Lingga Baganti- 24

631 89 2
                                    

Hikaru mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja, mendengus bosan. Hari ini gerimis, suasananya sangat tidak menyenangkan. Guru sejarah yang seharusnya mengajar hari ini tidak datang karena mengalami kecelakaan kecil tadi pagi, dan pelajaran sejarah digantikan oleh guru pengganti.

Kepalanya menoleh pada kursi paling pojok di kelasnya, tepat di samping jendela yang langsung mengarah pada pemandangan sekolah dari lantai dua—kalau saja sebuah tirai hitam tidak menutupinya sekarang.

Di sana Saddam, pemuda itu tengah menatap ke arah jendela meskipun hanya tirai hitam yang bisa ia lihat. Tapi entahlah, mungkin saja mata indigo Saddam bisa tembus pandang?

Hikaru tersenyum, tampaknya Saddam juga mengalami kebosanan tentang topik yang sedang mereka pelajari saat ini.

Perkembangan IPTEK pada era globalisasi. Hikaru tahu bahwa materi ini akan berhubungan dengan materi mereka selanjutnya yaitu Perang Dingin, tapi tetap saja yang namanya murid di kelas C, mereka semua sedikit pemalas.

Hikaru menatap guru pengganti yang tengah menjelaskan tentang satelit pertama yang diluncurkan, Sputnik 1 yang merupakan buatan Uni Soviet. Lalu matanya perlahan melirik pada laci di bawah meja, tempat ia biasanya menyimpan ponsel.

Meskipun Para OSIS diijinkan membawa benda pipih yang juga merupakan hasil dari perkembangan IPTEK, materi yang tengah diterangkan guru bertubuh gempal di depan, tapi tetap saja mereka tidak diperbolehkan untuk memainkannya secara terang-terangan.

Senyum terukir pada bibirnya, satu menit lagi bel istirahat akan berbunyi. Hanya menunggu hitungan detik untuk bisa bebas dari kelas ini.

Dan Hikaru menghitung dengan tepat, dering bel yang menggema ke seluruh penjuru Lingga Baganti berbunyi tepat setelah Hikaru mengakhiri hitungannya.

Para individu di kelas itu mulai menyimpan alat tulis mereka dan berlarian ke luar. Hikaru yang duduk tepat di samping pintu kembali menatap Saddam yang tengah berjalan ke arahnya-lebih tepatnya ke arah pintu keluar.

Hikaru berdiri, menghadang langkah pemuda berkaca mata itu membuat Saddam menghentikan langkahnya seketika.

Pemuda itu menatap datar pada gadis di depannya ini, mengeluarkan isyarat seakan bertanya kenapa langkahnya dihentikan.

"Lo mau ke kantin kan?"

Saddam hanya diam tidak menanggapi pertanyaan bodoh dari Hikaru, jelas gadis itu tahu jawabannya. Mereka telah satu kelas selama hampir tiga tahun, dia telah hafal seluruh gerak-gerik Saddam yang memang monoton.

Pada istirahat pertama dia akan ke kantin, dan istirahat kedua Saddam akan ke perpustakaan. Begitu selalu berulang-ulang.

Hikaru menggaruk tengkuknya. "Isamu tadi nitip pesan, katanya ada yang mau dia omongin sama Lo. Dia nyuruh OSIS kumpul satu meja istirahat ini."

Seperti biasa, Saddam diam sebentar, lalu terdengar helaan napas darinya. Saddam mengangguk sekilas sebelum berjalan mendahului Hikaru.

★★★

Saddam dan Hikaru membawa nampan mereka ke sebuah meja bulat yang lebih besar dari meja lainnya di kantin itu.

Isamu melambaikan tangannya kepada mereka, terlihat OSIS lainnya telah lebih dulu berkumpul di sana.

Keduanya mengambil duduk, Saddam langsung saja menyuap makanannya tanpa menghiraukan sembilan orang lainnya di sana. Semuanya saling tatap canggung, tapi Isamu langsung saja mencairkan suasana.

"Gue manggil kalian ke sini karena mau bahas masalah Finola kemarin." Isamu menatap pada Finola di sana, sedangkan yang ditatap hanya menunduk.

Lingga BagantiOn viuen les histories. Descobreix ara