaget. "Tapi ini warna rambut asli saya, Pak."

Apa Kepala Sekolah itu tidak melihat ras campuran di wajahnya? Ini pirang asli, bukan diwarnai.

"Saya tidak ingin tahu, apakah itu asli atau bukan. Besok, rambut kamu sudah harus hitam."

Murid itu sebenarnya ingin kembali menjawab, tapi tidak berani. Ia takut akan dikeluarkan dari kepengurusan OSIS atau bahkan dari sekolah.

Tapi ini adalah rambut aslinya, benar-benar asli. Kenapa ia harus mewarnai rambutnya menjadi hitam?

"Saya rasa semuanya jelas. Kalian boleh bubar."

Lingga BagantiМесто, где живут истории. Откройте их для себя